"Shitt!!" umpat Gamaliel. Kakinya menendang bawah meja di ruang tamu apartemennya menyalurkan rasa kesal dalam hati.
Sore ini harusnya tidak ada jadwal kumpul di markas. Dion lagi gencar-gencarnya mendekati Farra. Raka bilang mau jalan ke mall buat beli video anime keluaran terbaru. Sedangkan Galtero ada jadwal latihan sepak bola mengingat turnamen bola sebentar lagi digelar.
Gama tadi iseng saja masuk ke markas. Ia ingat masih ada satu pack rokok disana. Daripada harus membeli rokok di supermarket bawah, lebih dekat kalau ia mengambil rokok di markas saja.
Baru beberapa langkah ia masuk. Mendengar suara helaan nafas yang janggal membuat Gama mengarahkan kaki lebih ke dalam. Masuk sampai ke depan pintu kamar dan mendapati pemandangan yang membuat netranya terbelalak tak percaya.
Ia melihat Anzel dan Meyza berciuman mesra di kamar markas.
Seperti orang bodoh, Gama lekas berbalik dan keluar dari unit apartemen yang ia jadikan markas geng 0 itu. Lalu kembali lagi ke unitnya sendiri dengan tangan kosong. Karena ia lupa mengambil rokok yang semula menjadi tujuan utamanya.
"Gilak. Hot banget adegan ciuman Meyza sama Anzel tadi.." gumam Gama seorang diri.
"Itu si Meyza sampe duduk di pangkuan Anzel? Trus gue tadi ga salah liat? Si Meyza beneran goyangin bo*kongnya sambil cipokan ama Anzel?"
"WOOAAAHH.. HAHAHHAAA!!"
Bak orang gila. Gama terus menggerutu seorang diri. Ia tidak menyangka. Sungguh.
Meyza. Seorang Meyza. Cewek yang ia puja karena tampak seperti gadis baik-baik, polos, kalem, dan lemah lembut. Membuat Gama jatuh cinta sampai rela berbuat apapun untuk mengusahakan kebahagiaan tuh cewek. Sinting.
Gama cemburu? Atau hanya merasa tertipu? Kecewa dengan ekspektasi yang ia rangkai di kepalanya sendiri, tepatnya.
"Ternyata Meyza pro juga.. Anjiiir... Jadi gue yang bego nih? Gue ketipu casing tuh cewek. Anjiingg." Gama terkekeh sendiri menyadari kebodohannya.
Gama memang bodoh. Ia sadar penuh. Anzel dan Meyza bebas melakukan apa saja. Mereka sepasang kekasih. Meskipun yang mereka lakukan sedikit melebihi batas karena masih di bawah umur, tetap saja mereka bebas berciuman dan memadu kasih. Gama tak berhak marah.
...----------------...
Gama melajukan motor besarnya tak tentu arah. Sudah sekitar dua jam lalu ia berkeliaran dengan motor sport kesayangannya. Sampai langit menggelap dan jalanan yang tadinya padat semakin berkurang. Ia melirik jam digital di tangannya, pukul 20.30 saat ini. Rasa lapar menderanya tak tertahankan. Namun bukannya pulang, ia justru mengarahkan motornya ke sebuah rumah yang sangat ingin ia datangi.
Sebuah rumah berlantai dua yang tampak kosong dan sepi. Ia menghentikan motornya tepat di seberang rumah itu. Lamat-lamat senyumnya terkembang begitu sosok yang ingin ia temui terlihat berjalan kaki hendak masuk ke dalam rumah. Tangan kurus dan putih pucat itu terulur hendak membuka pintu pagar rumah. Entah dari mana gadis itu datang.
"Hey, tikus cilik.."
Gadis itu menoleh sekilas. Lalu terlihat jelas ia menghela nafas pasrah. "Ngapain sih lo?" tanyanya ketus.
"Lah... Disamperin pacar bukannya seneng malah jutek gitu muka lo." sahut Gama santai. Ia turun dari motornya dan berjalan menghampiri si gadis.
Celsara, gadis yang ditemui Gama itu, hanya mencibir.
Gama terkekeh melihat itu. "Ikut gue yuk.. Lo gak ada panggilan klien kan malam ini?"
"Kemana?"
"Temenin gue makan, trus ketemu temen bentar.."
"Idih ogah.. Udah kayak pacar lo beneran aja gue. Segala nemenin lo makan."
Gama tergelak. Ia pun tak mengerti alasannya mengajak Celsa. Hanya ingin. Tapi Celsa rupanya tak seperti perempuan lain pada umumnya, yang langsung mengiyakan ajakan seorang Gamaliel. Bahkan langsung sumringah kegirangan jika Gama mengunjungi rumahnya.
"Gua cuman kasian liat lo kurus kering gitu.. Kayaknya klien-klien lo ga pernah kasih lo makan, ya kan? Mereka cuma mau dipuasin aja, tapi gak mikirin lo.."
"Bacot lo pengen gue giling aja rasanya.."
"Hahahaa.." Gama kembali tergelak. Ia jadi sangat menikmati ekspresi kesal Celsa setiap kali ia goda. "Udah ah, ayo naik."
Celsa menghela nafas. Ia juga lapar. Sejak pulang sekolah tadi ia berdiam di taman cukup lama. Lalu mengungsi di rumah tetangganya. Menunggu teman-teman kak Juan pergi. Dan baru ingat ia belum makan apapun sejak siang.
"Gue ganti baju dulu.."
"Ga usah.. Begitu aja cukup. Lagian gue gak niat ngajakin lo kencan. Nih.." Gama menyodorkan helm untuk dipakai Celsa.
Celsa melirik pakaiannya. Kaos, celana panjang, dan sweeter kuning. Not bad laah... Ponsel dan dompet kecil juga sudah ada di saku. Gadis itu pun menerima uluran helm dari Gama dan naik ke motor besar lelaki itu.
Mengitari jalanan kota, Gama menghentikan motornya di sebuah kedai makan pinggir jalan. Gama memesan pecel lele yang jadi menu favoritnya setiap kali lapar di malam hari. Celsa memesan telur dadar dengan lalapan dan sambal pedas menyala.
"Lo gak keberatan kan gue ajak makan di pinggir jalan kayak gini?" ucap Gama memulai obrolan setelah makanannya habis dilahap.
Celsa yang masih menyelesaikan makannya, hanya menggeleng singkat. "Gue keberatan kalau lo ajak makan di tengah jalan.."
Gama terkekeh. Ia tak menyangka, gadis bar-bar ini bisa juga becanda sereceh ini. "Kali aja lo biasa makan di hotel atau club-club gitu.."
Hanya terdengar suara helaan nafas berat dari gadis itu. Ia sungguh lelah meladeni ocehan-ocehan Gama.
Melihat piring Celsa yang sudah kosong, dan gadis itu juga sudah menenggak minumannya, Gama berkata lagi, "Kalau lo udah selesai makannya, buruan beresin. Gue mau ajak lo ke suatu tempat."
"Kemana?"
"Ada deh... Tempat seru."
Celsa memicing. "Lo gak mau jual gue kan?"
"Hahahahhaa..." tawa Gama meledak. Sungguh ia tidak menyangka. Berdua dengan Celsa bisa semenyenangkan ini. "Ngapain juga gue jual lo? Lo aja bisa jual diri lo sendiri..."
"Dih, rese lo.."
Gama menggamit tangan Celsa. "Udah, ayo..."
Mereka kembali menunggangi motor besar milik Gama. Membelah jalanan yang mulai sepi di malam hari. Kecepatan laju motor dan angin malam yang dingin menusuk membuat Celsa mau tak mau merapatkan tubuhnya dengan Gama. Jemarinya mencengkram kuat sisi kanan dan kiri jaket Gama.
Dua puluh menit kemudian, sampailah mereka di tempat tujuan. Begitu banyak laki-laki membuat Celsa ingin menyembunyikan tubuhnya di belakang raga kekar Gama. Sedangkan cowok itu disapa oleh hampir semua orang yang dilewati.
Gama menggamit kedua lengan gadis yang ia bonceng itu dari posisinya, agar melingkar di pinggangnya. Hingga tanpa sadar, jantung Celsa berdebar tak beraturan.
Celsa memberanikan diri melihat sekeliling. "Kita di sirkuit balap?"
"Iya," jawab Gama. Setelah menghentikan laju motornya. "Gue lagi suntuk.."
Celsa mencibir tanpa dilihat oleh Gama. 'Dih, stress nih orang.. Kalau lagi suntuk healingnya di sirkuit?'
"Wooyy.. Ma brooo. Akhirnya dateng juga lo..." seru seseorang yang baru datang dengan motornya. Ia berhenti tepat di samping motor Gama. Gama pun menyambut tos dari mereka.
Celsa ikut menoleh ke sumber suara yang terdengar familier. Ia menghela nafas lega melihat dua orang cowok yang sedikit ia kenal. Galtero dan Raka.
Kedua cowok itupun tampak terkejut melihat Celsa. Namun sedetik kemudian senyum mereka mengembang lebar. "Wiiih lo bawa princess Celsa, Gam.. Mimpi apa gue semalem liat bidadari di sarang penyamun gini." seru Galtero.
"Hai Cel.. Lo sama kita aja nanti di pinggir lap pas Gama balapan." tutur Raka ramah.
"Lo mau balapan?" tanya Celsa pada Gama.
"Iyalah.. Ngapain ke sirkuit kalau gak balapan..?" jawab Gama. Sebelah tangannya tanpa sadar terus menggenggam tangan Celsa yang bertaut di perutnya. "Si Dito udah dateng? Jangan bilang dia ga berani terima tantangan gue.." ia beralih pada teman-temannya.
"Udah dateng dia.. Tadi gue lihat di sebelah sana tuh si congek." sahut Galtero asal.
Raka menimpali, "Lo kenapa tetiba ngajakin orang balapan? Pake taruhan segala.."
"taruhan tipis doang.. Buat iseng aja. Suntuk gue.."
"Bagi lo sih tipis duit segitu.. Bagi Dito kayaknya lumayan itu.."
"Tau lo Gam.. Duit segitu mah uang jajan lo tiga hari doang."
Mengabaikan obrolan para lelaki di dekatnya, Celsa lebih fokus pada situasi di sekitarnya. Dada Celsa bergemuruh. Melihat sekelilingnya, merasakan atmosfer sirkuit, seolah memutar-mutar memori indah di kepalanya. Kenangan bersama sang papa, membuatnya berani mengutarakan inginnya pada Gama.
"Ehmm.. Gam.. Gue.. Boleh ikut ga?"
.
.
BERSAMBUNG 🥀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments