Meski belum tahu maksud orang tuanya, Fadil tetap mengemas beberapa bajunya ke dalam koper kecil.
"Nurut saja dil, biar selamat." Monolognya.
Mereka bertiga berangkat meninggalkan rumah. Winda dan Windi tidak diajak karena mereka akan ada pertunjukan pentas seni di kampusnya besok. Pesawat mereka berangkat jam 6 sore dan sampai di Jakarta sekitar jam 7 makan.
Ternyata sudah ada Pak Didik, sopir Zaki yang menjemput mereka di Bandara.
"Abi, Bunda, ini bukan jalan menuju rumah adik. Kita sebenarnya mau ke mana?"
"Ke Bogor, rumah Kamelia. Kita diundang untuk datang ke acara pernikahannya." Abi terpaksa berbohong untuk memancing sikap Fadil.
Deg
Seperti ada batu besar yang menindih tubuh Fadil.
"Apa?
"Ma-maksudnya gimana, Abi?"
"Maksudnya, ya kita akan hadir di pernikahan Kamelia besok."
"Huh... tidak mungkin! Abi, ini tidak mungkin!"
"Apanya yang tidak mungkin?"
"Abi, aku berniat ingin melamar Kamelia bulan depan setelah aku berhasil menyelesaikan proyek. Aku takut Abi dan Bunda tidak merestui ku. Abi, Bunda, aku mencintai Kamelia..."
"Terlambat! Anggap saja dia bukan jodohmu! Apa kamu mau jadi seorang laki-laki perebut istri orang? Lagian belum tentu Kamelia memiliki perasaan yang sama denganmu!"
"Tapi bi...."
"Berpikirlah dengan jernih! Seorang calon pemimpin harus bisa mengendalikan ego!"
Fadil tidak berani berkata apa pun lagi. Ia hanya bisa meratapi nasib cintanya.Ia menyandar lesu di kursi mobil
Bunda Salwa hanya bisa diam melihat drama yang diperankan suaminya. Ia dapat melihat mata Fadil yang merah menahan perih. Sepertinya perasaannya cukup dalam kepada, Kamelia.
"Kalau begini baru mau bilang kamu, nak. Sabar ya!" Batin Bunda Salwa.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, mereka pun sampai di villa milik Zaki. Ternyata di villa sudah ada Zaki dan Fatin. Karena sudah larut malam, mereka langsung beristirahat. Namun tidak dengan Fadil. Ia bersimpuh di atas sajadahnya. Ia berdo'a apa pun yang ia bisa. Ia mengemis kepada Tuhannya meminta keajaiban.
"Ya Allah, aku tidak ingin mendo'akan terjadi hal yang buruk kepada Kamelia. Tapi aku meminta, jika dengan pernikahan ini Kamelia akan bahagia dengan calonnya, aku ikhlas. Tapi kalau pernikahan ini hanya akan membuatnya hancur, tolong gagalkan sebelum waktunya. Dengan cara-Mu Ya Allah."
Fadil merenung sampai ia tertidur di atas sajadah saat menjelang waktu Shubuh.
Sedangkan di rumah Kamelia.
Malam ini ada acara pengajian di rumah Kamelia. Setelah acara selesai, dan para tamu pulang, Kamelia justru tidak dapat tidur. Ia merasa gelisah. Ingin shalat malam, ia sedang datang bulang baru dia hari ini. Ia hanya bisa berdzikir dan merenungi nasib masa depannya. Di atas meja kamarnya, ia melihat sapu tangan milik Fadil yang sudah ia cuci tadi pagi. Ia mengambil sapu tangan tersebut lalu mendekapnya dengan tangannya di dada.
"Kanapa aku malah memikirkan kamu, den? Huh.. sesuatu yang tidak mungkin." Lirihnya.
Kamelia keluar dari kamar, ia menyalakan televisi. Tiba-tiba Wawan menghampirinya.
"Kok belum tidur, Mel?"
"Nggak bisa tidur Kak."
"Kenapa? Apa kamu memikirkan pernikahan besok?"
"Ya wajar kan, Kak?"
"Kalau kamu berubah pikiran, Kakak akan tetap mendukungmu."
"Apa sih Kak? Nggak mungkin begitu, kan? Aku sudah membuat keputusan, berarti aku siap menerima resikonya."
"Huh... ya sudah. Walau bagaimana pun aku harus berterima kasih kepadamu." Ujar Wawan menepuk baju adiknya, kemudian ia masuk ke dalam kamarnya.
Keesokan harinya.
Jam 5 shubuh, seorang MUA sudah datang untuk meake-up calon pengantin wanita. Acara pernikahan akan dilaksanakan jam 8 pagi.
"Calon pengantin, kenapa nggak pakai henna kak?" Tanya asisten MUA.
"Eh.. saya tidak terlalu suka Kak."
"Oh, iya... sayang banget kak."
Bapak Joko sudah duduk di kursi roda. Ia ikut mengawasi persiapan kali ini. Suara Pak Joko sudah sedikit kembali normal, namun untuk tangan dan kakinya harus lebih sering dilatih lagi.
Kursi tamu sudah berjejer rapi di bawah tenda. Jajanan dan makanan sudah siap. Sound sistem sudah dicek.
Sudah jam 7, tetangga yang akan bantu-bantu mulai berdatangan. Kamelia baru saja selesai dimake-up. Ia nampak cantik dengan kebaya putih dan hiasan singer Sunda di kepalanya.
"Kakaknya sudah cantik, dan pangling ya. Pasti nanti calon suaminya klepek-klepek."
Kamelia hanya bisa tersenyum getir. Di tangannya, ia menggenggam sapu tangan milik Fadil. Saat ini hatinya sedang tak karuan.
Tidak lama kemudian, tamu undangan pun sudah berdatangan dan duduk di kursi.
Sementara di villa.
"Abi, aku lebih baik tidak usah datang. Biar kalian saja. Aku tunggu di villa saja."
"Belajar menerima, dil. Jangan menjadi pengecut! " Sahut Abi Tristan.
Fatin pun berbisik kepada abangnya.
"Bang, ayo jalan! Kalau kamu nggak ikut, kamu akan menyesal seumur hidup."
Fadil mulai terprovokasi dengan bisikan Fatin. Ia pun merapikan jas yang ia pakai, dan ikut naik ke dalam mobil.
Saat mereka sampai di rumah Kamelia, calon pengantin sudah duduk di depan penghulu dan siap untuk melakukan ijab kabul. Namun bersamaan dengan turunnya mereka dari mobil, ada mobil polisi yang datang.
Tamu undangan panik, mereka pun berdiri. Polisi keluar dari mobil.
"Saudara Zulfikar, anda kami tangkap!"
Suasana pernikahan menjadi heboh. Zulfikar dan Ayahnya kalang kabut.
"Pak, anak saya salah apa?"
"Saudara Zulfikar adalah salah satu pengedar narkoba yang sudah kami incar beberapa bulan ini."
"Pak, anda salah orang!" Sahut Zulfikar.
"Maaf, sesuai perintah! Kami akan membawa anda ke kantor polisi."
"Tidak... ini tidak mungkin! Pak saya akan menikah! Biarkan saya menikah dulu!"
"Ayo cepat sekar juga, jika anda tidak ingin dipersulit!"
Polisi memborgol tangan Zulfikar. Para tamu menjadi semakin heboh dengan komentar masing-masing. Namun keluarga Kamelia hanya pasrah. Nampak Kamelia menenangkan Bapaknya.
"Bagaimana ini?" Tanya penghulu.
"Pernikahan akan terus dilanjutkan Pak penghulu! Ini calon mempelai prianya!" Sahut Abi Tristan.
Fadil yang digadang sebagai calon mempelai pria pun, terkejut dengan ucapan Abinya.
Pak lurah yang masih berdiri di situ, naik pitam.
"Hai... siapa anda? Seenaknya jidat mengcuri star! Mengambil kesempatan dalam kesempitan, hah!"
Sebelum Abi Tristan menjawabnya, seorang asisten lurah membisikkan sesuatu kepad lurahnya. Sontak Pak lurah menjadi bungkam saat mengetahui siapa mereka. Pak lurah mengajak rombongannya pergi membawa hantarannya kembali.
"Fadil, jadilah seorang laki-laki yang tegas! Ayo cepat lamar Kamelia!" Bisik Bunda Salwa seraya memberikan cicin yang ia lepas dari jarinya.
Fadil yang mendapat dukungan penuh dari keluarganya pun bergerak cepat. Ia mendekati Kamelia seraya bersimpuh layaknya orang melamar.
"Nur Kamelia Husna, maukah kamu menjadi istriku?"
Kamelia tidak dapat mengeluarkan kata-kata, air matanya luruh seketika karena masih tidak menyangka dengan semua ini. Ia hanya bisa menganggukkan kepala.
Akhirnya Fadil mengucapkan ijab kabul dengan sekali ucapan.
"Qobiltu nikachaha watazwijaha bil machril madzkur, haalan. "
"Sah..
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Cie ada yang seneng... ada yang mau kasih author hadiah gak nih? 🤣🤣🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
⛱ᵃᵞᵘ🏝
Alhamdulillah Sah ... 🤝🏻🤲🏻
Met U/ KaFa Semoga SAMAWA ...😘😘
2025-03-02
2
Pustanty
sukaaaa....kuu sukaaaa ceritamu author....🥰
2025-01-17
1
🌷💚SITI.R💚🌷
othor bisa bangeet ya bikin readers baper,,pokoky seneng bangeet de lanjuut
2024-10-29
2