Gama melempar ranselnya sembarangan dan terjatuh di atas lantai rooftop sekolah. Dion dan Galtero spontan menoleh ke arah Gama, kemudian saling melempar pandang. Tak biasanya Gama datang sepagi ini ke sekolah. Terlebih dengan wajah kusut seperti tak diberi uang saku seminggu.
Gama mengabaikan tatapan keheranan kedua temannya. Ia melirik ke seluruh penjuru ruang. Hanya ada Galtero dan Dion yang sedang bermain game online di bangku usang yang biasa mereka tempati untuk merokok di pagi hari, lalu Raka sedang menonton anime di sudut atap dekat pintu. Lelaki itu mengeluarkan sebatang rokok dari saku celana, lantas menyulutnya dan menghisap rokok sembari menyandarkan punggung di bangku lain.
"Tumben lo udah dateng jam segini?" tanya Galtero.
"Ada bimbingan materi debat english sama miss Stella tadi." jawab Gama setelah membumbungkan asap putih pekat dari mulutnya.
"Nyebat mulu lo gue liat-liat.." tegur Dion pada Gama.
Raka yang sedari awal tidak mempedulikan teman-temannya, mulai mematikan gadgetnya. Beranjak duduk di bangku, berbaur dengan 3 anggota geng 0 lainnya. "Anzel mana?" tanyanya.
"Nganterin Meyza ke perpus." jawab Galtero.
"Pagi-pagi gini?"
"Katanya mau ngembaliin buku Kimia yang dipinjam Meyza. Ntar lagi juga kesini.."
Gama melirik ke arah Galtero, kemudian tenggelam kembali dengan gawai di tangan kanan, dan rokok di tangan kiri.
"Gam, Hubungan lo sama Celsa gimana sih? Kok beberapa hari ini gue liat lo deket sama cewek lain..?" tanya Raka, to the point.
Dion memberikan perhatian pada dua sahabatnya. "Betul. Apalagi gue tau lo kemarin lusa ke club sama Sella. Gak waras lo."
Gama melayangkan tatapan tajamnya pada Dion. Kesal juga dibilang gak waras. Namun mulutnya serasa enggan untuk terbuka. Ia malas berargumen. Lagian ada benarnya juga, ia memang sudah tidak waras. Dan ini gegara satu perempuan.
"Lah bener kata Dion. Lo sendiri yang ngumumin official jadian sama Celsa. Tapi lo malah main sama cewek lain.." Galtero tak mau ketinggalan. Gemas juga dengan sahabatnya yang tetap breng sek meski sudah punya pacar.
Gama bergeming. Masih tak ingin menjawab teman-temannya. Gama pun bingung dengan dirinya sendiri. Sikapnya jadi uring-uringan akhir-akhir ini. Moodnya berantakan. Dia merasa dirinya berubah menjadi Abg labil yang haus perhatian. Menyebalkan.
Di kepalanya terus terbayang sosok cewek yang sangat mengganggunya. Bayangan saat cewek itu tertawa dengan temannya, berbicara dengan nada kasar, berdebat dengannya, sikap acuhnya. Semua tak luput dari ingatan Gama.
"Celsa sudah bimbingan dengan saya kemarin. Karena dia bilang kamu menolak interaksi berdua, jadi Celsa mengusulkan bimbingan masing-masing, dan kalian ketemu di h-1 kompetisi." ucapan miss Stella di ruang guru pagi tadi terngiang kembali.
Rupanya Celsa berusaha keras menghindarinya. Benar-benar membuat ego seorang Gamaliel terluka. Seburuk apa citranya di mata Celsa, sampai gadis itu harus sedemikian rupa menjauhinya? Bukankah yang seharusnya antipati itu Gama? Mengingat predikat Celsa dan 'pekerjaan sebagai cewek penghibur' gadis itu di luar sekolah. Harusnya kan Gama yang menghindar? Seharusnya Gama yang merasa jijik? Benar begitu kan..?
"Lo nyari spek yang gimana lagi sih? Menurut gue, Celsa udah spek bidadari banget cooy.." imbuh Galtero, seolah meniup bara api di kepala Gama agar makin menyala.
Pintu rooftop dibuka. Anzel dan Meyza terlihat masuk dan bergabung dengan keempat temannya yang lain.
Galtero melanjutkan ucapannya tak ingin terinterupsi, "Brave, beauty, behavior. Celsa punya semua. Lo bandingin ama Sella, Alisha, terus sapa lagi itu yang kemarin nempel-nempel lo di kantin? Mereka semua mah levelnya jauuuuh di bawah Celsa. Tampang gak seberapa, otak gak punya."
Dion tergelak mendengar ucapan Galtero. Namun Gama tetap membisu. Tanpa seorang pun menyadari, Meyza menggeram kesal mendengar teman-temannya memuji Celsa.
