Keesokan harinya.
Abi Tristan dan Bunda Salwa mengantar Fatin, suami, dan anak-anaknya ke Bandara. Mereka akan kembali ke Jakarta menggunakan pesawat pribadi.
"Keponakannya Om mau pulang?"
"Yan ulang, Om (Rayyan pulang)"
"Iya boy, I'm akan merindukan kalian."
"Om, tium (cium)!" Pinta Rihana.
Fadil pun mencium kedua pipi Rihana dan juga keponakan lainnya.
"Bang, aku balik dulu!" Fatin mencium punggung tangan abangnya.
"Iya hati-hati."
Mereka pun berangkat meninggalkan rumah. Sedangkan Fadil, ia mencari keberadaan Kamelia. Hari ini weekend, jadi mereka sedang free bekerja.
"Bi' Jum, mana Kamelia?"
"Itu den, sedang menyetrika baju."
"Oh, nanti kalau sudah selesai tolong bilang sama dia, Bajuku antarkan ke atas."
"Iya, den."
Kamelia menikmati pekerjaannya. Ia tidak pernah mengeluh meski itu bukan pekerjaannya. Bi' Jum menghampiri Kamelia untuk menyampaikan pesan dari Fadil.
20 menit kemudian, Kamelia sudah selesai menyetrika. Ia pun membawa baju Fadil ke atas.
Tok tok tok
"Siapa?"
"Saya, den. Ini bajunya!"
Ceklek
Fadil menerima bajunya.
"Kamelia hari ini tugasmu sudah berakhir, jadi besok kamu sudah tidak perlu mencucikan bajuku lagi."
"Iya, den."
"Ya sudah, terima kasih."
"Iya, Sama-sama den."
Kamelia turun ke bawah dan masuk ke kamarnya. Ia merapikan baju di lemarinya yang mulai berantakan. Ia juga mengepel kamarnya dan mengelap cermin dan kaca.
Sore harinya, Abi Tristan mengingatkan Fadil, Winda dan Windi untuk bersiap setelah shalat Maghrib nanti mereka akan menghadiri ulang tahu perusahaan Pak Frans.
"Kalau Fadil tidak usah ikut, gimana bi?"
"Fadil, kamu adalah calon pemimpin perusahaan. Sebaiknya kamu ikut, agar kamu lebih banyak mengenal pengusaha-pengusaha sukses dan kamu bisa belajar dari mereka. Pak Frans pasti mengundang mereka."
"Huft.. iya Abi."
Fadil tidak bisa membantah Abinya.
"Dil, ini pakai kemeja ini nanti malam."
Bunda Salwa memberikan kemeja warna Biru muda kepada Fadil. Baju tersebut masih lengkap dengan plastiknya
"Kemejaku sudah banyak, Bun."
"Codenya biru, kamu kan belum punya warna biru. Kebanyakan bajumu warna hitam."
"Oh, seribet ini."
Fadil pun kembali ke kamarnya.
Setelah shalat Maghrib mereka sudah bersiap-siap untuk pergi ke pesta Pak Frans. Bunda Salwa sudah rapi dengan gamis syar'i dan cadar berwarna senada biru muda. Begitu pula dengan Winda dan Windi, mereka berdua mengenakan gaun muslimah berwana biru muda.
"By, aku sudah siap." Ujar Bunda Salwa. Abi Tristan selalu memperhatikan penampilan istrinya.
"Masyaallah, kamu selalu cantik di mataku."
Bunda Salwa tersenyum di balik cadarnya.
"Bunda, tas yang aku belikan dari London kenapa tidak dipakai?"
"Terlalu besar kalau untuk ke pesta, by."
Winda dan Windi selalu senang memperhatikan perlakuan kedua orang tuanya. Mereka memang jarang sekali bertengkar. Jika pun Bunda marah kepada suaminya, ia tidak akan menunjukkan di depan anak-anaknya.
"Dek, anggap saja dunia milik Abi dan Bunda, kita ngontrak." Ujar Fadil yang baru saja turun dari tangga.
"Haha... benar juga bang."
"Sudah siap semua?"
"Iya, bi."
Mereja pun berangkat dengan menggunakan satu mobil. Fadil yang mengambil alih menjadi sopir.
Acara Pak Frans diadakan di Hotel miliknya sendiri. Perjalanan menuju hotel tersebut kurang lebih 30 menit.
Mereka pun sampai di hotel FF. Fadil turun dari mobil dengan malas.
"Bang, kok lemes? Udah ganteng gini tapi kok nggak ada semangat." Tegur Windi.
"Fadil kamu kenapa?"
"Nggak pa-pa kok Bun." Fadil pun tersenyum.
Mereka naik lift menuju lantai 3.Ruangan yang akan mereka tuju tidak jauh dari lift.
