"Ayah," panggil Gina sambil mengetuk pintu dengan lemah.
"Iya sayang," Heru Pramudya ayah Gina membukakan pintu.
Dia shock melihat putrinya itu sudah tergeletak di depan pintu. Heru menggendong Gina menuju kamarnya.
"Bik, bibi tolong telepon dokter Fikri." panggil Heru kepada Bik Surti.
"Baik Tuan."
Setelah hampir setengah jam menunggu akhirnya dokter Fikri datang. Dokter Fikri adalah dokter keluarga kepercayaan keluarga Gina sejak dahulu, selain handal dokter adalah teman sekolah ayah Gina.
"Gimana keadaan anakku Fik?" tanya Heru cemas.
"Dia tidak apa-apa, hanya shock aja. Trauma dalam dirinya muncul kembali."
"Trauma masa kecilnya, dia melihat dua kali kejadian yang membuatnya hampir drepesi itu."
Heru menjadi sedih melihat putrinya kembali mengingat dua kejadian yang merenggut nyawa mama dan kakaknya di depan matanya.
"Sebisa mungkin jauhkan dia dari hal-hal yang mengingatkan tentang dua kejadian itu," pesan Dokter Fikri.
"Ok, makasih ya."
"Sama-sama Her, kalau ada keluhan lagi langsung saja ke rumah sakit."
"Siap."
♤♤♤♤♤
"Daaaa, aku mau pergi sama Kak Vian," pamer Gina sama Galih kakaknya yang ke dua.
"Aku juga mau pergi sama ayah, Weeekkk,"Galih menjulurkan lidah.
"Kak Vian ayoo, nanti keburu selesai bazarnya," Gina menarik tangan Vian.
"Iya sayang. Yah berangkat dulu ya,"Vian mencium tangan ayahnya. "Kamu beneran nggak ikut?" Vian mengusap rambut Galih.
"Nggak mau sama ayah aja."
"Assalamualaikum." Gina dan vian memberikan salam kepada Heru dan Galih.
Hari yang di tunggu-tunggu Gina setelah hampir satu tahun dia tak bertemu Vian, dia ingin ke bazar yang di adakan di dekat taman kota. Hampir satu hari mereka berdua menghabiskan waktu bersama.
"Pulang yuk," ajak Vian.
"Ok. Tapi aku mau beli susu kotak dulu."
"Iya, kita beli di supermarket depan ya," Kata Vian sambil membukakan pintu mobil untuk adik kesayangannya.
Vian menghentika mobilnya di depan supermarket, kemudian membelikan semua barang yang diminta oleh Gina.
"Masih ada yang kurang nggak?" tanya Vian.
"Oh iya, coklat. Kak galih suka banget sama ini," Gina mengambil dua coklat lalu menunjukan kepada Vian.
"Kak Galih apa kamu?" Vian mengusap kepala Gina karena gemas.
"Kak Galih, bener Gina nggak bohong," Gina mengangkat dua jari membentuk V, di tambah muka serius yang membuat Vian semakin Gemas.
"Iya sayang, kasih mbaknya gih."
"Yeeey... jajannya banyak," Gina girang.
Sepanjang perjalanan pulang Gina tak berhenti bicara. Segala hal yang di ingin tahu di curahkan malam itu bersama Vian.
"Kak, itu motor kenapa kebut-kebutan di jalan kalau jatuh gimana?" tanya Gina dengan polosnya.
Vian hanya terdiam, dia belum bisa menjelasan lebih detail pertanyaan Gina. Dia takut Gina salah mencerna apa yang di katakannya. Karena tak semua geng motor itu rusuh.
"Kak, ibu itu kasihan?" tanya Gina saat melihat seorang perempuan paruh baya di ganggu oleh pengendara motor yang ugal-ugalan.
Vian menghentikan mobilnya,dia memcopot sabuk pengaman dan segera turun.
"Kakak mau ke mana?" cegah Gina.
"Kak Vian mau bantuin ibu itu."
"Jangan Kak, nanti kalau kakak kenapa-kenapa gimana, Gina nggak mau kehilangan kakak," Gina masih menahan Vian turun dari mobil.
"Gina sayang, Kakak ini calon polisi masa kamu nggak percaya sama Kak Vian. Lagian ada Allah jadi kamu nggak perlu takut," Vian mengelus kepala Gina pelan.
Dalam hati Gina belum rela kakaknya turun membantu ibu-ibu itu. Meskipun dia tahu kalau ada orang kesusahan harus segera di tolong.