Melihat Gama hanya diam, Raka kembali berucap, "Kita semua ga mempermasalahkan lo main cewek. Tapi itu dulu. Sebelum lo jadian sama Celsara.. Kalau lo belum siap setia, mending putusin Celsa deh."
"Biar lo bisa deketin dia?!" salak Gama. Mata elangnya tajam menyorot Raka.
"Ya kalau udah lo putusin, sah sah aja kan kalau ada yang deketin Celsa.."
"Awas kalau lo berani! Dia cewek gue!" tegas Gama. Semua temannya hanya saling melempar pandang. Bingung melihat temannya yang posesif, sekaligus cuek pada kekasihnya sendiri.
Gama tau, dirinya yang paling brengsek disini. Gama tau pasti, ia dan Celsa tidak benar-benar pacaran. Tapi di depan teman-temannya, ia ingin mempertahankan cewek itu untuk dirinya sendiri. Sekuat tenaga ia meyakinkan diri kalau ia melakukan itu untuk mempertahankan Celsa agar tidak mendekati Anzel. Tapi benarkah niatnya hanya itu? Kenapa hatinya seolah sudah berubah?
Melihat sorot tajam dana raut masam Gama, tak ada yang berani menyela. Terutama saat Gama sedang mode suntuk seperti saat ini. Gama pun bangkit dari duduknya setelah menghabiskan satu batang rokok.
"Gue masuk dulu ke kelas." pamit Gama.
"Bel masuk masih sepuluh menit lagi.." sambar Dion.
Gama tetap melenggang seraya melambaikan tangan.
Meyza menyusul lelaki itu. Ia berpamitan pada Anzel untuk masuk ke kelas lebih dulu bersama Gama.
Berjalan beriringan dengan Gama di sepanjang koridor lantai 3, sampai turun ke lantai 2, dimana kelas mereka berada, Meyza menyadari sikap Gama yang tak seperti biasanya. Gadis itu memutar otak untuk memulai percakapan dengan teman sekelasnya itu.
"Gama, lo gak lupa kan ngerjain tugas Biologi?"
Gama mengerjap. Seolah baru menyadari ada Meyza yang berjalan di sisinya. "Hem? Engga.." jawabnya singkat.
"Lo kenapa suntuk gitu sih?" Meyza mencoba mengulas senyum. Berharap Gama meliriknya. Lelaki itu tak pernah mengabaikannya seperti saat ini. Dan Gama memang tidak boleh mengabaikannya. Demi apapun, Meyza tak akan rela.
"Engga kok. Biasa aja."
"Ehmmm lo.. Berantem sama Celsa?" Meyza memberanikan diri mengungkit hal pribadi sahabat dari pacarnya itu. Ia sungguh tidak tahan dengan sikap Gama pagi ini. Kemana Gama yang selalu hangat dan bertutur manis padanya?
"Hm?" Gama berpikir sejenak. Mungkinkah dia perlu mengutarakan apa yang ia rasakan pada Meyza?
"Mey, lo kan tau Celsa itu suka party?"
"Hah?" Meyza terkejut hingga menghentikan langkahnya tepat di depan lab kimia. Beruntung di sana tak banyak murid berlalu lalang. "Ehmm, setau gue sih iya."
"Kalau gitu lo tau ga dia kalau party di club mana?"
"Hah? Ehmm.. kayaknya di club X sih.." jawab Meyza sekenanya. Ia hanya mengarang, tentu saja.
"Gue udah kesana sama Sella kemarin.. Tapi gak ketemu tuh cewek..." gumam Gama.
"Hah? Kenapa?"
"Oh gak papa. Lupain.." Gama mengibaskan tangannya. "Ke kelas yuk.."
Meyza mengangguk. Tapi suara debum pintu yang ditutup mengejutkan keduanya.
Bumm!
Gama dan Meyza menoleh. Seseorang keluar dari toilet yang berada di samping lab Kimia dan berjalan mengabaikan sepasang manusia di dekatnya.
"Celsa..." lirih Gama.
Lelaki itu beringsut cepat untuk menggamit lengan Celsa, menghentikan langkah kaki gadis itu.
"Sorry, Mey.. Lo duluan aja ke kelas ya. Gue mau ngobrol bentar sama Celsa."
"Oh.. Ehm, oke." sahut Meyza pasrah. Tak ada yang bisa ia lakukan selain pergi. Meskipun berat ia rasa meninggalkan Gama bersama Celsa, tapi ia bisa apa.
Dalam hati, Meyza was-was kalau bisa saja Celsa mendengar pembicaraan dengan Gama tadi. Mengingat posisi toilet yang tak jauh dari tempatnya dan Gama berdiri. Bagaimana kalau Celsa berkata jujur pada Gama? Bagaimana kalau Celsa membongkar kebenaran tentang dirinya? Meyza harus bagaimana?
.
.
BERSAMBUNG 🥀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments