5

Hari berlalu dengan tenang. Tak ada interaksi dengan geng 0 membuat Celsa lega. Ia mulai muak dengan Anzel yang menampakkan sisi breng seknya, mengajaknya bertemu lalu membatalkan begitu saja. Muak pada Gama yang sok pahlawan melindungi tuan putri Meyza dari siapa saja yang dianggap hama pengganggu.

Sumpah, Celsa tak peduli lagi pada semuanya. Ia sudah mengubur dalam-dalam perasaannya pada Anzel. Kini tak bersisa sedikitpun harapannya untuk bisa bersama cowok itu. Tak sudi lagi. Hatinya sudah mati.

Tapi geng 0 bukan geng 0 jika tak diperbincangkan seantero sekolah. Bahkan sepagi ini Celsa harus mendengar cerita itu dari sahabat dekatnya sendiri. Farra.

"Dion ngajak gue pergi bareng ke ultah Amanda besok, guys... Uuuhh.. Gue seneng bangeett!" pekikan Farra menyambut pagi yang kelam bagi Celsa. Berbeda dengan Tyas yang merespon dengan senang.

"Ada kemajuan nih kayaknya.."

"Iyaaa.. Masih tahap sering chatingan aja sih. Tapi gue udah ngerasa dia naksir gue deh Yas... Hahahahaa.. Kepedean ga sih gue?"

"Kalau dari sikapnya sih iya.."

"Iya kan? Gue gak ke-GR-an kan?" Farra tergelak senang.

"Ciyee.. Calon pacar Geng 0..."

"Iih... Jangan gitu ah. Ntar gue terbang duluan. Hahahaa..."

Tyas mengalihkan pandangan pada Celsa yang lebih banyak diam mendengar cerita Farra. "Cel, lo besok dateng kan?"

"Hm? Kemana?"

"Ke acara ulang tahun Amanda."

"Engga ah.."

"Ayo dong, Cel.. Jangan bilang lo mau party?"

"Ya, mungkin.." enteng Celsa menjawab. "Besok kan sabtu malam minggu, pas banget buat party.."

Tyas dan Farra tak lagi heran. Dua taun lebih berteman dengan Celsa, membuat mereka hafal betul tabiat gadis itu. Celsa memang jarang mau diajak ke acara begituan. Acara ulang tahun, nongkrong di kafe hits, atau sekedar kumpul bersama teman sekelas. Ia sedikit anti sosial dan tak suka beramah tamah pada siapapun. Kecuali memang acara penting yang menyangkut kegiatan wajib sekolah. Jadi, meski Tyas sedikit memaksa, Celsa tetap teguh pada pendiriannya dan berujung mereka menyerah membuat Celsa datang ke pesta ulang taun teman seangkatan mereka sabtu ini.

Seharian ini Celsa harus menebalkan telinga saat Farra setiap detik berceloteh tentang Dion dan personil geng 0. Memang begitu kan ciri orang kasmaran...

Celsa senang sahabatnya bahagia. Ia hanya muak setiap kali mendengar nama Gama. Gamaliel Angkasa Wijaya. Akan jadi satu nama yang menorehkan luka di hati Celsa setiap kali diucapkan. Tapi ia tidak sekalipun menceritakan kejadian di ruang seni pada teman-temannya.

"Dion tuh sweeet banget. Masa kemarin malem tiba-tiba dia kirim makanan pake gofood ke rumah gue.."

"Tiap malem tuh mereka kumpul di markas, dan Dion sering vc gue."

"Tau gak sih, markas mereka itu apartment mewah di jalan X. Gilak! Kelas banget kan geng mereka.."

"Apartemen itu tuh punya Gama. Jadi Gama punya 2 unit apartemen di sana. 1 unit buat tempat tinggal Gama, yang 1 nya dibuat markas geng 0. Buseeet.. Orang tajir mah punya apartemen bukannya disewain biar dapat cuan, malah dipake markas kumpul-kumpul."

"Mereka kalau ngobrol pada ramah dan asik banget. Gak kayak image mereka yang cool dan berandalan."

"Ya, walaupun cuma Gama yang kalau ngomong suka irit, ketus, tapi di markas dia agak kocak juga.."

"Dion juga sering ceritain temen-temennya itu gimana.."

