6

Celsa menyeret kaki dengan malas. Pulang sekolah, ia sudah tidak ingin melakukan apapun lagi. Tak betah di sekolah, tidak nyaman pula berada di rumah.

Entah bagaimana hidup yang ia jalani. Dan bagaimana ujungnya nanti.

Tak ada yang membuatnya ingin bertahan. Namun, menyerah pun tidak bisa.

"Gue terima ikut kompetisi debat sama lo bukan karena gue demen sama lo ya.. Gue cuma menghargai miss Stella." Ucapan Gama kemarin terngiang kembali di kepala Celsa.

"Gue juga heran tikus kecil kayak lo bisa lolos test ikut kompetisi debat. Nyogok pake apa lo? Pake selang kangan lo pasti kan.."

"Gue ogah banget kalau harus banyak interaksi sama lo. Kali aja lo punya penyakit karena keseringan diso dok. So, kita belajar masing-masing aja dan ketemu di kompetisi tiga bulan lagi."

"Serah lo." respon Celsa saat itu. Singkat. Padat. Dan tak mau ambil pusing.

Sungguh. Ia baru tau image dirinya di kepala Gama, dan mungkin menurut banyak teman sekolahnya begitu buruk. Apakah ia se-menjijikkan itu? Kenapa masa-masa SMAnya tak seindah stereotip yang ada?

Celsa sangat mendambakan hari-hari cerah dalam hidupnya. Hari penuh tawa, kasih sayang dari seseorang yang juga ia sayangi, perhatian dari orang lain selain Farra dan Tyas.

Celsa mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Menimbulkan sensasi perih di beberapa titik tubuhnya. Menyeretnya pada kenyataan tentang siapa dirinya. Terlalu memikirkan apa yang tidak ia punya semakin meremat jantungnya. Ia tidak boleh berlarut-larut. Kenyataannya, ia memang harus menjalani setiap kelam yang senantiasa mengikuti langkah kakinya.

Menghapus nama Gamaliel yang entah kenapa selalu ada di kepala. Hinaan demi hinaan yang meluncur dari mulut cowok itu tak pernah sedikitpun ia lupakan. Hatinya kian tersayat setiap memori itu berputaran.

................

Gama menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah berpagar kayu. Ia melirik pekarangan luas yang tampak kosong. Tak ada tanaman penghias taman. Rumah besar yang terasa kosong. Hanya ada satu motor sport terparkir di carport.

Ia melirik jam tangannya ketika seorang laki-laki keluar dari pintu rumah. Pukul 20.30. Suara debuman pintu yang dibanting memaksa Gama memperhatikan lelaki itu. Lelaki yang tampak usianya 4 atau 5 tahun di atas Gama itu keluar dengan raut marah, bergegas menunggangi motor sport hitam yang terparkir tadi. Ia membuka pagar serampangan dan melaju begitu saja tanpa menutup kembali pintu pagar.

Gama tersenyum miring. "Gilak, tuh cowok pasti klien tikus kecil itu.. Berani banget dia masukin cowok ke rumahnya.."

Gama keluar dari mobil sport mewahnya. Melangkahkan kaki lebar-lebar kemudian mengetuk pintu kayu tebal itu sekuat tenaga. Tak butuh waktu lama untuk pintu itu terbuka. Menampakkan sosok gadis berperawakan mungil, dengan wajah putih cenderung pucat, dan luka robek di sudut bibir kirinya.

Gadis itu terbelalak melihat kehadiran Gama. Ia hendak menutup pintu tapi Gama lebih cepat menahannya. "Hai tikus kecil..."

"Ngapain lo kesini? Tau dari mana lo rumah gue?"

"Apa sih yang gak gue tau.." balas Gama pongah. "By the way, cowok tadi cowok lo? Atau klien lo? Dia kasar sama lo? Sampe robek tuh bibir lo.."

Gama sedikit tersentil dengan kalimat terakhir yang ia ucapkan sendiri. Beberapa hari lalu, bukankah dia juga sempat berbuat kasar pada gadis ini sampai membuatnya terluka?

Gadis itu menghela napas berat. "Itu bukan urusan lo."

"Oke, oke.. Cuma gue salut sih sama keberanian lo. Bawa cowok masuk ke rumah.. Gilak! Ortu lo ga keberatan gitu?"

"Itu juga bukan urusan lo.."

Gama tergelak. Dia gemas sekaligus kesal menghadapi sikap cuek gadis di hadapannya ini. Selama ini belum pernah ada cewek yang terlihat enggan saat Gama mendekati atau mengajak berbicara. Hanya gadis ini! Gadis cantik, pucat, dan kasar ini. Celsara Arkadinata.

"Dahlah, gue ga mau bertele-tele. Cepet ganti baju dan ikut gue ke partynya Amanda."

"Gue gak mau."

"Lo harus mau. Gue maksa dan gue gak suka ditolak."

"Gue gak mau. Titik"

Gama menyeringai. "Lo harus buktiin kalau lo ga akan deketin Anzel lagi. Jadi pacar boongan gue. Jadi Anzel juga gak akan deketin lo lagi.."

Celsa terdiam. Raut wajahnya datar. Namun Gama yakin, gadis itu sedang menimbang tawarannya.

"Oke. Gue ikut lo.." akhirnya Celsa memutuskan. " Setelah ini gue harap lo gak ganggu gue lagi. Gue juga akan blokir nomor Anzel dan Meyza biar lo makin puas."

"Deal."

Celsa lantas masuk untuk berganti baju dan make up agar menutup luka di wajahnya. Ia keluar 15 menit kemudian dengan dress hitam yang begitu kontras dengan kulit putih pucatnya.

Gama tercengang. Penampilan Celsa yang tak pernah ia lihat sebelumnya membuatnya terpana. Belum lagi make up tipis namun terlihat sempurna menonjolkan wajah cantik gadis itu. Luka di sudut bibir Celsara juga tertutup sepenuhnya.

"Anj ing! Lo cantik banget. Kalau aja lo cewek baik-baik gue pacarin beneran lo.." puji Gama tanpa ragu.

"Mau gue cewek baik atau binal sekalipun, ogah gue pacaran sama lo!" balas Celsa.

Tiga puluh menit perjalanan menuju hotel tempat berlangsungnya pesta ulang tahun teman mereka, dilalui dengan diam. Lebih tepatnya hanya Celsa yang diam. Gama terus melontarkan kalimat sarkasnya. Ia seolah sengaja menyayat hati gadis itu dengan berbagai cemoohannya.

"Padahal kata temen-temen gue lo tuh pinter. IQ lo tinggi. Tapi kok lo mau sih jual diri? Emang ortu lo ga keberatan sampe lo bawa klien lo ke rumah?"

"Emang lo butuh duit banget apa? Ortu lo ga biayain lo?"

"Kalo gue lihat dari rumah lo sih, lo gak melarat-melarat amat.."

"Kenapa lo ga coba cari cowok tajir dan royal aja. Terus lo pacarin. Jadi lo HS nya sama tuh cowok itu doang. Gak perlu jual diri ke banyak orang. Gue jamin tuh cowok gak akan keberatan biayain hidup lo.."

"Ya gue cuma kasih saran aja sih.. Daripada lo dipake orang ganti-gantian.. Mending ke satu cowok aja ga sih.."

"Lo tau kan, kebanyakan dipake orang bisa bikin lo 'sakit'.. Yaa.. You know what i mean... Buat jaga diri aja. Kan kita masih muda.."

"Lah.. Si anjing diem bae.. Dikasih saran baik-baik juga..."

Celsa tidak tuli. Ia hanya malas menjawab sederetan kalimat yang membuat emosinya teraduk-aduk. Ia hanya perlu menyiapkan mental saat tiba di hotel nanti. Saat bertemu dengan Anzel dan Meyza nanti. Saat harus berada di dekat Gama nanti.

Ia hanya perlu melewati malam panjang dan melelahkan ini dengan kontrol emosi sekuat tenaga.

.

.

_________BERSAMBUNG 🥀

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!