Kazumi berdiri dengan susah payah, menggenggam senjatanya sebagai penopang sementara ia mengatur napas.
Memandang sekelilingnya, ia melihat kondisi tim yang terluka parah. Kars terhuyung-huyung dengan perisai yang penyok.
Chen menghapus darah dari dahinya, Rex merintih sambil memegang lengannya yang terluka, dan Jofir terbaring lemah di tanah, wajahnya pucat.
Kazumi menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan sisa kekuatannya. Ia mengeluarkan sebuah kristal penyembuhan dari sakunya, kristal itu berkilauan dengan cahaya lembut.
"Semua orang, kumpul di sini," katanya dengan suara serak.
Timnya, meskipun terluka dan kelelahan, merangkak mendekat ke arah Kazumi. Mereka duduk atau berbaring di sekitarnya, dengan napas terengah-engah.
Kazumi mengangkat kristal itu di atas kepalanya, memusatkan pikirannya pada mantra penyembuhan yang telah dia pelajari dengan susah payah.
"Cahaya penyembuhan, datanglah kepadaku. Pulihkan kekuatan dan kesehatan kami," gumamnya, matanya terpejam.
Kristal itu mulai bersinar lebih terang, memancarkan cahaya lembut yang menyelimuti mereka semua.
Perlahan-lahan, mereka merasakan kehangatan dan kedamaian yang mengalir melalui tubuh mereka.
Luka-luka mulai menutup, memar memudar, dan rasa sakit berkurang. Kars merasakan kekuatan kembali ke tubuhnya, memungkinkan dia untuk berdiri tegak kembali.
Chen menghela napas lega saat kepalanya yang berdenyut-denyut mulai membaik.
Rex merasakan lengannya yang patah mulai menyatu kembali, dan Jofir membuka matanya, merasakan Essence miliknya kembali.
Shizumichi merasakan nyeri di tubuhnya berkurang, dan kekuatan mulai kembali ke anggota tubuhnya yang lemah.
"Kau benar-benar hebat, Kazumi," katanya dengan senyum lelah.
Kazumi, dengan wajah berkeringat dan tubuh yang gemetar karena mengeluarkan banyak Essence, tersenyum kembali.
"Ini adalah tugas kita untuk menjaga satu sama lain. Kita tidak bisa melanjutkan tanpa saling mendukung."
Dengan kondisi yang lebih baik, mereka semua bangkit perlahan. Meskipun masih merasakan efek dari pertempuran yang brutal, mereka merasa lebih kuat dan siap untuk melanjutkan perjalanan.
Jofir, yang sekarang merasa lebih baik, menepuk bahu Kazumi. "Terima kasih, Kazumi. Kau benar-benar penyelamat kami."
Rex mengangguk setuju. "Tanpamu, kita mungkin tidak bisa melanjutkan."
Chen, yang sekarang bisa berdiri tanpa terhuyung, menambahkan, "Kazumi, kau adalah jantung dari tim ini. Kau yang menjaga kami tetap kuat."
Kazumi tersenyum malu, tetapi merasa bangga. "Kita semua saling membutuhkan. Mari kita lanjutkan perjalanan kita dan selesaikan misi ini."
Dengan semangat baru, mereka semua bersiap melanjutkan perjalanan.
Frost Titan telah memberikan mereka ujian yang berat, tetapi mereka berhasil mengatasinya bersama-sama.
Kini, dengan kekuatan yang telah pulih, mereka siap menghadapi tantangan berikutnya, apa pun itu.
Mereka meninggalkan lembah es yang sekarang sunyi, melanjutkan perjalanan mereka dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya.
Di depan mereka, masih banyak rintangan yang harus dihadapi, tetapi mereka tahu bahwa selama mereka tetap bersatu, tidak ada yang tidak bisa mereka taklukkan.
Dengan tubuh yang mulai pulih dan semangat yang terbarukan, tim mulai melanjutkan perjalanan mereka meninggalkan lembah es.
Langit cerah dan sinar matahari memantul dari salju, menciptakan kilauan yang indah namun menusuk mata. Shizumichi berjalan di depan, diikuti oleh Kazumi, Kars, Chen, Rex, dan Jofir.
Setelah beberapa saat berjalan, Shizumichi tiba-tiba berhenti dan berbalik, menatap anggota timnya dengan alis berkerut.
