Dion memegang bingkai foto pergi menemui Maya yang berada di teras belakang.
Dion: "Di mana foto yang ada di dalam bingkai ini?"
Maya: "Mana aku tahu. Memangnya aku lihat?"
Dion: "Di rumah ini cuma ada Mama sama Ryan. Gak mungkin kan Ryan masuk ke kamarku dan bisa mengambil foto di dalam bingkai ini? Tidak ada gunanya juga untuk Ryan. Tolong, Mama jawab dengan jujur."
Maya: "Penting sekali ya foto itu buat kamu?"
Dion: "Tentu saja sangat penting. Ini satu-satunya foto keluarga yang aku miliki bersama ibu. Satu-satunya fotoku bersama ibu."
Maya: "Oh, begitu... Jadi, aku dan Ryan bukan keluargamu?"
Dion: "Tolong kembalikan fotoku, Ma. Aku mohon!"
Maya: "Aku sih mau saja kembalikan. Cuma sayangnya... Ya itu..."
Maya melirik ke tumpukan sisa pembakaran di halaman yang masih sedikit menyala. Dion mengikuti arah mata Maya. Ia langsung panik. Dengan cepat ia menuju ke tumpukan sisa pembakaran. Dion panik memikirkan kemungkinan yang terjadi. Tidak ada tempat air di halaman belakang. Ia coba-coba memilah tumpukan pembakaran yang belum terbakar sepenuhnya. Kebanyakan merupakan dedaunan kering, ada kardus bekas juga kantong plastik yang belum terbakar habis. Api belum sepenuhnya padam dan sisa pembakaran terasa panas menyengat kulit. Dion tidak memiliki pilihan. Dengan terpaksa memberanikan diri memilah tumpukan pembakaran dengan tangannya sendiri sambil menahan rasa sakit dari kulit yang terbakar.
Ternyata benar yang dipikirkan Dion. Ia menemukan foto yang selama ini ia jaga dan simpan dengan baik telah hangus terbakar sebagian. Dion secepatnya memadamkan bunga api yang masih menyala di foto dengan tangannya. Kemudian ia membersihkan foto itu dari abu hitam yang menempel. Dion memeluk foto itu sambil meneteskan air mata. Ia bersyukur wajah ibunya masih terlihat meskipun abu hitam ada yang menempel mengotori foto itu. Bagi Dion foto itu merupakan hartanya yang paling berharga. Foto bersama ibu dan ayahnya ketika Dion berusia tiga tahun. Maya yang tadinya memperhatikan Dion langsung pergi setelah melihat Dion berhasil mendapatkan kembali fotonya.
Dion: "Hiks... Maafkan Dion, Bu. Dion tidak bisa menjaga satu-satunya foto milik ibu."
Dion mengusap wajah ibunya dalam foto sambil menangis. Dion kembali ke kamarnya. Setelah membersihkan foto ibunya, ia memasukkannya kembali ke dalam bingkai.
Dion: "Mulai sekarang aku akan menyimpannya dengan baik."
Dion menyembunyikan foto itu ke tempat yang lebih aman. Ia baru menyadari rasa panas dan perih di tangannya. Tangan Dion nampak melepuh karena luka bakar.
Dion: "Semoga besok aku bisa menulis."
Maya: "DIONNN........"
Teriakan Maya langsung menyadarkan Dion. Ia segera pergi menemui Maya.
Maya: "Tadi kan aku suruh kamu beres-beres. Jangan pura-pura lupa, ya! Pokoknya semua harus selesai sebelum ayahmu pulang! Atau gak ada makan malam untukmu malam ini."
Dion tidak menjawab. Ia langsung pergi meninggalkan Maya dan melakukan pekerjaan rumah yang diperintahkan. Meskipun sambil menahan rasa sakit dari kedua tangannya, Dion tetap mengerjakannya. Ryan masuk ke dapur dan melihat Dion tengah sibuk. Ryan tahu semua perlakuan ibunya kepada Dion. Namun ia diam saja. Ia tidak tahu kalau Dion bukan abang kandungnya. Selama ini Maya hanya melarang Ryan untuk dekat dengan Dion. Jadinya Ryan tidak dekat dengan Dion bahkan jarang berbicara dengannya.
Usai membereskan semua pekerjaan rumah Dion memasak mie instan untuk makan malam. Hari baru memasuki malam. Ayahnya sebentar lagi akan pulang. Kadang ia memang tidak ikut makan malam bersama mereka. Ia agak enggan makan bersama satu meja dengan mereka. Setelah selesai makan Dion kembali ke kamarnya.
Ia mengunci diri di kamar. Melihat tangannya yang terbakar nampak melepuh. Rasa perih dan panas terasa jelas di kedua tangannya. Dion hanya meniupnya.
...🔸🔸🔸...
Keesokan harinya. Luka bakar di tangan Dion nampak melepuh. Ia khawatir tidak bisa menulis nanti. Namun ia tidak boleh bolos sekolah hanya karena hal ini. Ia pun bersiap dan berangkat ke sekolah.
Di sekolah. Saat memasuki kelas nampak Stella sedang duduk di bangkunya. Gadis itu langsung menyapa Dion begitu melihatnya datang.
Stella: "Pagi, Dion! Baru datang, ya?"
Dion: "Iya, Stell"
Saat Dion menyimpan tasnya tanpa sengaja Stella menangkap bayangan tangan Dion. Stella memicingkan mata.
Stella: "Tangan kamu kenapa Dion? Kayanya terluka, ya?"
Dion segera menyembunyikan tangannya dan berpura-pura tidak tahu.
Dion: "Ah, mana ada. Kamu salah lihat."
Stella tidak percaya. Sontak ia menarik tangan Dion dan melihat luka bakar yang cukup banyak di punggung tangan dan jari-jarinya. Ia juga menarik tangan Dion satunya dan mendapati luka bakar yang sama.
Stella: "Kita ke UKS sekarang!"
Dion: "Eh gak usah. Cuma luka kecil nanti juga sembuh sendiri."
Stella tetap menarik lengan tangan Dion untuk membawanya ke UKS.
Stella: "Gak usah protes! Diam dan ikut saja!"
Di koridor keduanya berpapasan dengan Benny yang baru datang.
Benny: "Kalian berdua mau ke mana?"
Dion: "Ben, tolongin aku..." (Mencoba menghentikan langkah)
Stella: "Jalan!" (melotot pada Dion sambil menyeretnya)
Benny: "Kalian berdua ini kenapa sih?"
Stella: (Berkata pada Benny) "Kamu gak usah ikut campur!"
Stella: "Dion, cepat jalan!"
Benny tidak melakukan apa-apa karena tidak mengerti. Dion terpaksa mengangkat kakinya untuk berjalan mengikuti Stella kembali. Setiba di ruang UKS, ruangan itu masih kosong. Guru yang biasa bertugas di ruangan tidak terlihat keberadaannya. Stella tetap membawa Dion masuk ke dalam.
Stella: "Duduk!"
Dion tidak membantah. Ia menuruti ucapan Stella yang menyuruhnya duduk di kursi samping meja. Sedangkan Stella terlihat sibuk mencari sesuatu di lemari penyimpanan. Ia kembali dengan cepat sambil membawa beberapa macam barang. Stella meletakkan barang itu ke atas meja. Kemudian ia mengambil kursi dan duduk berhadapan dengan Dion.
Stella: "Berikan tanganmu!"
Dengan perlahan Dion menunjukkan tangannya. Stella tidak mengatakan apa-apa. Ia mulai mengobati setiap luka bakar yang ada di tangan dan jari Dion. Setelah membersihkan luka dengan cairan khusus dan mengoleskan salep, Stella kemudian membalut luka itu dengan kain kassa. Ia melakukannya dengan pelan dan hati-hati. Dion juga tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya memperhatikan wajah Stella yang sedang serius mengobati luka di tangannya.
Dion: (Berbicara dalam hati) "Kalau dilihat-lihat wajahnya manis juga. Ia begitu telaten melakukannya."
Stella: "Nah, selesai. Apa masih ada luka bakar yang lain?"
Dion: "Tidak. Terima kasih, Stell."
Stella: "Tidak perlu sungkan."
Stella meninggalkan Dion sendiri untuk mengembalikan barang yang selesai dipakai ke tempatnya.
Dion: (Membatin) "Dia tidak bertanya kenapa tanganku terluka?"
Stella: "Yuk, kembali ke kelas!"
Dion: "Iya."
Keduanya pun meninggalkan ruang UKS menuju ke kelas.
^^^...Bersambung......^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
@Risa Virgo Always Beautiful
Maya tega banget sampai menyembunyikan foto miliknya Dion
2024-10-16
0
Sri Astuti
klo g suka ada Baron di foto itu potong sj ambil foto Baron.. jahat banget smp dibskar
2024-09-12
1
Viela
owalah dion mlang bnr nasibmu
2024-07-23
1