Fadil tidak menyangka, hari ini juga ia mempersunting pujaan hatinya. Kamelia, gadis yang beberapa ini menyita perhatian dan pikirannya kini telah resmi menjadi istrinya.
Pak Joko dan Bu Tutik tersenyum bahagia mengetahui putrinya tidak jadi menikah dengan Zulfikar.
"Kamelia, ayo sungkem sama suamimu." Ujar seorang ustadz yang menjadi salah satu saksi pernikahan mereka.
Kamelia pun mencium punggung tangan suaminya untuk yang pertama kalinya. Fadil mengucapkan do'a kemudian meniupkannya di puncak kepala istrinya.
Abi Tristan dan Bunda Salwa tersenyum melihat kebahagiaan putranya.
"Hubby, kamu memang yang terbaik." Ucap Bunda Salwa.
"Ehem... kalau mau memuji nanti saja di kamar, Bun." Bisik Abi Tristan.
"Ish... apaan sih by. Ingat, umur sudah tua! Bentar lagi mau nambah cucu."
"Umur boleh tua, tapi semangat masih muda."
Saat ini pernikahan Kamelia sedang menjadi perbincangan tamu yang hadir. Mereka tidak menyangka dengan nasib Kamelia dan keluarganya. Mereka berangsur pulang karena acara sudah selesai.
"Pak Joko, Bu Tutik... kalian tenang saja. Rumah dan tanah ini tidak akan diusik lagi! Pembangunan pabrik sudah dibatalkan." Ujar Zaki.
"Tuan Zaki, Terima kasih sudah menyelamatkan keluarga kami."
"Aku hanya membantu semampuku Bu Tutik."
"Maaf Tuan Zaki, lalu bagaimana nasib Kamelia nanti? Bukankah ini cuma rekayasa? Tapi mereka sudah menikah dah secara agama dan pemerintah."
Zaki tersenyum menanggapinya, rasanya sulit ingin menjelaskan kepada orang awam seperti Bu Tutik ini.
"Bu, perkenalkan saya Salwa Ibunya Fatin dan juga Fadil suaminya Kamelia. Mungkin Kamelia pernah bercerita tentang keluarga kami kepada Ibu? "
"Eh iya Nyonya Salwa, Kamelia sering cerita. Katanya teh, Nyonya ini baik sekali. Kamelia seperti tinggal di rumah sendiri."
"Bu, pernikahan ini bukan rekayasa! Fadil dan Kamelia memang sudah sah menikah, mereka akan menjadi pasangan suami istri sesungguhnya. Ibu tidak perlu khawatir, putra Kami ini dengan senang hati menikahi Kamelia."
Bu Tutik beralih melihat dan memperhatikan Fadil dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pria tampan dengan penampilan yang rapi dan bersih, ia juga seorang yang kaya raya namun nampak tidak sombong. Bu Tutik masih belum percaya dengan apa yang dialaminya saat ini.
Untuk mengurangi kebimbangan hati Bu Tutik, Fadil pun mendekatinya dan mencium punggung tangannya.
"Maaf sudah membuat Ibu bingung. Saya sudah menikahi Kamelia, jadi saja akan bertanggung jawab atas hidupnya, bu, Pak."
"Ya Allah... Ibu rasanya bagai mimpi, Pak! Ganteng pisan atuh si aden ini!" Ujar Bu Tutik seraya mengusap bahu suaminya. Pak Joko pun tersenyum.
"Bu, dikasih makan atuh tamunya, dari tadi ajak bicara!" Ujar Wawan.
"Oh iya, Nyonya dan yang lainnya mari makan dulu."
Akhinya Bunda Salwa dan yang lainnya makan. Dengan malu-malu Kamelia melayani suaminya. Fadil gemas melihat istrinya yang sedari tadi selalu menundukkan kepala saat di hadapannya.
Setelah makan, Abi Tristan dan yang lainnya pamit pulang ke villa. Mereka meninggalkan Fadil di rumah istrinya.
"Mel, bawa den Fadil masuk ke kamar gih! Kamu juga belum ganti baju, sana ganti baju dulu!"
"Iya Bu."
Kamelia pun mengajak Fadil untuk masuk ke kamarnya. Kamar berukuran tiga kali tiga meter dengan tempat tidur yang berukuran sedang dan ada satu lema baju dia pintu serta satu meja rias dan kipas angin yang menempel di temboknya. Kamar tersebut sudah dihias layaknya kamar pengantin. Ada beberapa tangkai bunga sedap malam di pot yang di taruh di atas meja kecil. Dan bunga yang menghiasi sandaran tempat tidur, juga kelopak bunga mawar yang bertaburan di atas tempat tidur.
"Maaf den, kamarnya kecil nggak seperti di rumah aden."
Kamelia menutup pintu kamarnya. Fadil pun duduk di atas tempat tidur yang sederhana itu.
