3

Kalau ada yang bertanya keinginan Celsa, maka jawabannya hanya kasih sayang.

Seorang Celsara Arkadinata yang kehilangan sosok orang tua di usia yang masih belia, dunia seolah terenggut darinya. Ia hanya menjalani hidup. Hanya menerima takdir bahwa ia masih bernafas hingga detik ini. Ia seperti robot tanpa hati.

Ia berharap hidup seperti sekotak macaron. Berderet rapi, indah, warna-warni, aneka rasa, lembut dan renyah di waktu yang sama. Namun itu hanya harapan kosong seorang Celsara. Nyatanya, hidupnya kosong dan getir.

Maka jika saat ini ia memutuskan untuk datang di kelas musik sepulang sekolah untuk menunggu seorang Anzelo Alta Minarno, itu bagaikan wujud pembuktian diri bagi Celsa. Mungkin saja sekotak macaronnya masih tersisa di dunia ini. Meskipun tidak penuh, tapi Celsa masih menginginkan kisah manis yang mampu menerbitkan sedikit saja cahaya di hatinya.

Ruang musik adalah ruangan ekstrakurikuler seni musik yang yang tak pernah dipijak oleh Celsa sejak pertama ia bersekolah disini. Ini pertama kalinya. Demi Anzel.

Dadanya bergemuruh melihat alat musik piano bergaya klasik di tengah ruangan. Memorinya seolah diputar tak beraturan. Hanya menampilkan barisan peristiwa menyakitkan penuh trauma yang terus menghantuinya.

Celsa berpaling. Tak lagi menatap piano itu. Ia memutuskan menunggu Anzel 5 menit saja. Kalau cowok itu tak kunjung datang, Celsa akan pergi.

Dan, triingg!

5 menit berlalu dengan begitu membosankan. Celsa ingin marah dan mengumpati cowok brengsek itu. Tapi dirinya lah yang bodoh. Mau saja ditipu Anzel. Percaya saja dengan janji manis si bajingan itu.

"Brengsek lo Zel... Teganya lo permainin gue kayak gini!" umpatnya seraya menendang pintu sebelum menarik handlenya.

"Hai.."

Betapa terkejutnya Celsa begitu melihat sosok tampan dengan senyum smirk mengerikan, tepat setelah ia membuka pintu ruang musik. Ia tidak mengenal cowok itu, yang Celsa tahu kalau cowok di depan matanya ini salah satu anggota geng 0.

Celsa mencoba mengabaikan. Ia ingin berjalan keluar ruangan, tapi cowok itu menghalangi jalannya.

"Permisi.." ucapnya sopan. Tapi cowok bermata elang itu melempar senyum mesum dan tak membiarkan Celsa melewatinya. Ia malah dengan sengaja menempelkan tubuh kekarnya pada tubuh mungil Celsa dan mendorong gadis itu masuk kembali ke ruang musik.

"Ngapain lo? Jangan berani lo macem-macem ya?! Breng sek!! Minggir lo!" Celsa memberontak. Namun usahanya tak berarti apa-apa. Raganya dihimpit begitu kuat oleh dinding dan cowok berandalan yang tinggi badannya 20cm lebih tinggi darinya. Tenaganya tak berarti apapun.

Suaranya diredam dinding kedap suara ruang musik. Juga didukung oleh penghuni sekolah yang sudah sepi, mengingat jam sekolah sudah usai sejak 15 menit yang lalu. Sempurna. Celsa mulai ketakutan sekarang.

"Jangan macem-macem! Gue laporin lo ke kepsek!"

Lelaki itu tak bergeming. Senyum smirk tersungging lagi di bibirnya. "Dasar jal ang kecil. Berani lo ngancem gue? Lo gak tau gue siapa?"

"Sia lan lo! Gue gak peduli lo siapa! Minggir gak lo anj*ing!!" netra Celsa mulai nanar. Jujur, ia sudah sangat ketakutan saat ini. Tapi dia tak punya pilihan lain selain berkata garang seolah tak merasa takut. Dan menatap nyalang lawannya.

"Gue Gamaliel Angkasa! Catet nama gue di otak ja lang lo ini."

"Terus lo punya masalah sama gue apa?" meski tubuhnya mulai gemetar, Celsa berusaha keras menutupinya.

Gama, lelaki tampan dengan mata elang tajam itu mencengkram pergelangan tangan Celsa dan menahan tubuh mungil gadis itu sekuat tenaga. "Masalah lo karena lo kegatelan nungguin Anzel disini. Mau nge we sama Anzel kan tujuan lo nungguin dia disini? "

Netra Celsa membulat. "A-"

"Karena Anzel ga dateng, gue bisa aja gantiin dia buat nikmatin tubuh lo.. Tapi sayangnya lo bukan tipe gue. Gue gak suka lubang yang udah dipake banyak orang kayak punya lo!"

