Empat hari kemudian.
Kamelia jatuh tergelincir di sebuah jurang di sekitar perkebunan. Namun tubuh Kamelia masih bisa tertahan karena ada akar tua. Ia berpegangan kuat di sana.
"Tolong... tolong.... "
Fadil yang sedang berjalan di sekitar perkebunan tersebut, mendengar suara teriakan Kamelia. Ia bergegas mengikuti arah suara. Setelah melalui jalan yang cukup rumit karena banyaknya tumpukan kayu dan ranting yang berdiri, akhirnya Fadil bisa menemukan keberadaan Kamelia.
"Mel...!"
"Den Fadil! Tolong aku...!"
"Bertahan Mel!"
"Aku sudah tidak kuat, den!"
"Ya Allah... bismillahirrahmanirrahim."
Tangan kiri Fadil berpegangan ke sebuah pohon lalu tangan kanannya ia ulurkan.
"Ayo pegang tanganku, Mel!"
Dengan bersusah payah mereka berjuang, sehingga akhirnya Kamelia berhasil naik ke atas.
"Huh.. huh... " Nafas keduanya tersenggal-senggal.
Fadil reflek memeluk Kamelia.
"Kamu baik-baik saja, hah? Kenapa kamu bisa terjatuh?"
"Lepaskan dulu! Aku sesak nafas, den. Kamu terlalu erat memelukku."
Sontak Fadil melepas pelukannya.
Tiba-tiba ada ular yang bergelantungan di atas pohon dan membuat keduanya terkejut.
Dug
"Au.... sshh... sakit sekali!"
Fadil mengumpulkan kesadarannya. Ternyata ia bermimpi. Fadil pun segera bangun dari lantai. Ia menyalakan lampu dan melihat jam dinding. Ternyata sudah jam satu dini hari.
"Ya Allah... kenapa mimpiku aneh sekali?"
Fadil segera masuk ke kamar mandi dan berwudhu'. Ia melakukan shalat tahajud.
Pagi harinya, Fadil baru tahu dari Bundanya kalau Kamelia tidak akan kembali lagi karena ia harus merawat Bapaknya yang masih sakit. Tentu saja hal tersebut membuat Fadil kepikiran.
-
Sedangkan di Bogor.
Kamelia dan keluarganya sedang memberikan keputusan besar kepada Pak Lurah. Kamelia setuju untuk menikah dengan Zulfikar demi menyelamatkan keluarganya. Acara pernikahannya akan dilaksanakan dua hari lagi. Kamelia pun sudah menghubungi Fatin, bahwa dia tidak akan kembali bekerja. Ia akan merawat Bapaknya dan kembali bekerja di kebun teh. Fatin tudak bisa memaksanya, meski sebenarnya Fatin sangat ingin Kamelia tetap membantunya di Galery.
Pak lurah memberikan sejumlah uang kepada keluarga Fatin untuk persiapan pernikahan Zulfikar dan Kamelia.
Kembali ke Surabaya.
Libur kerja, Fadil di rumah saja. Sedangkan kedua adiknya pergi ke rumah Opa Haris karena mereka kangen dengan sepupu kecilnya, anak Tante Ayuni yang masih berusia lima tahun.
Fadil menghabiskan waktunya membantu abinya memandikan burung peliharaannya. Melihat burung, Fadil jadi teringat kepada Kamelia.
"Hus.. dil! Malah bengong, matikan arinya! Itu si Fajar bisa mati kalau kamu mandiinnya begitu."
"Maaf bi, hehe... "
"Kamu itu lagi mikirin apa sih? Kerja banyak ngelamunnya, ngurus burung juga!"
Fadil tak menjawabnya, ia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Abi, Fadil, ada tamu!"
"Siapa Bun?" Tanya Abi Tristan.
"Itu Pak Frans sama Livi."
"Oh... " Abi melirik Fadil yang kini mukanya sudah masam.
"Ayo bi, cepat temui!"
"Iya, tunggu."
"Biar aku yang lanjutkan bi!"
"Nggak usah, burung-burungku bisa mati kalau kamu mandiinnya sambil ngelamun. Cuci tanganmu, terus ke ruang tamu temui mereka juga."
"Huft.. !"
Bunda Salwa pergi ke dapur untuk meminta bi' Jum membuatkan minuman.
Setelah menggantung sangkar burung, Fadil mencuci tangannya. Kemudian ia pergi ke ruang tamu untuk menemui mereka. Seperti biasanya, di rumah Fadil mengenakan sarung dan kaos oblong.
"Selamat pagi Om, Livi."
"Selamat pagi, Fadil."
"Pagi, Kak."
"Oh lihatlah! Penampilannya kalau di rumah nggak banget!" Batin Livi.
Sekilas Fadil terkejut melihat penampilan Livi yang lain dari biasanya. Ia mengenakan celana dan baju tunik selutut, ia juga mengenakan pashmina untuk menutup kepalanya. Namun itu hanya sekilas saja, setelah itu Fadil menundukkan kepala.
"Kamu pasti terpesona melihatku. Masih sok jaim saja. " Batin Livi.
"Livi sudah berhijab sekarang ya?Makin cantik lho!" Ujar Bunda Salwa.
"Eh... Tante bisa saja, masih belajar Tante."
"Ayo diminum. Sebentar ya, saya mau buatkan sesuatu."
"Livi bantu, Tante."
"Livi bisa masak?"
"Hah... eh, masak? Ya, bisa dikit-dikit, Tante."
ivi pun ikut Bunda Salwa ke dapur.
Ternyata Bunda Salwa mau membuat pisang coklat keju.
"Bisa tolong potong pisangnya, Livi?"
"Eh, ini motongnya gimana?"
"Begini... " Bunda Salwa mengajarinya dengan sabar.
Setelah tepung sudah siap, pisang pun dimasukkan lalu dioleskan ke tepung roti sebelum digoreng.
"Bisa gorengnya?"
"Bisa, Tante."
"Tante tinggal ke kamar kecil dulu, nggak pa-pa?"
"Nggak oa-pa Tante, cuma goreng ini."
Bunda Salwa pun meninggalkan Livi.
Sementara Livi menggoreng pisang dengan jarak yang jauh karena takut terkena minyak panas. Dan hasilnya, pisang pun agak gosong karena Livi takut untuk membaliknya.
"Ish, ini kan pekerjaan pembantu!" Gerutu Livi.
Bunda Salwa baru keluar dari kamar mandi dan kembali ke dapur.
"Kok bau gosong?"
"Eh itu Tante, saya tidak tahu matengnya seberapa."
Bunda Salwa mengambil alih spatula lalu membalik pisang yang sudah hampir gosong.
"Livi, kalau goreng pisang ini tidak seperti goreng ikan. Jadi aman, nggak perlu jauh-jauh. Kamu duduk saja ya, nanti kamu bantuin kasih topingnya saja."
"I-iya Tante."
Setelah selesai menggoreng semuanya, Livi membantu Bunda Salwa memberi toping. Lagi-lagi Livi tidak tahu cara memarut keju. Bunda Salwa pun mengajarinya dengan lembut.
"Benar-benar bukan tipe Fadil." Batin Nunda Salwa.
Setelah pisang coklat keju siap, mereka membawanya ke ruang tamu.
"Wah, kayaknya enak nih?" Ujar Pak Frans.
"Iya dong, Pa. Ini buatan Tante Salwa, Livi juga ikut membantu." Ujar Livi dengan percaya diri.
Bunda Salwa hanya menanggapinya dengan tersenyum di balik cadarnya.
"Kak Fadil, bukannya saat ini kamu sedang tidak ada kerjaan!? Boleh dong ajarkan aku ilmu informasi."
"Em.. maaf Livi, setelah ini saya akan keluar karena ada janji sama teman."
"Yah... sayang sekali!" Ucap Livi dengan nada kecewa.
"Santai Livi, masih banyak lain waktu. Bersabarlah!" Sahut Pak Frans.
"Ya sudah, kami pamit pulang saja Pak Tristan. Kami juga ada acara nanti siang."
"Oh... iya Pak Frans, Terima kasih sudah main ke rumah kami."
"Sama-sama... nanti kapan-kapan bawa Fadil main ke rumah, Pak."
"Iya, insyaallah."
Bunda Salwa dan Abi Tristan mengantar Pak Frans dan Livi sampai depan rumah. Sementara Fadil, ia duduk di kursi depan paviliun menatap pintu paviliun.
"Fadil, katanya kamu mau keluar?"
"Kata siapa, Bun?"
"Lha, tadi kan kamu sendiri yang bilang?"
"Oh.. hehe... nggak jadi, Bun."
"Bilang saja tadi cuma alasan biar mereka cepat pergi." Sahut Abi yang ternyata sudah berdiri di belakang istrinya.
"Masa' sih bi?" Tanya Bunda Salwa.
"Tanya saja sendiri sama putramu, Bun!"
Kemudian Abi Tristan meninggalkan mereka berdua.
"Benar, Dil?"
"Maaf Bunda.. aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku tidak terlalu suka kepada Livi. Bunda juga tahu sendiri, aku jarang punya teman wanita."
-
Sementara di dalam mobil, Livi membuka pashminanya karena merasa gerah.
"Kok dibuka?"
"Gerah Pa! Lagian nggak banget!"
Pak Frans hanya bisa menggelengkan kepala menanggapinya.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Next yuk kak...
Yang belum baca novel orang tua Fadil, bisa cek beranda author, Terima kasih😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
ya Allah kasian banget ya fadil cuma mimpi..wah gmn klu tau kamelia msu nikah bisa prustssi di ba g fadil
2024-10-28
1
Okto Mulya D.
Iki ceweknya koq ngesrekkk aja..
2024-08-17
1
Sholicha
dsr ya si livi itu mulut nya bener" minta d .....
2024-06-03
1