Bab 18 - Upacara Bendera ... Hari Senin

Tamyiz bangun lebih siang dari biasanya. Dia terburu-buru mengerjakan basuhan pel di gudang toko sembako milik Ibu Rosa. Pemuda itu menyanggupi permintaan untuk membantu pekerjaan toko meski waktu luangnya telah menipis.

Dia pun tidak sempat memasak mie. Hanya membasuhi badannya dengan beberapa bilasan agar teman sekelasnya tidak menderita. Tamyiz langsung melakukan apa yang wanita Bugis itu pinta dengan seragam setengah lusuhnya.

"Padahal aku sudah persiapkan semuanya. Setrika sudah ... baju di rendaman pemutih ah!" gumam Tamyiz.

"Dik tidak apa-apa kan mendadak seperti ini. Karyawan Ibu tiba-tiba tidak bisa dihubungi tadi," ucap Ibu Rosa menghampirinya. Dia agak kasihan melihat Tamyiz dengan tampilan kurang rapi.

"Senang bisa membantu Bu," jawabnya. Tanpa banyak bicara Tamyiz mengambil bayarannya sebesar 100.000. Dia langsung mengencangkan tali sepatunya meski sebenarnya dia merasa keberatan atas bayaran itu.

Sejak pukul 6:15 pagi, dia telah membantu Ibu Rosa menurunkan barang, menghitung barang bahkan membersihkan gudang toko. Tamyiz segera berlari ke sekolahnya menyusuri gang-gang pintasan yang biasa dilaluinya.

Om Telolet Om!

"Olahi jeme bae," gumamnya kesal tiba-tiba ada yang menelpon sekarang. Dia membiarkannya karena yakin hanya salah sambung.

"Hoi Tam ada di sini kau! kenapa pesanku dari tadi tidak kau baca?" dengus Jhoenza berlari menghampirinya. Dia baru saja tiba di Palembang jam 5 tadi.

Tamyiz tidak menjawabnya, dia hanya fokus untuk sampai ke sekolah sesegera mungkin. Pemuda itu mendapati ujung jalan yang biasanya dia dilalui telah dibangun tembok. Mereka berdua pun tak peduli, penghalang tersebut dipanjat dan dilompati.

"Hoy macam binatang! begancang kalian," teriak salah satu penghuni rumah yang melihat kenakalan Tamyiz dan Jhoenza.

"Sombongnya Tam tunggu dulu kenapa!?" lanjutnya menepuk pundak Tamyiz.

"Ternyata kau yang telpon. Ini sudah jam 7:10 Jho. 5 menit lagi kita disuruh Pak Supri balik."

"Waduh benar juga, kira-kira ... aku ada ide. Mari kita berlomba!"

"Astaga mau bang Hamdan ataupun kau, kalian sama-sama terlalu kompetitif." meskipun berkata demikian, Tamyiz mempercepat langkah kakinya. Isyarat bahwa dia menyanggupi tantangan daripada Jhoenza.

Jhoenza dengan langkah yang lebih pendek dapat dengan cepat menyalip posisi Tamyiz di depannya. Akan tetapi saat gerbang sekolah yang dijaga oleh Supriyanto sudah semakin dekat, tiba-tiba langkahnya melambat.

"Gas out kah Jho!" Tamyiz menepuk pundak Jhoenza keras sebelum mendahuluinya. Terlihat wajah Pak Supri yang kesal karena dia terkesan seperti melakukan pekerjaan babysitter pada murid-murid nakal. Menunggui gerbang sekolah di menit-menit terakhir sebelum menutupnya.

"Fuh ... eh itu Dino kan?" ucap Jhoenza mendapatinya berjalan santai dari kejauhan.

"Biarkan saja, cia (ayo) kantin kuday (dulu). Kita terlalu berkeringat kalau nak ikut upacara." balas Tamyiz sembari memeriksa kembali ikatan tali sepatunya.

"Itu kabe ya, haha aku kire Tamyiz adalah murid teladan."

"Apa untungnya jadi murid culun Jho. Memangnya menghasilkan uang? sebenarnya aku hanya malas kalau dihukum Pak Supri. Belum sempat menjemur baju disuruh langsung masuk kelas." ucap Tamyiz. Dia segera melepaskan kemejanya yang basah karena keringat dan menjemurnya.

"Asli kalau dia menghukum tidak kira-kira. 250 push up ... Tam bawa deodorant tak?" balas Jhoenza melakukan hal yang sama, tetapi tubuhnya tidak banyak keringat.

"Lebih parah lagi aku dengar ada murid yang ketahuan loncat pagar dapat hadiah 1250 push up. Jho itu mahal kalau sudah gunakan barang milik orang lain bilang apa?" Tamyiz mengeluarkan deodorant dari dalam ranselnya.

Psht!

"Om Telolet Om!" Jhoenza menirukan nada dering ponsel Tamyiz.

Keduanya tertawa terbahak-bahak, Jhoenza memesankan makanan sarapan pada penjual kantin langganan. Ibu Meytanti, perempuan paruh baya berdarah Bugis itu mengantarkan nasi goreng dan mie rebus lengkap bersama es teh kepada keduanya.

"Bayar sekarang atau nanti?" ucap Ibu Meytanti.

"Makan dulu ya bu nanti kami bayar setelah selesai." setelah mendengar jawaban dari Tamyiz, Penjual Kantin itu kembali ke tempat berjualannya.

"Bagaimana Ayahnya Aziz Jho ... kau masih membesuknya kemarin kan?" lanjutnya sambil menikmati makanan.

"Dokter bilang Paman harus segera menjalani operasi pembenaran tulang. Rumah sakit meminta 50 juta, mereka tak nak terime angsuran." jawab Jhoenza dia tampak khawatir.

"Kau tahu tidak Jho ... biasanya hewan-hewan seperti itu mengincar sesuatu. Waktu itu busku dibalingnye (dihantamnya) batu besak (besar)."

"Jangan mengada-ada Tam, kau mau bilang siamang itu ingin balas dendam. Penduduk kampung kita maupun tetangga kan tidak ada yang menebang hutan sembarangan."

"Ada sebab ada akibat Jho. Dia bisa saja menyerang orang lain tapi setelah menyerang Paman Samanhudi. Aku yang diincarnya, kera itu lebih tinggi dari anak SMP. Dia dapat menyebarkan rabies."

"Oh di sini kalian rupanya," ucap Reza sambil membawa makanannya.

Pemuda berdarah Bugis dengan tinggi badan 171 cm itu adalah rekan Tamyiz dalam klub sepak bola. Dia memiliki kumis tipis dan jenggot di dagu yang baru tumbuh. Rambutnya terlalu panjang sehingga Reza memutuskan untuk bolos dari upacara.

"Mau ikut aku tidak? setahuku tempat ini kurang aman dari sergapan anak-anak OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah, ekstrakulikuler murid yang membantu tugas guru)." jelas Reza. Mengajak keduanya untuk pergi ke belakang Gedung Drum Band pada area pojok sekolah.

Pada hari pertama tahun ajaran baru. Murid-murid kelas 1 berbaris pada barisan yang terpisah dari kelas 2 dan kelas 3. Selain murid baru, Hamdan menjadi perhatian semua siswa sekolah SMA Darul Saad.

Bukan hanya karena dia mengenakan atribut berupa dasi dan badge yang berbeda dari sekolahnya. Tidak ada satupun di antara anak-anak kelas 3 yang mampu mendekati tinggi badannya. Nanang yang bahkan mendapat julukan sebagai Tiang Basket hanya setinggi hidungnya.

Julukan itu sudah pasti akan segera berpindah dan tersemat pada dirinya. Mawar pun dihadapkan pada situasi serupa dengan Abangnya. Upacara bendera pertama yang dirutinkan setiap hari senin terus berjalan dalam keadaan khidmat.

"Demikian yang bisa saya sampaikan, tanamkan rasa disiplin seperti yang bapak bilang tadi. Kalau kalian tidak punya kedisiplinan dalam diri, sudah lulus mau jadi apa? tidak ada perusahaan yang mau menerima orang pemalas. Pepatah mengatakan rajin pangkal kaya, malas pangkalnya bodoh. Paham tidak!?" lanjut Bapak Sutanto selaku Kepala Sekolah.

"Paham!" serentak jawab murid-murid.

"Mana ini suaranya, hari pertama sudah kurang sarapan semua. Danton paham tidak?"

"Paham!" teriak ketiga Danton dengan lantang.

"Paham tidak!?"

Mereka semua menjawabnya dengan lantang. Termasuk murid-murid yang dihukum karena keterlambatan atau sebab lain di sebelahnya.

"Bagus ingat pesan bapak ... lambe satumang kari sutemang pepatah Jawa yang memiliki arti, orang yang sudah berkali-kali dinasihati tapi tidak juga didengarkan. Diterima nasihatnya nggeh, dengan mengucap salam. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Bapak Sutanto mengakhiri penyampaian amanat upacara.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." ucap para siswa membalas salam.

"Kepada Pembina Upacara, hormat grak!"

Setelah aba-aba terakhir dari Pemimpin Upacara, seperti biasa upacara bendera langsung dibubarkan kecuali anak-anak yang mengikuti ospek. Mereka akan dipandu oleh Supriyanto sementara Hamdan mencari keberadaan Tamyiz dan Jhoenza ke kantin.

"Ini bu piringnya," ucap Reza.

"Kalian bertiga lamo nian makannya. Nasi itu tak karas (keras)." dengus Meytanti agak marah mendapati aksi kenakalan mereka.

"Hehe tidak apa-apa Bu ... jujur tadi kami keasyikan main ponsel," ucap Jhoenza.

"Anak zaman sekarang, apa-apa ponsel."

"Hamdan ke sini!" sahut Tamyiz melihat Hamdan mendekati mereka bertiga.

"Ho kalian di sini, kenalkan namaku Hamdan Bahmanah. Aku kelas 3 tapi entah di mana. Saat aku tanya Guru tadi mereka bilang belum diberitahu."

"Santai saja memang seperti itu di sekolah kami bang. Baru jam 9 nanti pembagian kelasnya. Ini masih jam 8. Kalau seminggu di Darul Asad ini kelas 2 dan 3 bisa santai."

"Berarti pulang cepat nanti. Kalian bertiga ikut ekstrakulikuler sepak bola kan?"

"Betul hari ini nanti latihan bang. Si Jho tidak ingin melanjutkan bulu tangkis lagi dan Tam, kau mau latihan di mana hari ini?"

"Ya mau bagaimana lagi. Fokus saja pada satu tujuan." ungkap Jhoenza tetap percaya diri untuk mengejar cita-citanya menjadi atlet.

"Sepak bolanya libur dulu Reza. Karena kalian memaksaku maka aku sudah memutuskannya ... Abang Hamdan bersiaplah," tegas Tamyiz.

"Akhirnya kau berani juga Tam." ucap Hamdan tersenyum kecil.

"Kapan aku pernah memaksamu hey, madaki."

Tang!

Besi yang di gantung pada kantor kepala sekolah berbunyi memasuki jam 9. Mereka berempat pergi ke mading pengumuman untuk melihat daftar nama-nama dalam shuffling kelas. Dino mendecakan lidahnya saat tahu dia sekelas lagi bersama Tamyiz di kelas 2-C.

—>

Terpopuler

Comments

yanti Adjaa

yanti Adjaa

up thor

2024-07-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!