Celsa melangkah turun, seraya sebelah tangan mere mas perut. Sejak bangun tidur pagi tadi, perutnya serasa dipelintir. Entah apa yang salah dengan makanannya tadi malam. Sampai ia harus berkali-kali buang air besar hanya dalam waktu 2 jam saja.
Gadis itu tak berselera menghabiskan nasi goreng yang dimasak bi Darmi pagi ini. Celsa memilih menghabiskan satu telor ceplok saja untuk mengisi perutnya yang kosong. Baru ia berniat naik lagi ke kamar dan batal berangkat ke sekolah, tapi kedatangan kak Juan ke meja makan mengurungkan langkahnya.
"Buruan berangkat sana lo.. Bentar lagi temen-temen gue dateng." Juan berkata sambil menyendok nasi goreng yang terhidang.
"Lagi? Perasaan kemarin lusa udah bikin kacau di rumah ini... Lo dan temen-temen lo itu." gerutu Celsa.
"Suka-suka gue. Kalau lo mau tetep di rumah juga terserah lo.. Tapi lo tau sendiri resikonya."
Celsa menghela nafas kesal.
"Udah baik gue kasih tau lo.. Kalau engga gue bisa aja gebukin lo di depan temen-temen gue." Juan berucap tanpa peduli Celsa yang sudah berjalan menuju pintu keluar dengan langkah kaki yang berat.
Dan benar saja, Celsa mengeluh sakit perut sampai ia tiba di sekolah. Ia harus mencari toilet yang sepi karena perutnya yang tak bersahabat pagi ini. Celsa memilih toilet di koridor laboratorium. Di sini cenderung sepi dari lalu lalang siswa lain. Biasanya laboratorium digunakan di jam siang, sehingga pagi ini, ia bisa leluasa menggunakan toilet tanpa khawatir digedor-gedor anak lain yang mengantri.
Celsa menunggu beberapa menit di toilet untuk memastikan perutnya tak lagi bergejolak. Ia sudah menenggak obat beberapa menit lalu. Berharap sakit perutnya mereda. Namun, sesaat ia terdiam sejenak. Samar-samar terdengar suara dua orang yang melintasi koridor. Dadanya sesak mendengar percakapan dua manusia itu. Tapi Celsa berusaha menahan diri agar tidak gegabah keluar dan melabrak mereka.
"Gama, lo gak lupa kan ngerjain tugas Biologi?"
"Hem? Engga.."
Nafas Celsa tercekat. Ia hafal betul suara dua manusia di luar. Gama dan Meyza.
Perlahan Celsa dapat menguasai diri. Membiarkan saja mereka lewat, baru ia akan keluar dari toilet.
"Lo kenapa suntuk gitu sih?"
"Engga kok. Biasa aja."
"Ehmmm lo.. Berantem sama Celsa?"
Mendengar namanya disebut, Celsa hanya mencibir tanpa suara.
"Hm?"
"Eh Mey, lo kan tau Celsa itu suka party?"
"Hah? Ehmm, setau gue sih iya."
"Kalau gitu lo tau ga dia kalau party di club mana?"
"Hah? Ehmm.. kayaknya di club X sih.."
Celsa mematung. Tak menyangka akan mendengar langsung jawaban Meyza dengan telinganya sendiri. Selanjutnya, Celsa tak mendengar dengan jelas lagi. Hanya ucapan lirih. Celsa mengira dua manusia yang menggunjingnya tadi sudah berlalu. Ia pun memutuskan untuk keluar dari toilet.
Bumm!
Gama dan Meyza menoleh. Celsa menghela nafas dalam. Ternyata timingnya keluar dari toilet kurang tepat. Ia terus berjalan kembali ke kelas, mengabaikan sepasang manusia di dekatnya.
"Celsa..." lirih Gama.
Lelaki itu beringsut cepat untuk menggamit lengan Celsa, menghentikan langkah kaki gadis itu.
"Sorry, Mey.. Lo duluan aja ke kelas ya. Gue mau ngobrol bentar sama Celsa."
"Oh.. Ehm, oke."