"Hai, kalian berhenti," Seru Vian.
"Lo siapa, berani-beraninya nyuruh-nyuruh kita-kita," Kata salah satu pemuda dengan sok jagoan.
"Gue emang bukan siapa-siapa tapi gue nggak akan biarkan kalian berlaku seenaknya dengan orang lain."
"Bacot!"
"Hajar."
segerombolan orang menyerang Vian, semakin lama Vian semakin kuwalahan. Mereka seperti tak ada habisnya, mereka mengerahkan semua anggota geng motor untuk mengeroyok Vian.
Gina sudah mulai panik, dia telepon ayahnya sambil turun dari mobil.
"Polisi,' teriak Ibu separuh baya itu.
semua orang langsung kabur, kecuali satu orang yang masih saja menghajar Vian yang sudah tak berdaya.
"Kak Vian," teriak Gina sambil berlari mendekati Vian. Tangannya yang kecil menarik orang yang memukuli Vian.
"Lepasin Kak Vian," Rengek Gina.
"Minggir," orang itu menghempas Gina sampai terpental jauh.
"Berhenti," ibu itu memukul dengan kayu di punggung orang itu.
"Sialan."
Orang itu melepaskan Vian lalu bali memukul ibu itu. Dia mengambil pisau dan siap menancapkan perempuan yang sudah berdarah karena pukulannya. Vian berusaha bangkit dan langsung menolong ibu itu, Hingga pisau menancap di perut kanannya.
"Kak Vian," teriak Gina histeris.
Anggota genk motor itu kabur, setelah nafsunya untuk menghajar orang terpenuhi. Tanpa rasa kasian dia meninggalkan dua orang yang nyawanya di habisi.
"Kak Vian bangun, kakak bangun," Gina menangis tak ada hentinya.
Mobil ambulan beserta polisi datang, Gina langsung di gendong oleh ayahnya, dia tak henti menangis sambil memnggil nama Vian hingga akhirnya dia pingsan.
Sesampai di rumah sakit, nyawa Vian dan ibu Fera, yang di ketahui dari kartu identitasnya itu meninggal dunia.
Gina semakin shock, dia tak bisa percaya kakaknya meninggalkan dirinya selamanya.
Gina bangkit mendekati seorang anak laki-laki yang hanya diam tak bergeming melihat ibunya yang terbujur lemas di kasur.
"Kamu anak laki-laki kan, kenapa diam saja melihat ibu kamu di sakiti. Kenapa kamu tidak melawan. Kenapa kamu tidak membantu kakakku. Hingga dia meninggalkan aku," Gina marah besar.
"Aku, a-ku," anak laki-laki sepantaran Gina itu hanya mampu mengucap kata aku dengan badan bergetar. Dia sangat ketakutan, dan shock melihat apa yang di lihatnya namun dia tak bisa berbuat apa-apa.
"Sayang, kamu tidak boleh bilang seperti itu," Heru mendekati Gina.
"Tapi gara-gara dia, Kak Vian meninggalkan kita," Gina menangis sejadi-jadinya.
"Bukan karena dia, tapi karna takdir. Allah lebih sayang sama Kak Vian. Galih ajak adik kamu istirahat dulu," Heru meminta Galih membawa Gina pergi agar tak lagi menyalahkan anak laki-laki yang juga korban.
"Maafkan anak Om ya, dia terlalu sayang sama kakaknya. Oh ya, keluarga kamu mana?" tanya Heru, anak kecil itu hanya menggeleng pelan.
"Nama kamu siap?"
Anak kecil itu tak menjawab langsung kabur meninggalkan rumah sakit, Heru mengejarnya namun dia kehilangan jejak saat berada di parkiran.
"Larinya cepat sekali. Kasian, semoga mentalnya tidak terganggu," katanya lagi sambil masuk lagi ke dalam rumah sakit.
Hari itu adalah hari kebahagiaan Gina sekaligus hari kehancuran hatinya, Gina yang awalnya ingin merayakan kepulangan kakaknya berubah menjadi petaka.
Gina menjadi orang yang pendiam dan mengurung diri. dia sering menjerit ketakutan saat mendengar deruan motor dengan keras.
Dan Hari ini, kisah itu kembali terlintas di otaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 379 Episodes
Comments
Astri
hanan
2024-06-02
0
Umimygd
anak laki* itu pasti hanan...
2020-05-21
10