Tanaman yang akan dipanen mereka bertiga pada tahun ini adalah pisang. Kebun berada cukup jauh dari luar kampung, Jarak tempuh ke tempat itu apabila menggunakan kendaraan roda empat sekitar 15 menit lamanya.
Saat rumah panggung dari penduduk baru pindahan ke kampung mereka terlihat, Aziz menginjak sedikit rem truk dan mematikan mesin. Dia turun dari kendaraan untuk basa-basi terlebih dahulu dengan pemilik rumah.
"Kalian berdua cia (ayo)," seru Aziz.
"Kau saja Jho," Tamyiz menahan sakit sembari menutup wajahnya lalu membaringkan tubuhnya.
Jhoenza telah lama mengetahui kondisinya, Tamyiz kadang-kadang dia merasakan sakit yang hebat di kepala bagian kanannya. Sampai saat ini, Tamyiz belum pernah bercerita apa penyebab kepeningan yang dideritanya kepada sahabatnya tersebut.
"Si Tam mane Jho, tak galak (boleh mau/suka tapi lebih dominan untuk mengungkap suka) die?" tanya si Pemuda yang telah putus sekolah itu.
"Bukan macam tu, die Sakit jangan diolahi (diganggu), biar Tamyiz istirahat." jawab Jhoenza memaklumi keadaannya.
"Alasan je, dia mau tidur sehabis ronda semalam. Sudah jelas Tam tampak sehat tadi. Oh ya Bapak Komisaris Sharjah boleh aku kenalkan temanku? maaf ya pak teman yang satunya berhalangan datang."
"Tidak perlu terlalu formal nak Aziz, aku lahir, kecik (kecil) dan besak (besar) di kampung ini. Anggap saja sedang besanjo (bersantai) ke rumah paman sendiri. Nanti sehabis shalat isya kalau si Tamyiz sudah baikan, jangan lupa ajak ke pengajianku."
"Iye Om nanti aku sampaikan ke anaknya."
Tanpa perlu dipanggil, Alya segera keluar untuk menyuguhkan teh kepada mereka berdua tetapi keduanya dengan cepat menggelengkan kepala.
"Maaf hanya ada teh, tak mengapa kan?" ucap Alya.
"Ah tidak perlu repot-repot, kami sudah kekenyangan." Jhoenza memberanikan diri untuk menjawabnya.
"Namaku Alena Alyana Anadia sering dipanggil Alya," setelah berkenalan Alya membawa gelas teh dan masuk ke dalam. Ekspresi Jhoenza tidak dapat berbohong, kecantikan gadis yang baru duduk di kelas 3 SMP itu seakan membuatnya hanyut.
"Putraku Hamdan saat kami masih di tinggal di Kota dia senang kalau ada waktu luang pergi bekerja untuk tambahan uang saku. Apa kalian bisa membantunya?"
Tanpa pikir panjang Aziz segera menyanggupi permintaan itu. Sharjah memanggil putranya itu untuk berkenalan dengan mereka berdua.
"Assalamualaikum." Hamdan keluar membuka pintu. Kepala pemuda itu hampir menyentuh plafon kayu rumah.
"Waalaikumsalam," Aziz dan Jhoenza menjawab salam itu bersamaan.
Keduanya terbelalak dan bertanya-tanya dalam benak mereka. Apa menu makanan dari putra pertama Ubak Sharjah (Ayah/Bapak) itu sampai tinggi badannya dapat mencapai hampir 2 meter.
"Luar biasa, batman kalau kata si Tamyiz." puji Aziz.
"Hahaha aku jadi semakin penasaran dengan Tamyiz ini. Baiklah kau ikut dengan mereka ya belajar bekerja dan beradaptasi di lingkungan baru. Umurmu sudah 17 tahun."
"Kalau boleh tahu bayaran part time-job (kerja paruh waktu) ini berapa?" Hamdan bertanya pada mereka.
"Sudah ikut saja dulu, kebiasaan." tukas Sharjah.
Hamdan sebenarnya ingin menolak tapi tidak berani melawan perintah Ayahnya itu. Aziz segera membuka pintu truk dan mendapati bahwa Tamyiz tertidur.
Brak!
"Taun apa lagi," ketus Tamyiz setelah telapak tangannya ditumbuk pelan oleh Aziz.
"Bangun ... ada tambahan orang untuk panen," ucap Aziz.
"Kenape tidak bilang kuday (dulu/lampau) aku pemilik kebunnya," balas Tamyiz mulai emosi.
"Kabe pun tidak mau turun tadi, sudahlah ini hanya perkara sepele. Aku juga ingin memberi kesan yang bagus kepada Pak Sharjah."
Sifat Aziz yang suka sembarangan kadang membuatnya merasa kesal tetapi Tamyiz lebih memilih untuk mengalah. Mereka berdua dapat dikatakan sepupu yang memiliki ikatan darah yang cukup dekat.
"Malah bebalah," ujar Jhoenza samar-samar mendengar perkataan mereka.
"Berbalah itu apa," tanya Hamdan.
"Artinya adu mulut, di Jakarta sehari-hari pakai bahasa eloh guweh sawadikap bokap."
Hamdan tertawa terbahak-bahak saat mendengar perkataan Jhoenza yang mencoba menirukan bahasa gaul dengan logat daerahnya.
"Benar tapi tidak pakai 'h' kalau aku lebih fasih berbahasa Sunda. Karawang sehari-hari memang agak berbeda dari Jakarta bahkan setiap daerah sana memiliki bahasanya sendiri."
"Berarti Karawang ini masih satu provinsi."
"Mungkin ... kedepannya ada beberapa orang politik yang membuat wacana ingin meluaskan Jakarta terutama setelah pusat pindah ke Kalimantan. Jhoenza siapa pemain badminton favoritmu."
"Eh ... tiba-tiba bertanya itu, kalau aku dari dulu senang dengan Sinisuka Ginting. Dia sangat hebat saat menghabisi Victor Axelsen di All England 2024 haha, si Alien juga tidak sadar kalau sudah masuk masanya pensiun."
"Ginting bisa menang karena skor rally yang kontroversial."
"Mate kabe sudah jelas di rekaman highlight pertandingan. Coba lihat kalau tidak percaya," Jhoenza mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan memutar video wawancara Ginting beberapa hari seusai pertandingan.
—>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
luneshan
hm bahasa banyak pake bahasa daerah ya. agak susah di cerna. tapi ceritanya lumayan seru /Hey/
2024-07-23
3