Celsa mengangkat pandangannya. Gama beberapa senti lebih tinggi darinya, hingga Celsa harus susah payah mendongak. Ia melihat bagaimana Gama memperhatikannya.
"Cel, lo kenapa? Sakit?"
"Gak papa. Lo mau apa?" Celsa tak menyangka Gama menyadari kondisinya yang tak baik-baik saja. Namun, apapun yang dikatakan Gama, bolehkah jantungnya berdebar secepat ini?
"Kenapa datang ke sekolah kalau sakit.. Gue anter pulang ya.."
"Idih. Kesambet apaan lo jadi baik gini.."
Gama tersenyum. Senyum yang teramat manis yang pernah Celsa lihat. "Gue baik salah, jahat juga salah.."
Celsa mengangguk. "Mendingan lo balik ke setelan awal. Biar ga bikin gue shock.."
"Ya begini setelah awal gue.. Ganteng, baik hati, dan perhatian.."
Celsa memutar bola mata malas. Tingkat kePD-an Gama benar-benar di luar nalar. Dimana Gama yang tengil dan selalu menyebutnya ja lang?
"Oke, gue to the point aja." Gama menyunggar rambut hitamnya. Menarik perhatian satu dua siswi yang kebetulan lewat melihat ketampanan seorang Gamaliel. Kecuali Celsa.
"Karena gue udah dapat banyak tekanan dari bokap gue buat memenangkan kompetisi debat english, kita berdua harus serius belajar."
"Ya gue udah serius. Lo kali yang enggak..."
"Serius disini artinya kita harus jadi teamwork yang kompak. Itu berarti kita harus belajar bareng, bimbingan sama miss Stella juga barengan.. Untuk membangun chemistry di antara kita."
Celsa mencibir. "Lo kira kita mau main sinetron.. Pake bangun chemistry..."
"Yaah, whatever.." Gama mengibaskan tangan tak peduli.
"Dih.."
"Kedua, gue mau kita lanjutin peran pacaran boongan kita, ka-"
"GA MAU!" sela Celsa keras-keras. Apa-apaan ini...
"Ya harus mau dong.. Mana ada orang pura-pura pacaran cuma sehari. Yang ada tiap hari Anzel dan anak-anak geng 0 lainnya nanyain kenapa kita ga akrab kayak anak pacaran lainnya."
"Ya lo bilang aja ke temen lo kalau kita udah putus." sahut Celsa.
"Biar Anzel bisa deketin lo lagi kalau lo jomblo?" cecar Gama.
"Gue udah janji bakal jauhin kalian semua. Gue udah blokir nomor dan semua sosmed Anzel. Masih kurang?"
"Kurang laah.. Apalagi kalau tanpa pengawasan gue, Anzel bisa kapan aja datengin lo. Atau kalian berhubungan sembunyi-sembunyi.. Gak boleh! Gak bisa!" tegas Gama.
Celsa hanya menganga tak percaya. Air mata yang hendak menetes, ia tahan sebisa mungkin. "Segitunya lo ngelindungin Meyza dan ga pengen dia sakit hati? Beruntung sekali dia..."
Deg!
Gama mematung. Gadis pucat dengan air mata tertahan ini seolah meremat jantungnya. Beberapa detik ia seolah kehilangan kata-kata.
"Lakuin semua yang lo mau. Gue setuju." ucap Celsa setelah gadis itu berhasil menguasai diri. "Biar lo puas. Biar Meyza bahagia.. Begitu kan?"
Celsa berjalan menjauh. Bertepatan dengan itu, bel masuk kelas telah berbunyi. Membuat banyak siswa berhamburan masuk ke dalam kelas dengan gaya saling serobot dan tawa memekakkan telinga.
Gama masih berdiri di tempatnya. Menatap punggung Celsa dengan pikiran berkecamuk. Sakit sekali melihat air mata gadis itu. Apa ia sudah gila?
Ia sudah mengambil keputusan yang benar. Agar Anzel tidak lagi mendekati Celsa. Agar Meyza merasa tenang dan bahagia.
Tapi, benarkah ini semata-mata demi Meyza?
...----------------...
.
.
BERSAMBUNG 🥀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments