20

Duduk di sebuah taman, dengan hamparan danau buatan di hadapan. Burung-burung berkicauan menyemarakkan suasana. Hembusan angin lembut membelai dan menyejukkan.

Celsa lebih memilih bolos dari sekolah dan menikmati keindahan di depan matanya dengan tenang. Ia melewatkan jam pelajaran terakhirnya. Tak peduli tanggapan orang lain tentangnya.

Seharusnya memang ia tidak masuk sekolah saja hari ini. Rumah tak lagi menjadi tempat yang nyaman untuknya pulang, sekolah pun demikian. Tidak ada ruang untuknya bernafas.

Hanya kesendirian. Ia merasa tenang saat dirinya sendirian.

"Bisa-bisanya lo ketawa setelah nyelakain orang.." ucapan Gama di lab Biologi tadi terngiang kembali.

"Ya gimana dong, emang lucu."

Gama menggeleng tak percaya. "Gue nyesel karena kelepasan nampar lo. Tapi liat lo sejahat ini, rasanya tamparan gue ga cukup buat nyadarin lo."

"Iya, emang gak cukup. Jadi jangan nyesel udah nampar gue. Lo boleh banget kok nampar gue lagi.. Silakan. Gue ga keberatan." tantang Celsa. Ia menahan mati-matian air mata yang mendesak keluar. Juga dada yang sesak luar biasa.

"Depan gue lo bilang udah gak peduli lagi sama Anzel. Tapi lo masih cari masalah sama Meyza gegara Anzel. Maksud lo apa? Lo boongin gue?" cecar Gama.

"Lo tanya sendiri aja sama ibu peri kesayangan lo itu.."

"Gue nanya lo! Jawab yang bener!!" bentak Gama. Kesabarannya setipis tisu jika sudah berhadapan dengan Celsa.

Celsa maju selangkah. "Jangan bentak gue! Gue ga suka dibentak."

"gue gak peduli sama lo, Anzel, dan Meyza. Gue gak peduli sama kalian semua. Terserah tanggapan lo apa tentang gue. Gue ga peduli."

Begitu kalimat terakhir Celsa sebelum ia keluar dari lab biologi dan ijin pulang sekolah lebih awal. Kemudian terdampar di taman dekat rumahnya tempat ternyaman bagi Celsa untuk 'pulang'.

Celsa mengeluarkan seluruh sesak di dada dengan menangis sepuasnya. Ia berteriak dan meraung tak peduli tatapan aneh orang di sekitar. Sakit hatinya seolah diremat kuat. Angannya meninggi kala Gama dan geng 0 begitu baik dan melebur bersama. Ia merasa sedikit punya harapan untuk lebih bahagia.

Namun kini angan itu terhempas. Meyza tentu tak akan begitu saja merelakan Celsa merebut bahagianya. Menjadi bagian dari Geng 0 adalah suatu pencapaian bagi Meyza. Gadis itu tak akan mau berbagi dengan Celsara, meski gadis itu adalah sepupunya sendiri.

...----------------...

Gama datang ke uks untuk melihat keadaan Meyza. Di sana, gadis itu ditemani oleh keempat anggota geng 0 dan juga Alisha. Mereka sedang menertawakan Galtero yang bertingkah konyol. Melihat Meyza yang tampak baik-baik saja membuat Gama lega. Meski begitu, ada perasaan mengganjal yang tidak bisa ia jabarkan.

"Lo baik-baik aja, Mey?"

Meyza tersenyum manis pada Gama. "Eh, Gam.. Iya, gue udah baikan. Tadi udah minum obat dari Bu Heni.."

Gama mengangguk singkat.

Senyum Meyza kian melebar. Ia tau, setelah dirinya keluar dari lab, Gama menampar Celsa demi dirinya. Ingin sekali Meyza menertawakan mantan temannya itu, tapi ia ingat sedang berakting pingsan.

Meyza menatap satu persatu orang di sekelilingnya. Beginilah yang ia harapkan. Anzel dengan senyum hangat berada di sisinya. Gama yang berandalan selalu pasang badan melindunginya. Galtero dan Dion selalu bertingkah kocak menghiburnya. Dan Raka, yang tampak cuek, tapi tak pernah sekalipun jahat atau sinis padanya.

Selebihnya, ia bisa menyandang predikat kekasih dari ketua geng yang digilai semua cewek di sekolah. Kemenangannya ini, kebanggaan ini, privilege ini, mana mungkin ia rela membaginya dengan Celsa. Rival sedari orok, yang begitu merusak mentalnya.

"Mey, lo udah janji kan mau bantuin gue jadian sama Gama.." bisik Alisha, setelah bel masuk berbunyi dan semua anggota geng 0 sudah kembali ke kelas masing-masing. Meyza masih memanfaatkan keadaan dengan bersantai lebih lama di ranjang kecil UKS.

"Iya, tenang aja. Asal lo bantuin rencana gue buat bikin hubungan Celsa dan Gama putus."

"Beres itu mah.." Alisha terkekeh. "Salut gue sama lo, akting lo keren juga, bjir.. Gue tadi beneran panik nyangka lo beneran pingsan."

Meyza hanya tersenyum miring. Melihat reaksi geng 0, terutama Gama, Meyza yakin seratus persen, aktingnya cukup meyakinkan.

Sementara seseorang di balik tirai ruang UKS, diam-diam keluar dari sana setelah mematikan rekaman ponselnya.

...----------------...

Gama melangkah lunglai. Perasaannya tak karuan. Ia sampai mengabaikan teman-temannya yang sudah berkumpul di markas geng 0 sejak jam pulang sekolah tadi, dan justru mengarahkan kemudi pulang ke rumah orang tuanya.