"Tunggu, di mana Jakon?" tanyanya, menyadari bahwa salah satu dari mereka hilang.
Semua orang berhenti, melihat sekeliling dengan panik. Jakon, yang biasanya selalu di samping mereka dengan kesigapannya, tidak terlihat di mana pun.
Chen menggelengkan kepala, wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Dia pasti tertinggal di tempat pertempuran."
Rex mengepalkan tangan dengan keras. "Kita harus segera kembali dan mencarinya."
Tanpa berpikir dua kali, mereka berbalik dan berlari kembali menuju tempat di mana mereka bertempur dengan Frost Titan.
Hati mereka dipenuhi dengan kecemasan dan kekhawatiran. Salju yang mereka injak terasa lebih dingin saat mereka berpacu dengan waktu, berharap tidak ada sesuatu yang buruk terjadi pada Jakon.
Saat mereka mendekati lembah es, mereka mulai berteriak memanggil Jakon, berharap dia bisa mendengar mereka.
"Jakon! Di mana kau?" teriak Shizumichi dengan suara yang penuh kekhawatiran.
Ketika mereka tiba di tempat pertempuran, mereka melihat bekas-bekas pertarungan yang masih terasa segar.
Es yang retak, jejak kaki yang dalam, dan beberapa bercak darah yang sudah mulai membeku. Namun, tidak ada tanda-tanda Jakon di sana.
Kazumi berlutut, mencoba mencari jejak atau tanda-tanda keberadaan Jakon. "Kita harus berpikir jernih. Dia tidak mungkin pergi jauh."
Kars mengangguk, matanya menyapu sekeliling dengan waspada. "Mungkin dia terjebak di bawah reruntuhan es atau mencari tempat perlindungan."
Jofir mengeluarkan tongkat sihirnya, mulai merapal mantra pelacak untuk menemukan Jakon.
Cahaya lembut memancar dari ujung tongkatnya, menyebar ke sekeliling mereka. "Semoga ini bisa membantu kita menemukannya."
Mereka semua menunggu dengan cemas saat cahaya sihir Jofir bergerak mencari jejak Jakon.
Beberapa detik yang terasa seperti jam berlalu, sampai akhirnya cahaya itu berkumpul di satu titik, memancar lebih terang.
Ketika cahaya sihir Jofir berkumpul di satu titik dan memancar lebih terang, tim bersiap untuk bergerak ke arah yang ditunjukkan.
Namun, sebelum mereka sempat melangkah, mereka mendengar suara langkah kaki yang terhuyung-huyung di salju.
Semua orang berbalik, melihat sosok Jakon yang muncul dari balik bukit es, menguap lebar dan menggaruk kepalanya yang kusut.
Jakon berjalan dengan santai, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Tim melihatnya dengan campuran kelegaan dan kebingungan.
"Apa yang terjadi, Jakon?!" seru Kazumi, setengah marah setengah lega.
"Kami mencarimu ke mana-mana!"
Jakon menghentikan langkahnya, menguap sekali lagi dan menggosok matanya. "Maaf, teman-teman."
"Aku ketiduran tadi malam. Bangun-bangun sudah sepi," katanya dengan nada polos.
Chen mengangkat alisnya, berusaha menahan tawa. "Kau tertidur? Di tengah pertempuran besar dan serangan Frost Titan?"
Jakon mengangguk, terlihat tidak menyadari kegilaan situasinya. "Ya, aku merasa sangat lelah setelah makan banyak di istana itu."
"Jadi aku menemukan tempat yang nyaman dan... ya, aku tertidur."
Rex menepuk dahinya, setengah frustasi, setengah terhibur. "Kau serius, Jakon? Kami hampir mati melawan Frost Titan itu!"
"Sekarang kita bisa melihat alasannya dengan jelas mengapa pertarungan tadi berjalan sangat sulit..."
"...tanpamu kita semua tidak bisa memperlihatkan potensi penuh."
Shizumichi mencoba untuk tidak tertawa, tetapi gagal. Dia tertawa terbahak-bahak, membuat Jakon semakin kebingungan.
"Kau benar-benar tahu caranya membuat mereka khawatir, Jakon."
Jofir, yang sebelumnya cemas, sekarang tertawa geli. "Kau mungkin satu-satunya orang yang bisa tidur nyenyak di dalam istana yang berisik dengan suara keempat gadis dari pria sialan bernama Naoya itu."