"Woah... Pak Tristan, dari tadi aku menunggu kedatanganmu. Nyonya Salwa, apa kabar?"
"Alhamdulillah baik Pak Frans."
"Mari silahkan masuk!"
Pak Frans mengusap bahu Fadil. Ia sangat senang karena Fadil bisa hadir juga. Abi Tristan dan Fadil mencari tempat duduk. Namun mereka disapa oleh beberapa pengusaha lain. Abi Tristan pun terpaksa mengurungkan niatnya untuk duduk. Ia memperkenalkan Fadil kepada mereka. sedangkan Bunda Salwa menemui Nyonya Indri, istri Pak Frans. Mereka pun bertegur sapa.
"Malam, Tante."
"Hai, malam juga Livi."
Livi juga menyapa Winda dan Windi. Ternyata mereka masih satu kampus. Winda dan Windi angkatan di bawah Livi. Namun nampak dari gelagat Winda dan Windi, mereka tidak terlalu suka kepada Livi. Hanya saja mereka berusaha untuk menutupinya.
"Jeng, apa itu putramu yang bernama Fadil?"
"Ah, iya benar Jeng."
"Woah... benar kata Papa, dia itu tampan sekali!" Ujar Nyonya Indri.
"MasyaAllah, Terima kasih Jeng."
"Tapi memang ya anak-anak Pak Tristan dan Jeng ini saya lihat bibit unggul semua."
"Jeng ini berlebihan. Semua ciptaan Allah itu sempurna."
Bunda Salwa pamit untuk bergabung dengan suami dan putranya.
"Sok manis!" Lirih Windi."
"Sttt... jangan begitu!" Sahut Winda.
"Ingat ya, Bunda tidak pernah mengajarkan kalian untuk membicarakan keburukan orang lain."
Sepertinya Bunda tahu siapa yang putrinya bicarakan.
"Iya, Bunda."
Mereka bergabung dengan Abi Tristan dan Fadil.
Pak Frans mendekati istri dan anaknya. Tidak lama kemudian, acara pun dimulai. Acara ini universal, karena dihadiri oleh pengusaha dalam maupun luar negeri. Acara pembukaan dimulai dengan sambutan. Acara yang kedua pemotongan tumpeng dan kue. Sedangkan acara ketiga adalah do'a. Selanjutnya adalah ramah tamah. Para undangan dipersilahkan untuk menikmati hidangan. Dalam kesempatan kali ini, Pak Frans tidak mengurungkan niatnya untuk memperkenalkan Livi kepada Fadil.
"Pak Tristan, mumpung kita sedang mumpung. Aku ingin memperkenalkan Livi kepada Fadil."
"Oh iya, tentu Pak Frans, silahkan."
"Fadil, ini Livi anak Om yang pertama."
Dengan penuh percaya diri Livi mengulurkan tangannya. Namun Fadil segera menangkup kan kedua tangannya di dada.
"Salam kenal Livi, saya Fadil."
"Oh iya, saya Livi." Dengan sedikit rasa kecewa Livi pun menangkup kan kedua tangannya.
"Sok alim, belum tahu pesonaku." Batin Livi.
"Oh iya, mari silahkan dinikmati hidangannya."
"Iya, Pak."
"Iya Om."
Livi memang terlihat cantik, postur tubuhnya profesional dengan tinggi 165 cm dan berat badan 57 kg. Wajah glowing dan kulit putih karena perawatan. Namun ia bukan tipe Fadil. Bukan karena ia tidak mengenakan hijab, namun tidak ada getaran saat Fadil bertemu dengannya.
"Bagaimana menurutmu?" Bisik Pak Frans kepada putrinya.
"Perfect, tapi sepertinya dia terlalu alim Pa."
"Maklum, lulusan pesantren. Tapi dia berkompeten dan calon milyarder."
"Boleh juga."
"Nanti Papa yang atur. Makanya nurut sama Papa!"
"Oke."
Abi Tristan sudah dapat membaca dari raut wajah putranya yang sepertinya kurang nyaman saat ini.
Di tempat jamuan malam ini ada meja yang khusus menyediakan minuman alkohol. Karena memang sebagian tamu undangan adalah orang luar Negeri dan orang-orang yang memang terbiasa mengkonsumsinya. Pak Frans memang termasuk orang yang netral, namun hal tersebut bertolak belakang dengan Abi Tristan. Melihat hal tersebut, Abi Tristan dan Bunda Salwa segera mengajak putra-putrinya pulang.
Abi Tristan pun segera berpamitan kepada tuan rumah.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
next ya kak
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
perlu waspada ini mah sm frans jg anaky..
2024-10-28
0
Jenong Nong
jgn cb2 mau jebak Fadil ya pak Frans habis kau nnti sm Abi Tristan .....😁😁❤❤🙏🙏
2024-05-31
2
Kasih Bonda
next Thor semangat
2024-05-31
1