Di saat seperti ini, ia butuh maminya. Anak berandalan seperti Gama pun membutuhkan sang ibu di saat ia galau, gundah gulana.

"Waah.. Anak mami pulang juga akhirnya.." sambut mami Marsya melihat putranya duduk lemas di sofa ruang tamu. Seragam sekolah masih melekat di tubuhnya, lengkap dengan tas dan sepatu.

"Pasti belum makan, kan? Mama kebetulan masak capcay seafood. Kamu mau makan itu aja? Atau mama masakin yang lain?"

Gama menggeleng. "Itu aja, Mi.. Masakan mami semua enak. El mau apa aja.."

Marsya memerintahkan asisten rumah tangga untuk menyiapkan makanan di meja makan. Sementara ia duduk di sisi putranya dan merangkul remaja yang jauh lebih tinggi darinya itu. "Anak mami kenapa keliatan loyo gini? Tugas sekolah banyak? Atau kamu ada masalah lain?"

"El lagi galau Mi.."

Marsya menaikkan alis. Seumur hidup putranya, ini pertama kali dia menggalaukan suatu hal. Marsya ingin menertawai Gamaliel, tapi urung melihat raut gundah anaknya. Hebatnya manusia darah muda satu ini. "Galau kenapa sih? Cerita sama mami.."

"Tapi mami janji jangan cerita ke papi yaa.."

Marsya mengangguk. "Iya, janji."

"El ngerasa bersalah banget mi.. Tadi siang El kelepasan mukul cewek. Padahal akhir-akhir ini, El ngerasa tertarik sama cewek itu. El terus mikirin dia, sering bertingkah aneh buat cari perhatiannya, random banget lah pokoknya.. sampe ngerasa kayak orang gila."

Marsya tersenyum lebar. Dia tidak bisa menutupi rasa harunya, bahagianya.. Anak yang ia lahirkan 18 tahun lalu, kini menjelma jadi remaja yang baru mengenal cinta. "Trus, masalahnya apa sampai kamu mukul dia? Papi udah sering ingatin kamu, jangan jadi pecundang yang tega mukul perempuan. Mami juga gak suka, El.."

Gama memerosotkan tubuhnya lebih dalam lagi di sofa dan menutup wajahnya dengan sebelah lengan. "Makanya Mi... El ga tenang banget rasanya.."

"Dia selingkuh?"

"Ya enggak Mi.. Kita aja belum pacaran resmi. Cuman pacar pura-pura aja.."

"Pacar pura-pura?" Marsya semakin bingung. Apa konflik remaja jaman sekarang serumit ini?

Marsya menjewer pelan telinga putranya. "Kenapa kamu malah ada disini.. Sana temuin dia. Minta maaf sama dia."

Gama menggaruk rambutnya frustasi. Ia kesal pada dirinya sendiri. Ingin marah, tapi tak tau harus melampiaskannya pada siapa.

"Memangnya mami setuju El pacaran sama cewek ga bener?"

"Hah? Apa lagi sih maksud kamu, El..?"

"Cewek yang El taksir ini cewek ga bener, Mi.. Dia tuh ngomongnya kasar, bar-bar, sikapnya juga kayak preman. Trus imagenya di sekolah dia tuh suka party di club-club gitu Mi.. Cari uang dengan cara ga bener juga.."

"Temen kamu kan masih SMA, kenapa dia cari uang sendiri?"

"Dia sudah yatim piatu, Mi.."

"Oh my god.. Kasian dia, El.. Udah begitu kamu tega banget mukul dia.. Dasar anak nakal!" Marsya sungguh-sungguh bersimpati pada gadis yang tak pernah ia temui itu.

"Mami beneran ga masalah El suka sama dia?"

"Mami mau tanya dulu ke kamu, kamu pernah ga liat dia dengan mata kepala kamu sendiri, dia clubbing? Atau dia sedang melayani pria hidung belang?"

Gama menggeleng.

"Kalau gitu belum bisa dikonfirmasi kalau cewek itu ga baik. Image yang beredar kan dari omongan orang, bisa jadi yang ngomongin jelek tentang cewek itu adalah orang yang ga suka sama dia.. Jangan pernah menjudge orang secara sepihak El.. Ada banyak hal di dunia ini yang gak seperti kita lihat atau dengar. Ada banyak sekali cerita dan derita orang lain yang tidak nampak oleh kita." tutur lembut Marsya mampu membuat Gama tergugah. Remaja lelaki itu sampai menegakkan kembali punggungnya.

"Mami yakin, cewek yang bisa bikin anak mami jatuh cinta pasti bukan cewek biasa. Mami percaya sama kamu.. Coba kamu cari tau tentang cewek itu dari orang terdekat dia, dari sahabatnya. Bukan dari teman lain yang tidak kenal pribadinya.."

Gama beringsut memeluk ibunya. "Thanks Mi.. El jadi sedikit lega.."

"Jangan lega, lega aja.. Besok kamu harus cepetan minta maaf sama dia." Marsya bangkit dari duduknya. "Ayo sekarang kita makan. Anak mami ini keliatan makin kurus. Panjang doang kakinya, tapi perutnya rata."

"Bagus dong, Mi.. Buncit, mana keren kalau El buncit.."

"By the way, siapa nama cewek kamu El?"

"Celsa, Mi.. Celsara Arkadinata."

Marsya terlihat berpikir sejenak. "Mami kayak gak asing sama namanya.."

.

.

...----------------...

BERSAMBUNG 🥀

Terpopuler

Comments

Neneng Dwi Nurhayati

Neneng Dwi Nurhayati

bagus Kak, buat pasangan gak tau diri,sama genk dan keluarga nya jauh dari celsa Kak,
kasian celsa. buat celsa kuat dan hebat di luar dengan berdiri sendiri

2024-09-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!