Jakon tersenyum malu-malu, menyadari betapa konyolnya situasinya.
"Maafkan aku, teman-teman. Tapi setidaknya aku merasa sangat segar sekarang!" katanya sambil meregangkan tubuh.
Kars menggelengkan kepala, menepuk bahu Jakon. "Baiklah, Jakon. Setidaknya kau aman. Tapi lain kali, jangan tertidur di tengah pertempuran besar."
Semua orang tertawa bersama, rasa lega dan kehangatan menyebar di antara mereka.
Meski situasinya menegangkan, mereka masih bisa menemukan humor di dalamnya, mengingatkan mereka bahwa kekuatan mereka tidak hanya berasal dari keterampilan bertarung, tetapi juga dari kebersamaan dan rasa persaudaraan.
"Dengan Jakon yang sudah bersama kita lagi, mari kita lanjutkan perjalanan," kata Shizumichi dengan senyum di wajahnya.
Mereka semua mengangguk dan mulai bergerak lagi, meninggalkan lembah es yang sunyi.
Meskipun perjalanan mereka masih panjang dan penuh tantangan, mereka tahu bahwa dengan kebersamaan dan sedikit humor, mereka bisa menghadapi apa pun yang datang.
Tim Shizumichi melanjutkan perjalanan mereka dengan semangat yang terbarukan.
Setelah melewati lembah es dan mengatasi Frost Titan, mereka menghadapi salju yang semakin tipis dan suhu yang mulai menghangat.
Seiring perjalanan, lanskap berubah dari hamparan putih menjadi padang rumput yang hijau, dengan pegunungan yang menjulang di kejauhan.
Ketika mereka mendekati kota selanjutnya, kota Dendral, suasana mulai berubah menjadi mencekam.
Asap hitam tebal membubung di udara, dan suara jeritan serta gemuruh terdengar dari kejauhan.
Mata mereka terbuka lebar saat melihat pemandangan yang mengerikan..
Seekor naga besar dengan sisik merah menyala sedang mengamuk di tengah kota, menyemburkan api dan menghancurkan bangunan.
"Ini tidak baik," gumam Chen dengan wajah khawatir.
"Kita harus segera bertindak!"
Rex, dengan kapaknya yang selalu siap, maju ke depan. "Kita tidak bisa membiarkan ini terus terjadi. Aku akan menghentikan naga itu."
Namun, sebelum Rex sempat bergerak lebih jauh, Shizumichi menahannya dengan tangan di bahunya. "Tunggu, Rex."
Rex berbalik, kebingungan. "Kenapa? Kita harus membantu mereka!"
Shizumichi menggelengkan kepala. "Percayalah padaku, ada seseorang yang bisa menangani ini."
Kazumi, yang berdiri di sampingnya, menatap Shizumichi dengan curiga. "Siapa yang kau maksud, Kak?"
"Naoya," jawab Shizumichi dengan tenang.
"Dan keempat gadis rekannya. Mereka ada di sini, dan aku yakin mereka bisa menghentikan naga itu."
"Tidak ada gunanya juga ikut campur jika pada akhirnya... mereka yang mendapatkan keuntungan lebihnya."
Sejenak, timnya terdiam, merenungkan kata-kata Shizumichi. Meskipun hati mereka dipenuhi rasa khawatir untuk penduduk kota, mereka memutuskan untuk mempercayai penilaian Shizumichi.
Dari tempat mereka berdiri, mereka bisa melihat bayangan bergerak cepat di antara reruntuhan dan api.
Naoya, dengan pedang bercahaya, memimpin empat gadis yang mengikuti di belakangnya.
Seorang pemanah dengan busur besar, seorang penyihir dengan kristal yang dia pegang, seorang prajurit bersenjata tinju, dan seorang samurai dengan katana miliknya.
Pertarungan mereka melawan naga terlihat epik. Naoya dengan sigap menyerang titik lemah naga, sementara gadis-gadis lainnya bekerja sama untuk mengalihkan perhatian dan mendukung Naoya.
Pemanah melepaskan tembakan beruntun yang menargetkan mata dan sayap naga, penyihir melontarkan mantra yang membuat naga terpental mundur.
