Kamelia membantu bi' Mirna mencuci piring. Setelah itu, ia duduk di kursi depan paviliun. Tiba-tiba Fadil datang menghampirinya.
"Ehem... "
"Eh, den Fadil!"
"Kamelia, ini cucianku."
"Eh iya den."
Kamelia menerima keranjang baju kotor dari Fadil.
Fadil pun segera berbalik arah untuk kembali ke kamarnya.
"Eh itu den, saya mau bayar hutang uang ban tadi."
"Sudah kubilang tidak usah, aku tidak menganggap itu hutang!"
"Tapi den... "
Fadil tidak menghiraukan, ia pergi begitu saja.
"Ish, kebiasaan den Fadil!"
Kamelia tidak tahu saja kalau jantung Fadil tidak aman jika lana-lama berdekatan dengannya.
Saat masuk ke ruang tengah Fadil berpapasan dengan Fatin.
"Dari mana kamu Bang?" Tanya Fatin.
"Dari belakang, kenapa dek?"
"Nggak pa-pa! Cuma aku lihat abang senyum-senyum sendiri. Emang di belakang ada yang lucu?"
"Ah tidak... aku senyum karena suara burung Abi lucu. Dek, mana keponakanku?"
"Masuk kamar semua, waktunya bobo."
"Ya sudah, kamu bobo juga gih!"
"Aku masih nungguin kabar dari suamiku bang."
"Oh... harus gitu ya?"
"Harus dong! Meski kita berjauhan komunikasi harus tetap aktif. Agar perasaan cinta dan sayang tetap ada. Nanya terus kamu bang. Dibilangin cepat nikah kok biar ngerti!"
"Adikku yang sholeha, abangmu ini sedang proses menuju sukses. Do'a kan saja aku berhasil mengelola perusahaan."
"Iya, iya."
Fatin pun berlalu dari hadapan Fadil. Fadil masuk ke kamarnya. Ia membuka laptop dan mulai mempelajari berkas yang diberikan oleh Abinya. Ia mencoba untuk fokus, namun pikirannya terbayang wajah Kamelia.
"Astagfirullah... ya Allah, tolong hilangkan dulu dia dari pikiranku." Lirihnya.
Fadil pun mengambil wudhu' dan melaksanakan shalat hajat. Ia berharap agar langkahnya dalam menuju kesuksesan segera sampai. Ia juga menyebut nama Kamelia dalam do'anya.Setelah shalat, Fadil kembali membuka laptopnya.
Sementara di kamar Abi Tristan dan Bunda Salwa. Mereka sedang membicarakan masa depan anak-anaknya.
Keesokan harinya.
Seperti biasanya, Kamelia membantu bibi' di dapur. Kebetulan hari ini bi' Jum masih sakit. Jadi hanya ada bi' Mirna yang sedang memasak untuk sarapan pagi.
"Bi'biar aku bantu. Ini mau dimasak apa?"
"Ini mau dipanggang ayamnya pakai madu, Mel."
"Oh iya, sini biar aku yang manggang bi."
"Memang bisa?"
"Iya, bisa. Cuma bedanya kalau di sini panggangnya di oven. Kalau di rumah pakai arang. Hehe... "
Kamelia pun membantu Bi' Mirna dengan senang hati. Setelah semua makanan siap, mereka membawanya ke meja makan. Keluarga Fadil memang tidak biasa sarapan pakai roti. Mereka harus makan nasi dan lauk pauk.
"Bi' Jum kemana, belum sembuh?" Tanya Bunda Salwa.
"Belum, Nyonya."
"Tapi kemarin sudah ke dokter kan, Mir?"
"Sudah Nyonya. Tapi kan memang Bi' Jum tudak mau minum obat."
"Oh iya, nanti biar aku lihat lagi bi' Jum-nya."
"Selamat pagi, Abi... Bunda... " Ucap Fadil yang baru masuk ke ruang makan.
"Selamat pagi."
Disusul dengan anak yang lain, Winda dan Windi. Mereka pun sarapan bersama.
"Bun, ayam enak sekali! Bumbunya nggak kayak biasanya." Ujar Fadil.
"Iya, benar juga katamu." Sahut Abi Tristan.
"Berarti Bi' Mirna ada peningkatan dalam memasak." Sahut Bunda Salwa.
Setelah selesai makan, bi' Mirna membereskan meja makan dibantu Winda dan Windi. Sedangkan Kamelia sedang mandi karena mau siap-siap berangkat kerja.
"Bi' Mirna ayam bakarnya mantap." Ujar Fadil.
"Benarkah, den?"
"Iya, aku sampai habis dua piring. Ternyata bi' Mirna jago juga ya?"
"Den, ayamnya bukan saya yang masak, tapi Kamelia. Tadi dia bantuin saya lagi masak di dapur." Ujar bi' Mirna, jujur.
"Oh, Kamelia, wah dia itu rajin banget ya. " Sahut Bunda Salwa.
