Tengah malam Fadil keluar dari kamar karena ingin buang air kecil. Fadil pun mengambil wudhu' untuk sekalian shalat tahajud. Ia mengucap syukur yang tiada batasnya serta kembali meminta untuk kebahagiaan keluarga barunya nantinya.
Selesai shalat, Fadil tidak bisa tidur lagi. Ia menjadi penjaga Kamelia. Fadil tersenyum melihat wajah polos istrinya saat terlelap. Tangan Fadil terulur untuk mengelus pipi istrinya yang lembut.
"Kamu adalah harapan dalam do'aku. Hiduplah bahagia bersamaku." Ucap Fadil dengan lirih seraya mengecup kening istrinya untuk yang pertama kalinya. Seketika mata Kamelia terbuka. Fadil pun kalang kabut. Namun sejenak kemudian mata Kamelia kembali terpejam. Sepertinya ia sedang bermimpi.
Fadil mengelus dadanya.
"Huh... aman... "
Guling Kamelia jatuh karena tendangannya sendiri. Selimutnya pun sudah melorot ke bawah. Lalu ia berbalik dan menemukan guling yang lebih besar. Kamelia pun memeluk guling hidupnya.
"Astaga... mana bisa tahan kalau begini." Batin Fadil.
Namun Fadil berusaha untuk tenang sampai akhirnya ia pun ikut tertidur pulas.
Keesokan harinya.
Kamelia terkejut saat membuka mata. Wajah Fadil yang langsung ia lihat. Bersamaan dengan itu, Fadil pun terbangun dan membuka mata. Saat ini mata mereka bertemu.
"Den, kamu kok... "
Buru-buru Fadil menutup mulut istrinya.
"Sstt...panggil den lagi! Aku ini suamimu!"
Kamelia mengkedip-kedip kan matanya. Ia masih mengumpulkan kesadaran.
"Ah iya, maaf-maaf a', aku lupa."
Terlalu gemas melihat ekspresi istrinya, sontak Fadil menangkup pipi istrinya, lalu menciumnya dengan tiba-tiba.
"Biar kamu nggak lupa!"
Fadil pun segera bangun dan pergi ke kamar mandi. Sedangkan Kamelia masih di atas tempat tidur mengelus pipinya bekas dicium Fadil. Pipinya merona bak kepiting rebus.
Fadil kembali masuk ke kamar untuk shalat Shubuh. Sedangkan Kamelia pura-pura tidak melihat suaminya karena malu. Ia sibuk membereskan tempat tidur.
Setelah selesai shalat, Fadil tidak melihat istrinya di kamar. Fadil pun keluar untuk mencari keberadaan istrinya. Ternyata Kamelia sedang memasak air panas.
"Bikin apa neng?"
"A' suka kopi kan?"
"Iya, kopi susu." Ujar Fadil dengan nada menggoda.
"Eh a' tunggu saja dulu di kursi."
"Kalau nunggu di sini kenapa?"
"Malu a'."
Namun Fadil masih berdiri di samping istrinya.
Kamelia menuang air ke dalam gelas yang sudah berisi kopi susu, lalu mengaduknya. Tanpa aba-aba, Fadil berdiri di belakang Kamelia dan memegang tangan istrinya dan ikut mengaduknya. Tentu saja Kamelia terkejut. Tubuhnya gemetar bagaikan ada sengatan listrik.
"Mel, kamu.... " Bu Tutik menghentikan ucapannya saat melihat Kamelia tidak sendiri di dapur tapi bersama suaminya. Dan posisi mereka saat ini sangatlah intim.
Sontak Fadil melepaskan tangannya.
"Maaf, maaf Ibu nggak lihat!" Bu Tutik segera pergi dari dapur.
"Aih si aa'... Ibu jadi salah sangka tuh!"
Fadil hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil nyengir kuda.
Bu Tutik kembali masuk ke kamatnya sambil senyum-senyum, membuat Pak Joko curiga.
"Ke-na-pa Ibu se-senyum sen-di-ri?"
"Pak, sepertinya kita akan segera punya cucu."
Pak Joko tidak mengerti maksud istrinya. Namun ia hanya bisa mengamini dalam hati.
Jam 7 pagi orang tenda sudah datang untuk membongkar tenda dan membawa kursi tamu. Kamelia membantu Ibunya memasak untuk mereka. Akhirnya halaman rumah mereka bersih kembali seperti semula.
Saat ini Kamelia dan Fadil siap-siap untuk kembali ke Surabaya. Fadil harus menyelesaikan proyek barunya. Tidak lama kemudian Abi Tristan dan Bunda Salwa menjemput mereka.
"Nyonya Salwa, saya titip Kamelia."
"Tentu saja bu, Kamelia akan aku anggap seperti anak sendiri bukan menantu. Ibu dan Bapak tidak perlu khawatir. Nanti setiap satu bulan sekali mereka bisa mengunjungi kalian ke sini."