Prajurit dengan tinjunya melompat tinggi dan menghantam naga, dan gadis samurai memastikan bahwa naga itu tidak bisa terbang.
Tim Shizumichi menyaksikan dengan kagum dan kekaguman, menyadari betapa kuat dan terkoordinasinya kelompok Naoya.
Meskipun mereka tergoda untuk bergabung dalam pertarungan, mereka tahu bahwa ini adalah saatnya Naoya dan timnya bersinar.
"Shizumichi, kau benar," kata Rex akhirnya, mengakui ketepatan Shizumichi.
"Mereka memang mampu menangani ini."
"Sudahlah, lebih baik kita cari makanan enak." Shizumichi mengabaikan pertarungan mereka.
Tim Shizumichi memutuskan untuk meninggalkan pertarungan epik itu kepada Naoya dan timnya.
Mereka melangkah menjauh dari pusat kota yang hancur, mencari tempat yang lebih tenang.
Mereka menemukan sebuah kedai kecil di pinggir kota yang masih berdiri kokoh meskipun ada kerusakan di beberapa bagian bangunannya.
Pemilik kedai, seorang wanita tua dengan senyum hangat, menyambut mereka dengan ramah.
"Masuklah, kalian terlihat lelah," katanya.
"Apa yang bisa saya sajikan untuk kalian?"
Shizumichi tersenyum dan mengangguk. "Teh panas dan beberapa camilan, jika boleh."
Wanita tua itu mengangguk dan mulai menyiapkan pesanan mereka.
Sementara itu, tim duduk di meja kayu yang besar, merasakan kehangatan dari perapian yang menyala di sudut ruangan.
Kazumi duduk dengan lega, meletakkan senjatanya di sampingnya. "Ini terasa seperti surga setelah semua yang kita alami."
Kars mengangguk setuju, meregangkan otot-ototnya yang kaku. "Kita memang butuh istirahat ini."
Tak lama kemudian, wanita tua itu kembali dengan nampan berisi teh panas, kopi, dan berbagai camilan.
Ada roti panggang dengan selai, kue-kue kecil, dan potongan buah segar.
Tim menyambut hidangan itu dengan antusias, menghirup aroma teh yang menenangkan dan mencicipi camilan yang lezat.
"Ini luar biasa," kata Chen, menikmati gigitan kue yang manis.
"Kita benar-benar beruntung menemukan tempat ini."
Sementara mereka menikmati makanan dan minuman, dari jendela kedai, mereka bisa melihat bayangan Naoya dan timnya bergerak di sekitar naga yang telah dikalahkan.
Warga kota mulai berkumpul di sekitar mereka, berteriak dan bersorak memberikan apresiasi yang luar biasa. Beberapa bahkan membawa hadiah sebagai tanda terima kasih.
"Naoya pasti mendapatkan banyak pujian sekarang," kata Rex dengan senyum kecil sambil mengangkat cangkir tehnya.
Shizumichi mengangguk sambil mengunyah roti panggang. "Sudah tidak heran, reaksi para NPC itu memang bikin geli."
""NPC?"" Mereka semua kebingungan seketika.
Kazumi menghela napas lega. "Dia melantur, jangan didengarkan."
Mereka semua menikmati momen itu, tertawa dan berbicara tentang petualangan mereka sejauh ini.
Kedai yang tenang memberikan mereka kesempatan untuk mengumpulkan kekuatan dan bersantai.
Sesuatu yang sangat mereka butuhkan setelah pertempuran berat.
Di luar, suara sorakan dan pujian terus berlanjut. Naoya dan keempat gadis rekannya menerima apresiasi dari warga kota, yang kini merasa aman dan terlindungi.
Mereka memberikan pujian kepada Naoya, mengangkatnya sebagai pahlawan yang telah menyelamatkan mereka dari kehancuran.
Sesosok pria bertubuh besar dan kekar mendatangi Naoya, penampilannya terlihat seperti sesosok pahlawan legendaris sampai banyak sekali warga yang mulai kagum dengannya.
"Sudah lama aku tidak bersemangat seperti ini." Ucap pria kekar itu.
"Bagaimana, Naoya muda? Apakah kau tertarik melakukan latih tanding dengan Roy!? Sang pahlawan legendaris yang menaklukkan salah satu panglima raja Iblis?!"
Naoya memasang ekspresi kebingungan seketika, "H-Huh?"
Shizumichi mendengar percakapan mereka semua dimana Naoya menerimanya sampai keduanya langsung pergi menuju lapangan terbuka bersama dengan para warga yang tertarik untuk melihat.
"Sebentar ya." Shizumichi bangkit dari atas kursi lalu pergi mengikuti mereka semua.
Rekannya yang lain tidak menghiraukan kemana dia pergi karena terlalu sibuk menikmati camilan dan berbincang tentang monster terakhir yang harus dikalahkan yaitu Shadow Wraith.
Hanya Kazumi saja yang pergi mengikuti Kakaknya itu karena dia khawatir dirinya akan melakukan sesuatu yang gegabah atau mungkin menyusahkan orang lain.
...
...
Roy meregangkan otot-ototnya itu yang berurat dimana Shizumichi dan Kazumi untungnya tiba pada waktu yang tepat untuk menyaksikan pertarungannya.
"Saudara Naoya." panggil salah satu rekan Roy yang merupakan seorang wanita berambut merah muda.
"Ketika sang pahlawan menemukan orang yang kuat, dia tidak bisa menahan diri untuk melawannya."
"Sejujurnya, itu bermasalah bagi kami."
"Begitu ya---" Bahu Naoya langsung menerima genggaman wanita tersebut.
"Hadapi dia dan beri dia pelajaran!"
"Gunakan semua kekuatanmu!!!"
Naoya memasang ekspresi canggung seketika karena dia tidak menyangka salah satu rekannya itu meminta dirinya untuk mengalahkan pahlawan mereka.
Shizumichi dan Kazumi tiba di lapangan dimana mereka semua mulai menyaksikan pertarungan yang akan dimulai dari jauh.
"Mengapa kau selalu saja tertarik dengan apa yang dilakukan oleh pria itu?" Kazumi bertanya.
"Aku terganggu dengannya. Dimanapun kita berada, kehadirannya itu selalu saja ada." Shizumichi melipat kedua lengannya.
"Pertandingan ini akan terus berlanjut sampai salah satu dari kalian terluka berat atau lawan kalian mengaku kalah."
"Penggunaan sihir diperbolehkan."
"Tapi, penggunaan sihir yang secara langsung untuk menyerang lawan dilarang."
"Apa kalian siap?"
Roy melakukan kuda-kuda bertarungnya, "Jangan menahan diri!"
"Anggap saja ini pertarungan asli, gunakan semua kemampuanmu untuk mengalahkanku!"
Naoya mulai mempersiapkan diri, "Baiklah."
"Kalau begitu, pertarungannya dimulai!" ucap seorang pria tua yang memulai pertarungannya.
"Fall." Naoya menunjuk Roy sampai dia terjatuh.
Shizumichi mengerutkan dahinya kesal, "Sudah kuduga akhirnya akan menjadi seperti ini..."
"Memang benar-benar terkesan karakter utama dalam novel reinkarnasi ya." lanjut Kazumi.
Naoya memunculkan pedangnya itu yang langsung dia todongkan ke arahnya, "Sip, sudah selesai ya."
Dia langsung pergi menjauh dari Roy yang bangkit secepat mungkin, "T-T-Tunggu!"
"Apa-apaan itu?!"
"Salah satu sihirku yang tidak membutuhkan Essence tentunya." jawab Naoya.
"Sekali lagi! Kali ini tanpa menggunakan sihir!"
Naoya tersenyum tipis, mengangkat bahu dengan santai. "Baiklah, jika itu yang kau mau. Kita akan melakukannya tanpa sihir."
Roy menggertakkan giginya, bersiap kembali dalam kuda-kuda bertarungnya.
"Jangan meremehkanku, Naoya! Aku tidak akan kalah dengan mudah."
Shizumichi dan Kazumi, yang mengamati dari kejauhan, saling bertukar pandang.
"Aku penasaran bagaimana dia akan mengalahkan Roy kali ini," kata Kazumi dengan nada penasaran.
"Siap?" tanya pria tua yang tadi memulai pertarungan.
"Mulai!"
Roy segera melompat maju, mengayunkan pedangnya dengan kecepatan dan kekuatan yang mengesankan.
Naoya menghindar dengan mudah, bergerak gesit seperti angin.