"Ternyata kamu memang serba bisa. Ini sih ayam bakar madu rasa cinta." Batin Fadil.
"Fadil! Malah bengong! Ayo cepat siap-siap, hari ini kita ada meting!"
"Iya bi."
Fadil pun bergegas untuk memakai pakaian kerjanya. Fadil cepat-cepat memasang dasinya dan menyisir rambutnya. Setelah itu ia turun ke bawah. Ternyata ia berpapasan dengan Kamelia yang akan berangkat kerja juga. Kamelia berpamitan kepada Bunda Salwa, ia mencium punggung tangan Bunda Salwa.
"Hati-hati ya, Mel."
"Iya Nyonya terima kasih, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Fadil terpaku melihat kepergian Kamelia. Sepertinya ia membayangkan sesuatu.
"Sst...dil! Malah bengong!" Tegur Bunda Salwa.
"Eh, iya Bun."
Ganti Fadil yang berpamitan. Ia pun mencium punggung tangan Bundanya.
"Semangat ya, kerjanya."
"Ia Bunda." Fadil mengecup kening sang Bunda.
"Ehem... jangan mencuri kesempatan dalam kesempitan!"
"Ya salam... pawangnya datang."
"Apaan sih by, sama anak sendiri kok gitu!"
"Dia sudah dewasa, Bunda."
"Ya sudah biarkan dia menikah secepatnya, biar dia manjain istrinya. Tidak manja denganku terus. " Ujar Bunda Salwa.
"Nah iya, benar itu Bun!" Sahut Fadil.
"Enak saja, kerja dulu yang benar!" Ujar Abi Tristan seraya menjawab telinga Fadil.
"Au au... sakit bi!"
"Ayo cepat kita berangkat!"
Bunda Salwa mengantar suami dan putranya sampai di depan rumah.Mereka berangkat ke kantor melewati jalan alternatif untuk menghindari kemacetan.
Tidak lama kemudian, Fadil dan Abi Tristan pun sampai di kantor.
"Bos, tamu kita sudah menunggu." Ujar Sekretaris Abi Tristan.
"Oke, Terima kasih Wan. kami akan segera ke ruang meting!"
"Baik, Bos."
Fadil dan Abi Tristan masuk ke ruang meting. Di dalam sudah ada rekan bisnis dan beberapa staf kantor. Abi Tristan memperkenalkan Fadil kepada rekan bisnisnya.
"Pak Frans, perkenalkan ini putraku, Fadil."
"Oh iya, wah dia tampan sekali. Mirip kamu, Pak Tris."
Fadil mencium punggung tangan Pak Frans. Dalam keluarga Opa Haris, sopan santun selalu diutamakan. adalah satunya menghormati orang yang lebih tua, meski tidak kenal sekalipun.
"Fadil, Om punya anak gadis. Dia masih kuliah semester akhir. Mau tidak Om kenalin?"
"Hah... boleh saja Om, untuk nambah saudara." Jawab Fadil. Sebenarnya ia tidak enak untuk menolak. Ia takut menyinggung perasaan Pak Frans.
"Frans, kita bicarakan nanti saja masalah perkenalan. Ayo kita mulai meting-nya."
"Oh iya, ayo silahkan."
Abi Tristan pun memulai meting. Baru kali ini Fadil menyaksikan Abinya memimpin meting. Ia sangat kagum dengan wibawa abinya saat memimpin rapat. Mulai detik ini ia bertekad untuk bisa belajar dan menjadi seperti Abinya.
Setelah 30 menit kemudian, meting pun selesai. Fadil dan staf yang lain kembali ke ruangannya masing-masing. Pak Frans masih ngobrol dengan Abi Tristan di ruangannya. Pak Frans dan Abi Tristan memang sudah lama menjalin hubungan bisnis. Jadi mereka sudah sangat akrab.
"Pak Tristan, aku tertarik dengan putramu."
"Fadil?"
"Iya, tentu saja. Siapa lagi yang tadi kamu kenalkan kepadaku?"
"Oh iya... maksudmu tertarik bagaimana?"
"Kamu punya Fadil, aku punya Livi. Kenapa kita tidak jodohkan saja mereka?"
"Em... maaf Pak Frans, Fadil masih dalam masa percobaan. Aku tidak ingin pikirannya bercabang. Kalau cuma untuk dikenalkan, silahkan saja! Toh kalau memang jodoh tidak akan kemana."
"Oh begitu ya? Baiklah... "
Setelah cukup lama mereka berbincang-bincang, akhirnya Pak Frans pamit undur diri.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Wahhh Fadil.. diperhatiin oleh pelanggan
2024-08-16
0
Tri Handayani
wah kaya'nya pak frans siap" klu nanti kecewa karna hati fadil udah mentok sama kamelia.
2024-05-29
2
Kasih Bonda
next Thor semangat
2024-05-28
1