"Ehem... bisakah kamu memanggilku dengan panggilan lain? Aku sudah menjadi suamimu."
"Eh... iya, maaf aku lupa."
Kamelia menyalakan kipas anginnya. Kemudian ia mengambil baju di dalam lemarinya.
"Den.. eh a' aku mau ganti baju dulu!"
Fadil menyunggingkan senyumnya saat sang istri memanggilnya dengan sebutan baru.
"Eh, mau ganti di mana?"
"Itu, di kamar mandi."
"Di sini saja! Kalau kamu malu, aku akan berbalik badan."
"Tapi... "
"Neng, percaya sama suamimu ini. Sudah lakukanlah! Aku akan menghadap ke tembok."
Fadil pun berbalik badan menghadap tembok.
Dengan gerakan cepat Kamelia membuka kebayanya. Ia keliru tidak membuka singer di kepalanya terlebih dahulu. Jadi saat akan membuka manset kaosnya tersebut malah nyangkut ke singer.
"Aduh duh... "
"Ada apa neng?"
"Jangan berbalik! Ini cuma nyangkut."
Kamelia menurunkan kembali mansetnya lalu ia membuka singernya.
"Kok lama?"
"Sabar a', lagi buka singer."
Setelah berhasil membuka singernya, Kamelia membuka hijab lalu membuka mansetnya. Setelah itu, ia memakai baju gantinya.
"Sudah a'."
Fadil tercengang melihat istrinya. Kamelia lupa memakai hijabnya. Saat ini rambut panjangnya dicemol ke atas menampakkan lehernya yang mulus meski kulitnya tidak putih.
"Ada, apa a'? Kok bengong?"
Bukan menjawab, Fadil hanya tersenyum.
"Astagfirullah... jilbabku!"
"Sudah jangan panik! Kita ini sudah halal, nggak papa buka hijab depan suami. Justru pahala, apa lagi kalau buka.... " Fadil menghentikan ucapannya saat ia melihat pipi istrinya sudah memerah.
"A' tunggu di sini ya? Waktunya Bapak minum obat, aku ke kamar bapak dulu."
"Iya neng."
Kamelia pun keluar dari kamarnya. Fadil memperhatikan keadaan sekeliling kamar. Ada foto Kamelia waktu kecil dan waktu dia berseragam SMA.
"Dari dulu memang imut." Monolognya.
Fadil melihat sebuah sapu tangan di atas meja rias.
"Ini kan, punyaku."
Fadil baru ingat sapu tangannya itu ia berikan beberapa hari yang lalu saat motor Kamelia bannya bocor. Fadil menyunggingkan senyumnya.
"Ternyata kamu masih menyimpannya."
Fadil merasa sangat mengantuk karena semalam ia tidak bisa tidur. Ia menguap berkali-kali.Akhirnya ia pun membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu tertidur.
Kamelia masih melatih gerakan Bapaknya setelah memberinya obat.
"Mel, kasihan den Fadil. Sana balik ke kamatmu! Biar Ibu yang melanjutkan."
"Eh... nggak pa-pa Bu."
"Kamu sangat beruntung Mel, bisa dinikahi den Fadil. Ibu saja masih merasa kayak mimpi."
"Mel juga merasa begitu Bu. Makanya Mel masih malu sama den Fadil."
"Ibu mengerti. Terlepas dari semua itu, kamu sudah menjadi istrinya. Jadilah istri yang taat pada suami. Jangan pernah bernada tinggi, layani dia selama kamu mampu. Jika ada masalah, bicarakan dengan kepala dingin."
"Iya Bu."
Tiba-tiba jari tangan kanan Pak Joko bergerak. Ia ingin sekali memegang tangan putrinya.
"Mel... " Panggilnya.
"Iya Pak..."
"Ka-mu harus ba-ha-gia."
Melihat jari tangan bapaknya bergerak, Kamelia pun sangat senang.
"Pak... jari Bapak sudah bisa gerak?"
Pak Joko mengangguk.
"MasyaAllah... ini luar biasa, Pak."
Bu Tutik juga tak kalah senangnya. Mereka bertiga berpelukan dengan penuh haru.
"Ada apa kok pelukan nggak ngajak-ngajak aku?" Ujar Jaka, adik Kamelia.
"Dek, jari tangan Bapak sudah bisa bergerak."
"Benarkah?"
"Iya, lihatlah!"
"Alhamdulillah... "
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tidak ada yang tidak mungkin di dalam dunia ini. Selama kita berusaha dan berdo'a, maka tangan Tuhan yang bergerak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
⛱ᵃᵞᵘ🏝
Hehehe...🤭🤭🤭
2025-03-02
2
Bunda RH
amin 😇
2024-10-29
0
🌷💚SITI.R💚🌷
masya Alkah tabarakallah..
2024-10-29
1