Roy terus mengirimkan tebasan demi tebasan, tetapi Naoya selalu selangkah lebih cepat, menghindar dengan gerakan yang elegan dan tak terduga.
"Ayo, Naoya! Hadapi aku dengan serius!" teriak Roy, frustrasi karena tak satu pun pukulannya mengenai sasaran.
Naoya menghela napas, lalu dengan cepat menyelinap di belakang Roy dan menepuk bahunya. "Tenanglah, Roy. Kau terlalu tegang."
Roy berbalik dengan cepat, tapi Naoya sudah bergerak lagi, kali ini merendah dan menyapu kaki Roy dengan gerakan cepat.
Roy kehilangan keseimbangan dan jatuh dengan bunyi berdebum di tanah.
Seketika, Naoya mengunci gerakan Roy dengan cekatan, menempatkan lututnya di punggung Roy dan menahan kedua tangannya. "Sudah cukup, Roy. Kau kalah lagi."
Roy meronta-ronta sebentar, tetapi akhirnya menyerah, mengakui kekalahan dengan wajah yang merah karena malu. "Sial! Bagaimana kau bisa begitu cepat?"
Naoya berdiri, membantu Roy bangkit dengan senyum simpatik. "Kau punya kekuatan yang luar biasa, Roy. Tapi kekuatan saja tidak cukup. Kau harus belajar mengendalikan emosi dan fokus pada strategi."
Shizumichi mengamati dengan cermat pertarungan antara Naoya dan Roy, matanya menyipit penuh ketertarikan.
Dia memperhatikan setiap gerakan, setiap taktik yang digunakan Naoya. Ketika Roy akhirnya mengakui kekalahan, Shizumichi merasa dorongan yang tak tertahankan dalam dirinya.
Dia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk menguji Naoya olehnya sendiri dengan merusak alur yang sedang dia nikmati saat ini.
Dengan langkah mantap, Shizumichi melangkah maju, mengangkat lengannya tinggi-tinggi.
"Naoya!" serunya dengan suara lantang yang menarik perhatian semua orang di sekitar.
"Aku menantangmu untuk bertarung!"
Kazumi terkejut, matanya membesar saat dia melihat Shizumichi dengan penuh kekhawatiran.
"Kakak, apa yang kau lakukan?" tanyanya, setengah berbisik.
Naoya, yang baru saja membantu Roy berdiri, membalikkan tubuhnya dengan alis terangkat.
"Shizumichi? Kau ingin menantangku?" Dia terdengar sedikit kaget, tetapi senyum tipis muncul di bibirnya.
Roy, yang masih mengatur napasnya, menatap Shizumichi dengan mata yang terbakar semangat. "Kau gila, gadis kecil. Kau tidak mungkin menang."
"Kita lihat soal itu."
Shizumichi berdiri tegak, mengabaikan semua tatapan heran dan cemas di sekelilingnya.
"Aku sudah lama ingin mengukur kemampuanku melawanmu, Naoya. Mari kita lihat siapa yang lebih kuat."
Naoya menghela napas, tetapi ada kilatan semangat di matanya. "Baiklah, Shizumichi. Jika itu yang kau inginkan, aku akan menerima tantanganmu."
Kerumunan mulai berbisik-bisik, berusaha memahami situasi yang tiba-tiba berubah ini.
Shizumichi dan Naoya berdiri saling berhadapan di lapangan yang kini menjadi arena pertarungan yang tidak terduga.
"Aturannya sama seperti tadi," kata pria tua yang memimpin pertarungan sebelumnya.
"Tidak ada sihir langsung yang digunakan untuk menyerang lawan. Siap?"
"Berikan dia akses untuk menggunakan sihir." perintah Shizumichi.
"Aku tak keberatan."
"Oh, baiklah. Sihir boleh digunakan untuk pertarungan ini."
Shizumichi memunculkan tongkat brutal miliknya yaitu Tobrut dimana ia langsung tersenyum sinis, "Jangan menahan diri hanya karena aku seorang gadis, Naoya."
"Mulai!" seru pria tua itu, dan pertarungan pun dimulai.
Shizumichi mengangkat Tobrut, yang berkilauan dengan Essence yang mengintimidasi.
Kerumunan di sekitar mereka mengerutkan dahi, tak sabar menyaksikan pertarungan yang akan segera dimulai.
Naoya, dengan pedangnya yang bercahaya, bersiap dengan kuda-kuda yang kokoh.
Naoya bergerak cepat, melontarkan serangan sihir ke arah Shizumichi dengan kecepatan yang mengagumkan.
Kilatan energi melesat ke arahnya, namun Shizumichi menghindarinya dengan kelincahan yang luar biasa.
Dia melompat, berputar, dan berkelit dengan gerakan yang tampak seperti tarian yang indah namun mematikan.
Naoya tidak menyerah, dia meningkatkan intensitas serangannya.
Kilatan petir, bola api, dan ledakan energi terus mengarah ke Shizumichi.
Namun, setiap serangan itu hanya menemukan udara kosong saat Shizumichi menghindar dengan mudah.
Dengan senyum sinis di wajahnya, Shizumichi melompat ke udara, mengayunkan Tobrut dengan kekuatan yang luar biasa.
Naoya mencoba bertahan, mengangkat pedangnya untuk menangkis, tetapi kekuatan Shizumichi begitu besar sehingga dia terdorong mundur beberapa langkah.
"Jangan menahan diri hanya karena aku seorang gadis, Naoya!" seru Shizumichi, suaranya penuh dengan keyakinan dan tantangan.
Naoya mengerutkan dahi, merasakan tekanan dari Shizumichi. Dia melancarkan serangan lain, kali ini menggunakan kombinasi sihir dan serangan fisik.
Namun, Shizumichi selalu satu langkah di depan. Dia menangkis, mengelak, dan membalas serangan dengan kecepatan dan kekuatan yang mengejutkan semua orang yang menyaksikan.
Shizumichi memutuskan untuk mengakhiri pertarungan ini dengan cara yang membuat Naoya benar-benar malu.
Dia melihat celah dalam pertahanan Naoya dan dengan gerakan cepat, dia melompat ke arah Naoya, mengayunkan Tobrut dengan tenaga penuh.
Naoya, yang tidak menyangka serangan secepat itu, terlempar ke belakang dan jatuh keras ke tanah.
Pedangnya terlepas dari genggaman, dan dia tergeletak dengan napas tersengal-sengal.
Kerumunan terdiam terutama pagi keempat rekannya yang tercengang melihat Naoya yang biasanya tak terkalahkan kini terbaring tak berdaya di depan Shizumichi.
Shizumichi menunduk, menatap Naoya dengan tatapan penuh kepuasan.
"Kau terlalu meremehkan lawanmu, Naoya," katanya dengan nada dingin.
"Ini pelajaran bagimu."
Naoya mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak. Dia menatap Shizumichi dengan campuran rasa kagum dan malu.
"Kau memang luar biasa, Shizumichi," gumamnya.
Shizumichi hanya mengangguk, lalu berbalik meninggalkan arena. Kazumi berlari menghampirinya, matanya masih penuh kekhawatiran tapi juga rasa bangga.
"Kau benar-benar membuatnya malu di depan semua orang," kata Kazumi setengah berbisik.
"Itu niatku," jawab Shizumichi dengan dingin.
"Dia perlu belajar untuk tidak meremehkan siapa pun."
Kerumunan mulai berbisik-bisik, membicarakan pertarungan yang baru saja mereka saksikan.
Shizumichi tahu bahwa dia telah mengirimkan pesan yang jelas, dia bukanlah lawan yang bisa dianggap remeh, bahkan oleh seseorang seperti Naoya.
Dengan langkah mantap, Shizumichi meninggalkan arena, merasa puas dengan hasilnya.
Kazumi mengikuti di belakangnya, masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Mereka berdua tahu bahwa pertarungan ini hanya awal dari perjalanan panjang mereka.
Namun, dengan semangat juang yang kuat dan kemauan untuk terus belajar, mereka siap menghadapi tantangan apa pun yang akan datang di depan.
"Tidak mungkin... mustahil..." Naoya merasa kecewa terhadap dirinya sendiri.
"Bagaimana bisa aku kalah?!"
"Dewa sudah menjanjikan kesempurnaan padaku..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Nur
seru nih battlenya lumyn jdi dpt ide
2024-08-06
0
vesuca
bro menjadi mc destruction dari hsr
2024-06-21
0
vesuca
gk bakal sesulit ini kalo si samurainya ada😂
2024-06-21
0