Keesokan harinya.
Pagi-pagi Kamelia membawa koper dan keluar dari kamarnya. Ia berpamitan kepada bi' Jum dan Bi' Mirna. Setelah itu, Kamelia mencari keberadaan Bunda Salwa. Ternyata Bunda Salwa sedang berada di taman depan rumah.
"Assalamu'alaikum, nyonya.. "
"Wa'alaikum salam... "
Bunda Salwa memperhatikan penampilan Kamelia yang sudah kelihatan rapi.
"Pagi-pagi sudah rapi, sudah mau berangkat Mel? "
"Nyonya, saya pamit mau pulang kampung. Tadi malam saya sudah menelpon dan memberitahu Mbak Fatin."
"Ada apa, kok pulang mendadak? Kamu kan masih belum sehat habis kecelakaan kemarin?"
"Saya sudah baik-baik saja, Nyonya. Ada kepentingan yang sangat mendesak."
"Kamu yakin?"
"Iya, Nyonya."
"Kamu pulang naik apa?"
"Saya akan naik kereta api."
"Ya sudah, biar pak Burhan antar kamu ke stasiun ya."
"Tidak perlu Nyonya, saya bisa naik taxi."
"Kamelia, di sini kamu adalah tanggung jawab saya. Jangan menolak!"
"Baik Nyonya."
Bunda Salwa memanggil Pak Burhan untuk mengantarkan Kamelia ke stasiun. Kamelia pun berpamitan kepada Bunda Salwa dan Abi Tristan. Bunda Salwa juga membawakan Kamelia oleh-oleh, kebetulan kemarin ia membuat brownis kukus.
Akhirnya Kamelia berangkat ke stasiun diantar Pak Burhan. Perjalanan dari rumah ke stasiun sekitar 25 menit jika tidak macet.
Fadil baru saja selesai olahraga yoga di dalam kamarnya. Ia pun turun ke bawah saat akan sarapan.
"Fadil, kita ke kantor berangkat sendiri, kamu yang nyetir."
"Pak Burhan kemana, bi?"
"Pak Burhan mengantar Kamelia ke stasiun."
"Apa? Stasiun?"
"Kenapa kamu seperti orang yang kebakaran jenggot, dil?"
"Eh tidak... tidak apa-apa cuma reflek saja, bi."
"Iya dil, Pak Burhan mengantar Kamelia ke stasiun karena dia mau pulang kampung." Sahut bunda Salwa.
"Oh... iya."
Fadil mendadak lesu, namun ia berusaha menutupinya.
Setelah selesai sarapan, Fadil dan Abinya bersiap untuk pergi ke kantor.
Sementara di stasiun.
Kamelia sudah membeli tiket. Ia pun masuk ke gerbong dan mencari kursi yang sesuai dengan tiket yang ia beli. Tidak butuh waktu lama untuk ia menemukannya. Kamelia menaruh tas bawaannya di bagasi atas, setelah itu ia pun duduk.
Karena keadaan yang cukup panas, keringat pun bercucuran. Kamelia mengambil tisu di dalam tas nya, namun tidak sengaja ia justru memegang sebuah sapu tangan.
"Ini kan, punya den Fadil? Ah, kenapa aku lupa untuk mencuci dan mengembalikannya." Batinnya. Sejenak Kamelia tersenyum karena teringat perlakuan Fadil yang kadang tengil dan seenaknya sendiri.
tiba-tiba Handphone Kamelia berdering. Ia pun menerima panggilan telponnya.
"Halo, Mel! Assalamu'alaikum."
"Iya wa'alaikum salam."
"Mel, kamu sudah berangkat?"
"Sudah Bu, ini sudah di kereta. Sebentar lagi berangkat."
"Ya sudah, hati-hati. Nanti kalau sudah naik angkutan kabari biar kakakmu yang jemput ke pangkalan."
"Iya bu."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Kembali ke ada Fadil dan Abi Tristan.
Saat ini mereka sedang sibuk di kantor. Namun Fadil tidak bisa berkonsentrasi.
"Ah, sial! Kenapa aku kecolongan? Masa' ia aku harus bertanya sama Fatin?"
Tok tok tok
Masuk!"
Ternyata yang masuk adalah Pak Adhi, asisten Abi Tristan.
"Tuan muda, anda mau makan apa untuk makan siang nanti?"
"Samakan saja dengan Abi."
"Baik, Tuan muda."
"Terima kasih, Pak."
"Sama-sama, Tuan muda."
Tidak lama kemudian Abi Tristan menghubungi Fadil untuk datang ke ruangannya. Fadil pun pergi ke ruangan Abinya. Nampak sang Abi sedang mengintimidasi.
"Fadil, apa kamu sudah memeriksa file ini?"
"Sudah, bi."
"Kamu yakin?"
"Iya, bi."
"Tapi ini tidak sinkron."
"Masa' sih bi?"
"Coba kamu periksa sendiri!"
Fadil pun memeriksanya kembali. Ternyata benar, ia salah menyertakan anggaran.
"Ya salam, iya bi. Ceroboh sekali aku ini!"
"Baru segini saja sudah oleng. Ini belum proyek besar, dil."
"Maaf bi, aku akan lebih teliti lagi. Sepertinya aku kurang ngopi."
"Bukan kurang ngopi, tapi pikiranmu sedang berada di kereta api." Batin Abi Tristan.
"Jangan keluar dulu, sebentar lagi makan siangnya datang. Makan di sini bersamaku."
"Iya, bi."
Setelah makan siang, Fadil merevisi file yang ia buat. Ia berusaha untuk lebih berkonsentrasi. Dan akhirnya usahanya tidak sia-sia. Ia pun dapat menyelesaikannya dengan cepat.
Jam 4 sore, Fadil dan Abinya pulang dari kantor. Bunda Salwa sudah menyambut mereka di depan pintu rumah. Setiap hari Fadil harus terbiasa menyaksikan kemesraan kedua orang tuanya setiap berangkat dan pulang bekerja.
"Fadil, nanti kalau sudah mandi ke kamar Abi. Ada yang ingin Abi bicarakan!"
"Iya bi."
Sebelum Fadil ke kamarnya, Abi Tristan sudah memberitahu Bunda Salwa tentang apa yang ingin ia bicarakan dengan Fadil.
"By, kok kamu baru bilang sih?"
"Kemarin kan ada insiden. Bunda sibuk di kamar Kamelia."
"Iya bi, kasihan dia. Lagian Fadil kita yang bikin dia celaka."
Abi Tristan hanya menyunggingkan senyumnya.
"Kamu belum tahu bun, kalau anakmu itu sudah mengarang cerita." Batinnya.
Setelah mandi dan shalat Ashar, Fadil pergi menemui Abinya.
Tok tok tok
"Masuk!"
Ceklek
"Sini dil, duduk!"
"Iya bi."
Bunda Salwa melirik suaminya memberi kode.
Fadil curiga dengan gelagat orang tuanya.
"Sebenarnya ada apa sih bi?"
Abi Tristan pun menceritakan tentang pertemuannya kemarin dengan Pak Frans.
"Memang Om Frans kenapa bi?"
"Dia ingin menjalin hubungan lebih dekat lagi dengan keluarga kita."
deg
Perasaan Fadil mulai tidak enak.
"Fadil, Pak Frans meminta kepada Abi agar menjodohkan mu dengan Livi."
"Sudah kuduga." Batin Fadil.
"Lalu Abi jawab apa?"
"Abi terserah kamu. Kamu kan sudah bertemu dengan orangnya."
"Fadil nggak mau."
"Kenapa? Bukannya dia cantik, berkelas, dan berpendidikan?" Pancing Abi.
"Dia bukan tipe Fadil."
"Memang seperti apa tipemu, nak?" Sahut Bunda.
"Yang sederhana, pintar masak, dan lemah lembut. Kurang lebih seperti bunda."
"Bundamu tiada duanya."
"Ya, ya, Fadil tahu bi."
"Tapi Abi tidak enak untuk menolaknya, dil. Bagaimana kalau kamu ta'aruf saja dulu!"
"Tambah nggak enak lagi bi. Nanti Livi terlalu berharap sama Fadil."
"Pede sekali putramu ini, bun!"
"Haha... ya kan kenyataannya begitu bi. Itu sudah pasti. Aku tidak mau memberikan harapan."
"Lalu Abi harus beralasan apa?"
"Bilang saja, aku sudah punya tambatan hati."
"Siapa?" Tanya Abi dan Bunda berbarengan.
"Ya kan itu cuma alasan bi. Bilang saja begitu."
"Tidak segampang itu dil! Kamu pikir Pak Frans akan diam saja, dia pasti akan mencari tahu."
"Huft... terus Fadil harus bagaimana?"
"Coba berteman saja, hubungan Abi dan Pak Frans sangat baik. Tidak ada salahnya anak-anak kami juga berteman. Nanti biar Abi yang kasih alasan lain."
"Baiklah, Fadil ikut apa kata Abi."
"Good boy! Tapi kalau nanti kamu berubah pikiran, ya pasti kami akan menjodohkan kalian."
"Semoga tidak." Batin Fadil.
Setelah perbincangan mereka selesai, Fadil pun keluar dari kamar orang tuanya.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
⛱ᵃᵞᵘ🏝
Jangan Sedih Iya Fadil...😁
2025-02-28
2
🌷💚SITI.R💚🌷
tinggal trs terang aja fasil klu kamu suka sm ksmelia..
2024-10-28
2
Elizabeth Zulfa
tau aja abi ini 😅😅😅
2024-07-27
1