"Terima kasih banyak, Nyonya."
"Saya juga Terima kasih bu. Kalian sudah mengizinkan Kamelia untuk ikut bersama kami."
"Kamelia sudah milik suaminya. Kemana pun suaminya pergi, dia harus ikut."
Acara pamitan Kamelia kali ini penuh haru. Pak Joko tidak dapat membendung air matanya saat melepas kepergian Kamelia.
Di dalam mobil, Kamelia dan Fadil duduk di kursi belakang. Sedangkan Bunda Salwa dan Abi Tristan di kursi tengah. Di dalam mobil, Kamelia masih menahan tangisnya.
"Sudah neng, jangan nangis terus! Nanti aa' merasa bersalah karena sudah misahin neng sama keluarga neng." Ujar Fadil seraya menggenggam tangannya.
"Maaf a'."
"Nggak pa-pa." Ujar Fadil seraya mengelus kepala Kamelia.
Seer...
Ada hati yang menghangat dan gejolak yang terpendam.
Bunda Salwa menyenggol lengan suaminya memberi kode seakan berkata dunia milik Fadil dan Kamelia berdua. Abi Tristan menoleh dan tersenyum menanggapinya.
Setelah menempuh perjalanan jauh, mereka pun sampai di Bandara. Mereka naik pesawat kelas bisnis jam 12 siang.
Baru kali ini Kamelia naik pesawat, ia merasa grogi. Fadil melihat kekhawatiran pada wajah istrinya.
"Neng, kenapa?"
Kamelia menggigit bibirnya sendiri.
"Takut a'."
Fadil tersenyum melihatnya.
"Hei... nggak perlu takut. Ada aa' di sini. Ini pakai earphone, pejamkan mata dan jangan lupa baca do'a."
"Hem... "
Saat pesawat baru akan lepas landas, Kamelia panik. Ia tidak sengaja mencengkram lengan suaminya, dan menyembunyikan wajahnya di balik baju suaminya.
"Sudah neng, sudah aman. Tapi kalau kamu mau terus peluk aa' sih nggak pa-pa."
Sontak Kamelia melepaskan diri dari Fadil.
Tidak terasa, mereka pun sudah sampai di Bandara Juanda. Sudah ada Pak Burhan yang menjemput mereka.
Sesampainya di rumah, mereka sudah disambut oleh Winda dan Windi. Belum tahu perihal pernikahan Fadil dan Kamelia. Melihat Fadil yang baru saja turun dari mobil dan menggandeng tangan Kamelia, Winda pun protes.
"Eh eh... bang! Tangannya, main nemplok aja! Minta dihajar Abi nih!"
"Abi lihat tuh, abang main gandeng anak orang."
Bukan membalas ucapan adiknya, Fadil justru semakin membuat mereka emosi dengan merangkul pundak Kamelia.
"Astagfirullah... Bunda, lihat abang!"
Kamelia hanya menunduk menahan malu.
"Adikku, Winda dan Windi. Ayo kenalan dulu sama kakak ipar kalian."
"Apa? Kakak ipar?" Ujar mereka bersamaan.
"Iya, mereka sudah menikah." Sahut Bunda Salwa.
"Demi apa coba? Serius?"
"Iya dek... "
"Ah kalian curang nggak ngajak-ngajak kita!" Sahut Windi.
"Ayo masuk dulu! Kami ini sudah capek!" Ujar Bunda Salwa.
Sampai di dalam rumah, Bunda Salwa memberi pengertian kepada kedua putrinya. Beruntung mereka memahami situasinya. Dan mereka juga ikut senang dengan pernikahan abangnya.
"Bunda harap kalian bisa menghormati Kamelia sebagai kakak ipar kalian."
"MasyaAllah, tentu saja Bunda. Kami senang Mbak Kamelia jadi istri abang dari pada si..... "
Windi menghentikan ucapannya karena Winda memberinya kode dengan kedipan mata.
"Ah pokoknya kami senang, Mbak Mel selamat menjadi bagian dari keluarga kami."
Winda dan Windi memeluk Kamelia."
"Sudah-sudah, jangan lama-lama meluknya! Kasihan istriku sesak nafas!"
"Cie.. yang sudah punya istri! Nggak bakal jadi saingan Abi lagi nih."
Kamelia bisa bernafas lega. Rupanya keluarga Fadil bisa menerimanya sebagai anggota keluarga baru di rumah itu.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
kamelua pasti bahagia bangeet...eh thoor nak sambungy salwa di mana udh niksh blm
2024-10-29
0
Okto Mulya D.
Keluarga kembar, Fatan n Fadil, Fatin, serta Wanda n Windi.
Nah bagaimana dengan Fatan, apa sudah punya calonnya? Othor
2024-08-17
0
Rosmina Sumang
senangnya lihat kluarga abi yg akur dan mghargai sesama tanpa memandang status
2024-07-22
1