"Kalau yang paling lawak tuh Galtero, Anzel si ketua yang paling serius. Diajak ngobrol becandaan sering nanggepinnya beneran gitu.. Kalau Raka gamers dan wibu sejati. Tiap ngobrol pasti sambil mantengin anime atau main games. Nah, kalau Gama nih si tajir yang unik.."

"Dia tuh kesannya paling berandalan, mungkin karena dia jago taekwondo. Dia yang otaknya paling jenius. Liat aja, cuma dia geng 0 yang masuk kelas IPA, lainnya anak IPS. Dia tuh suka sama cewe culun, cupu, lugu yang ga pernah disentuh cowok lain gitu. Intinya dia seneng jadi first hand yang jamah tuh cewek, serem kan?"

Glek.

Celsa menelan ludah. Barisan kata yang pernah diucapkan Gama di ruang seni berputar lagi di kepalanya.

"Gue gak selera sama cewe yang udah dijamah banyak orang kayak lo."

Mendadak netranya memanas. Cepat-cepat ia alihkan agar tak menangis di hadapan teman-temannya. Ia sekarang paham kenapa Gama mempermainkannya. Kenapa lelaki itu begitu membencinya.

"Celsa," panggilan dari Rama, si ketua kelas membuyarkan obrolan dua sahabat Celsa, Farra dan Tyas. "Dipanggil miss Stella di ruang guru."

Celsa segera beranjak dari tempat duduknya. Ia bergegas turun ke ruang guru. Bersyukur juga ia harus terhindar dari obrolan seputar topik geng 0 dari Farra. Sudah cukup panas telinganya mendengar nama Gama berulang kali hari ini.

Namun, sepertinya Tuhan memang senang mempermainkan Celsa. Begitulah yang dipikirkan cewek itu, saat sampai di ruang guru, ia justru bertemu dengan sosok yang paling ingin ia hindari. Gamaliel Angkasa.

"Saya gak mau, Miss!" lantang Gama berucap hingga beberapa guru menoleh padanya. "Saya gak mau ikut kalau dipasangin sama tuh cewek."

Miss Stella terlihat frustasi meladeni kekeras kepalaan Gama. "Gak bisa begitu Gama.. Kompetisi debat english ini penting untuk sekolah kita."

"Ya Gama mau ikut kalau satu tim sama yang lain. Sama Meyza, misalnya.. Gama sekelas sama Meyza. Bahasa inggris Meyza juga bagus. Gama yakin bisa jadi teamwork yang baik kalau sama Meyza, miss.."

"Tim ini sudah disetujui kepala sekolah dan kepala yayasan, Gama. Kamu ga bisa seenaknya.." miss Stella memberi penjelasan dengan tutur lembut khasnya.

Gama hanya mendengus kesal.

"Bukannya kita sudah adakan test untuk lima besar taun lalu. Nilai tertinggi pertama dan kedua yang akan ikut debat english taun ini. Nilai Meyza di urutan kelima. Bahkan nilainya jauh di bawah Gita yang ada di peringkat ke 4." lanjut ms. Stella. "Kamu ada di peringkat kedua, dan Celsara peringkat pertama dengan nilai TOEFL dan IELTS dia sempurna."

Gama tercengang. Sejenius itu kah tikus kecil yang kemarin ia injak harga dirinya?

"Kalau gitu Celsa aja yang ikut sama anak yang di peringkat tiga."

"Gama, kamu tau kan konsekuensi kalau menolak mengikuti kompetisi?"

Kepala Gama terkulai lemah. "Yes, miss.."

"So, you will take it or leave it?"

"I'll take it."

Gama sadar, ia tidak bisa menghindar. Daripada nilai ujian akhir dan kelulusannya menjadi taruhan. Dengan terpaksa ia menerima ketentuan guru sebagai perwakilan sekolah di kompetisi nasional bersama seseorang yang paling ia benci. Celsara.

Benci? Kenapa harus sebenci itu? Entahlah, Gama juga bingung.

Sedangkan Celsa mendengar penolakan yang diucapkan Gama dengan dada bergemuruh. Netranya pedih dan memanas. Apa salahnya hingga ia ditolak sedemikian keras oleh seseorang yang tak pernah ia kenal secara personal. Seburuk itukah imagenya di mata Gamaliel?

.

.

_______BERSAMBUNG 🥀

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!