"Atas dasar apa lo ngomong gitu hah?!"

Perih.

Nyata sekali sayatan yang dihasilkan oleh ucapan Gama untuk seorang Celsa. Tapi Celsa tak ingin menangis di depan cowok ini. Ia tidak akan kalah.

"Yah, semua orang udah tau kali kalau lo cewek binal. Bisa dipake siapa aja.." tawa Gama meledak setelah mengucap kalimat kasar itu.

"Omongan lo kayak orang gak sekolah tau gak? Bajingan!"

Gama mencengkram rahang Celsa, hingga gadis itu memekik kesakitan. "Lo boleh jual diri ke siapa aja. Tapi jangan usik hubungan Anzel dan Meyza. Cewek bis *pak kayak lo ga pantes saingan sama Meyza."

'Meyza?'

"Tikus kecil kayak lo cuma ngotor-ngotorin peradaban. Harusnya cewek murahan kayak lo ditenggelamin ke laut. Ngerti lo?!"

"Jadi lo begini ke gue cuma demi Meyza? Kalau gitu kenapa bukan Anzel aja yang lo larang nemuin gue? Dia temen lo kan? Atau lo ga berani sama Anzel? Jadi nekan gue??" Celsa tau, kalimatnya mengandung provokasi yang bisa memancing amarah Gama. Terbukti, cengkraman tangan Gama di rahang Celsa semakin kuat.

"Itu karena Anzel bisa aja marah sama Meyza kalau tau gue ikut campur urusannya."

Celsa terkekeh. Meski cengkraman Gama tak kunjung terlepas. "Oh iya? Lucu banget. Kenyataannya lo emang ikut campur!"

"Gue gak peduli, ja lang! Gue akan ikut campur apapun yang menyangkut Meyza dan ja lang gak tau malu kayak lo."

"Oh... Oke, oke.. Gue paham sekarang. Jadi lo cinta sama Meyza? Sama PACAR SAHABAT LO??" Celsa berdecih. "Kalau gitu kenapa gak lo rebut aja si Meyza?"

"Tikus kecil yang kerjanya jual diri kayak lo ga akan paham! Gak guna juga gue jelasin." Gama terkekeh. "Mending kita happy-happy aja gimana? Gue bakal gantiin Anzel muasin lo disini?"

Netra Celsa membulat. "Ngomong apa lo anj ing? Gue bukan cewe kayak yang lo bilang. Jangan macem-macem lo?!"

"Masa? Ayo kita buktiin."

Sedetik kemudian Gama meraup bibir Celsa. Melu matnya kasar. Tangan kekarnya menerobos ke dalam baju seragam Celsa dan memijat kuat payu d*ara sekal gadis itu.

Celsa terus memberontak. Tapi kekuatannya sungguh tidak sebanding dengan lelaki jangkung ini. Sehingga pertahanannya kini roboh. Celsa mulai menangis. Meski suaranya tertahan karena Gama yang masih melumat bibirnya dengan kasar. Tangannya terus bergerak menahan satu tangan Gama yang sedang melucuti seragam atasnya.

Tidak. Celsa tidak tera ngsang. Justru ini menyakitkan baginya. Bagi fisik dan hatinya.

Celsa memekik tertahan ketika Gama meremas payu*daranya dari luar tank top dalamannya. Sementara luma*tan bibir Gama terus menyerang Celsa. Celsa merasa sudut bibirnya sudah berdarah karena ciuman kasar Gama.

Gama tersentak saat lidahnya mengecap rasa asin yang berbeda. Ia baru melepas ci uman kasarnya saat menyadari sudut bibir Celsa berdarah. Ia menjauhkan diri dan kini nampak lebih jelas baginya keadaan Celsa yang mengenaskan.

Gadis itu berantakan. Rambut dan baju seragamnya. Juga sudut bibir yang robek. Tak lupa wajah sayu basah oleh air mata.

Menyesal? Sedikit. Gama sadar ia keterlaluan pada gadis ini. Tapi ia pun tak ingin tampak lemah. Ia rela berbuat hal gila ini demi menjaga Meyza dari patah hati akibat orang ketiga.

"Gue harap setelah ini lo tau diri. Jangan berani lo deketin Anzel. Kalau lo butuh dipuasin, cari orang lain. Soalnya gue juga gak selera sama lo!" ucap Gama sebelum ia keluar dari ruang musik.

Meninggalkan Celsa seorang diri menangis meraung di dalam sana.

__BERSAMBUNG 🥀

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!