Bab 14 - Menuju ke Sekolah

Tiga hari lagi kegiatan belajar mengajar di awal tahun ajaran baru akan dimulai. Dia telah membeli tiket bus untuk berangkat dari Pagaralam Kota menuju ke Palembang. Tamyiz yang sedang membereskan barang bawaannya lupa di mana dia menaruh kunci ruangan kos.

"Abang sedang cari apa?" Dilara memperhatikan Tamyiz yang membuka lemari di ruangan tengah.

"Bukan urusanmu!" itu yang terpintas dalam benak Tamyiz. "Oh sedang cari kunci ruangan kos kabe tahu di mana?" tetapi kata-kata ini yang terucap dari mulutnya.

"Mungkin ditaruh di tas atau dimana ... mau adik bantu," tanya Dilara.

"Biar aku sendiri, benar katamu tadi." Tamyiz segera masuk ke kamarnya, tidak mempedulikan Dilara yang termangu.

Puk!

Saat membuka lemari dan mencari-cari di bagian atas, tangannya secara tidak sengaja menjatuhkan album yang berada di pucuk.

Foto-foto di awal halaman menampilkan kelahiran kedua Abang kembarnya yang masih kecil, senyuman manis dua balita itu dapat membuat siapa saja yang melihatnya luluh. Mereka berdua kulitnya cerah dan berwajah tampan seperti Ayah mereka.

Mata Tamyiz memandang pada sebuah foto ketika dirinya masih berusia 2 tahun dulu. Wajahnya sangat mirip dengan Ibunya, bisa dikatakan Imah bukan wanita yang cantik. Hidungnya pesek dan alisnya terlalu tipis, ciri wajah yang diwariskan kepada sang putra ke-3.

Tamyiz sebagai balita kecil berdiri di atas timbunan pasir dengan raut wajah hendak menangis. Dia memegang botol susu di tangan kanannya. Cuaca di dalam foto agak gelap kelabu, suasananya mendung. Imah pernah menceritakan bahwa sejak saat itu dia tidak suka terkena sinar flash dari kamera.

Pemuda itu sejenak melupakan apa yang sedang ia kerjakan dan membalik halaman demi halaman. Senyumannya seketika menjadi sinis tatkala dia melihat foto Dilara yang baru lahir, meskipun Tamyiz tidak membenci adiknya tapi entah bagaimana ia merasa demikian.

Mungkin Tamyiz sudah membencinya sejak perubahan sifat Kenan yang drastis, tetapi pemuda itu tidak mau mengakui. Tampak pada beberapa foto selanjutnya, diperlihatkan Dilara sedang berlari setelah melempar tepung terigu ke wajah kakak-kakaknya. Kenangan indah itu hanya dahulu, sekarang dia merasa muak memandangnya.

Fisik Dilara sangat berbeda dari keluarganya. Kulitnya berwarna sawo matang, Tamyiz dan kedua abangnya berkulit kuning langsat. Dia memiliki tubuh yang kecil serta sangat mudah merasa lelah, berbanding 180° dengan ketiga saudaranya.

Semakin banyak halaman selanjutnya dibuka, maka dia akan bertambah geram. Tamyiz menyudahi kenangan-kenangan itu dengan menaruh album ke tempatnya semula. Setelahnya dia baru ingat kalau kunci kamar kosnya ada dalam saku celana pramuka miliknya.

"Duh pikun ... apa di tahun ini aku harus ikut klub badminton?" gumam Tamyiz.

Keinginannya untuk kembali bermain bulu tangkis bertambah kuat semenjak pertandingan persahabatan beberapa hari lalu. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa mereka sukses menggelar acara olahraga itu secara sungguhan di dalam kampung.

Barang terakhir telah dimasukan ke dalam koper. Sejenak Tamyiz memandang ke perlengkapan bulu tangkisnya di masa kecil. Dia ingin mengayunkan raket itu, tetapi membatalkan niatnya. "Ah jangan masih belum," gumamnya.

"Anakku uang penjualanmu dari Pak Sarwono kemarin pacak (bisa) pinjam tak?" Imah menginginkan sesuatu.

"Boleh Umak tapi katakan kuday (dulu), siapa Ubak dari Dilara yang sebenarnya?" Tamyiz ingin kejujuran Ibunya lagipula, dia selalu memberikan uang kepada mereka.

"Abang ini ada-ada saja, baru 6 bulan dia datang kemari bisa lupa? Ayah kita ya jelas Kenan Ankara." Dilara menghampiri kedua, dia tidak paham maksud daripada perkataan kakaknya.

"Aduh Tamyiz kalau kau habis mimpi buruk, besok saja berangkatnya. Ibu kesepian nanti kalau kalian berdua terlalu cepat bersekolah," jawab Imah.

"Kita ini Keluarga Ankara bukan keluarganya Om ... maksudku Mang Fajar," Dilara tidak sengaja mengeluarkan logat ala Jakarta Selatan. Gadis itu menganggap bahwa Tamyiz sedang berusaha untuk mencairkan suasana tapi gagal.

'Bohong' itu yang tersirat dari tatapan Tamyiz. Imah sedikit banyak dapat menebak apa yang mungkin ada dalam benak putranya saat ini.

"Iya dan ini uang jajanmu ya Dilara. Baik-baik dengan Ibu," Tamyiz berusaha tersenyum meskipun telinganya memerah. Dia segera memakai sepatunya.

"Eh sebentar ... Abang tidak mau sarapan dulu? sudah Dilara buatkan pempek lenggang," sahut Dilara.

"Aku buru-buru Dilara. Kedai mie ayam di sepanjang jalan banyak," pungkas Tamyiz.

Tamyiz segera beranjak dari rumahnya dengan tatapan tajam terarah ke depan. Pemuda itu akan menunggu kedatangan mobil travel untuk menjemputnya ke pusat kota di perbatasan kampung.

"Assalamualaikum," Asnawi mendekat agar ekspresi wajah cicit kesayangannya itu kelihatan.

"Waalaikumsalam, maaf Datuk." Tamyiz tidak menyadari kehadirannya karena terlalu fokus bermain gim online.

"Hoho aku rasa bulan ini sudah waktunya masuk sekolah ya ... ah penasaran rasanya ingin bersekolah di zaman kalian. Sudah lama sekali seragamku hilang ... dulu Kake-- eh Datuk hanya sempat SD waktu Soekarno memerintah."

"Benar Datuk sekarang sudah waktunya cicitmu ini bertemu dengan guru-guru yang mata duitan itu."

"Haha kabe pun ingin menjadi pemain bulu tangkis karena ada uangnya. Nak Tamyiz apa masalah Cucuku yang kemarin belum selesai?" Asnawi mulai serius.

"Jangan khawatir Datuk, Ayahku berbalah kemarin hanya minta uang untuk mabuk seperti biasa. Pertengkarannya dengan Ibuku adalah penyebab dia sering mabuk-mabukan, terkadang Adikku nakal dan hiperaktif."

Tamyiz tidak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan Buyutnya, apabila dia menceritakan semuanya.

"Masalah rumah tangga, tidak bijak orang tua ikut campur. Untuk ... siapa adikmu?"

"Dilara adik perempuanku."

"Adikmu itu terlalu dimanja, kabe pun harus ikut mendidiknya sebagai seorang Abang."

Tin!

"Sudah sampai cia lah!" ucap pengemudi mobil.

Tamyiz mengucapkan salam kepada orang tua itu sebelum menaiki kendaraan. Asnawi membusungkan dada sambil mengambil nafas panjang. "Tamyiz Cicitku hati-hati," teriaknya lantang saat mobilnya semakin menjauh.

"Wah orang tua itu kekar nian. Berarti anak ini pasti keturunannya," puji si pengemudi mobil dalam hati.

Perlahan kampung itu hilang dari pandangan, kemudian mobil melaju melewati beberapa kampung tetangga. Jalan menuruni lembah dilalui dan tanjakan curam dilewati. Mobil travel itu berhenti di tempat pemberhentian bus.

"Menuju ke sekolah ... padahal coba saja aku pergi menjual pisang hari ini. Mungkin lebih laris dari kemarin," gumam Tamyiz memandang ke luar bus.

Uh Uh!

Seekor kera besar berwarna hitam kecoklatan tiba-tiba mengamuk dari balik semak-semak. Hewan itu menampakan taring dan berlari dengan empat kaki mengejar bus yang melaju agak lambat karena jalannya yang curam dipenuhi pepohonan.

Buk!

Lemparan keras yang kurang terarah itu mengenai bagian tengah bus. "Itu pasti siamang besar yang diincar warga kampung, kenapa bisa sampai Lahat!?" gumam Tamyiz sempat berpikir bahwa hewan tersebut mengincarnya.

Dia mengambil beberapa gambar dan mengirimkan foto ke grup pesan chat sebelum siamang tadi kembali bersembunyi di balik hutan.

Brum!

Supir mengira bahwa kendaraan sedang diincar kelompok penjahat. Menyebabkan sebagian penumpang mabuk darat. Bus baru melambat 1 jam setelah kera itu menyerang, Tamyiz sudah sampai di Kabupaten Lahat.

Sepanjang perjalan pemuda itu melihat bangunan perkotaan, rumah di perkampungan, hutan rimbun, kebun kelapa sawit dan berbagai tempat lain dari balik jendela bus. Duhai perjalanan menuju ke sekolah, betapa jalan yang panjang sekaligus melelahkan.

—>

Terpopuler

Comments

Taruna

Taruna

Izin thor, mau baca dgn pengalaman beda, coba baca karya fantasi novelku; "Tuhan Berkahi Dunia Ini". Selain ngerasain dari sudut pandang pembaca kalian juga diajak ngerasain jadi Pencipta dunia ini. Setiap firman yang ada dicerita ini murni karangan semata.

2024-07-10

0

Zahmaa

Zahmaa

apa ini kak😁

2024-07-09

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!