Kamelia kembali ke kamarnya. Saat membuka pintu kamarnya, ia melihat suaminya sedang tertidur pulas. Bahkan Fadil membuka bajunya karena panas, ia hanya mengenakan celana.
"Astagfirullah... "
Tubuh atas Fadil dengan roti sobeknya terpampang nyata. Kamelia berusaha mengalihkan pandangannya. Ia memungut baju suaminya yang tergeletak di tempat tidur, lalu menggantungnya di tembok.
Tidak lama kemudian, ada seseorang yang datang ke rumah Kamelia mengantarkan koper milik Fadil. Kamelia membawa koper tersebut masuk ke kamarnya.
Fadil terbangun karena ia merasa gerah. Meski sudah memakai kipas dan melepas bajunya, cuaca siang ini membuatnya kepanasan.
"E... a' sudah bangun?"
"Iya neng, ini siapa yang anterin koper?"
"Itu tadi Pak mandor."
"Neng, kalau ngomong sama suami itu lihat orangnya!"
"Hah... pakai bajunya dulu a'!"
Fadil yang gemas melihat tingkah istrinya itu pun sontak menarik tangan Kamelia.
"Kyaak... " Pekik Kamelia.
Mereka terjatuh bersama di atas tempat tidur. Kamelia langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Haha... kamu lucu neng! Takut aa' makan ya?"
"Hah.. me-memangnya aa' kanibal?"
"Ya ampun, polos sekali istriku ini!" Batinnya.
Fadil hendak membuka tangan istrinya, namun terhenti karena ucapan istrinya.
"A'... ini sudah mau jam dua. K-kamu belum shalat.
"Astagfirullah... iya!"
Fadil buru-buru bangun dan mengambil sarung serta baju kokohnya di dalam koper. Kamelia mengantar Fadil ke kamar mandi yang berada di samping dapur. Setelah selesai mandi dan berwudhu' Fadil kembali masuk ke kamar. Kamelia menggelar tikar dan sajadah untuk suaminya.
"Kamu sudah shalat?"
"Eh itu, aku lagi halangan a'."
"Oh.... "
"Ya salam... cobaan mu belum selesai, dil." Batin Fadil.
Fadil pun segera shalat Dhuhur.
-
Sementara di villa
Bunda Salwa sedang menelpon orang tuanya untuk memberitahukan kabar pernikahan Fadil. Opa Haris dan Oma Raisya ikut senang dan mendo'akan mereka.
Fatin dan Zaki segera kembali ke Jakarta, karena keempat anaknya sudah rewel menanyakan keberadaan mereka. Sedangkan Abi Tristan dan Bunda Salwa masih tinggal di villa. Mereka masih ingin membicarakan perihal Kamelia dan Fadil dengan keluarga Kamelia.
Sore harinya Fadil mengajak Kamelia pergi ke villa.
"Kita jalan kaki ya?"
"Ada sepeda motor butut punya Kak Wawan."
"Nggak pa-pa kalau begitu kita pinjam."
"Ia a', tunggu sebentar."
Belum juga mereka berangkat, Pak lurah datang bersama antek-anteknya.
"Mana orang tuamu, Mel?"
"A-ada apa, Pak?"
"Saya mau minta uang untuk biaya pernikahan dikembalikan! Saya sudah rugi besar!"
"Berapa uang yang harus dikembalikan?" Sahut Fadil.
"Lima puluh juta."
"Kirim nomer rekening Bapak ke nomer ini, saya akan mentransfer uangnya nanti. Anda tidak perlu khawatir!"
"Tapi a', uang yang pak lurah kasih sama kami cuma dia puluh lima juta." Sanggah Kamelia.
"Itu belum biaya KUA dan hantaran yang sudah dibeli."
"Bukannya hantarannya sudah anda bawa kembali?"
"Anda mau memeras kami? Apa anda juga mau menyusul anak anda ke buih?" Gertak Fadil.
Pak lurah kalang kabut.
"E... e... ya sudah kembalikan saja yang dua puluh lima juta!"
"Oke, anda tidak perlu khawatir. Kirim sekarang juga nomer rekeningnya!"
Setelah Fadil mendapat nomer rekening pak Lurah, ia langsung mentransfer uang sejumlah yang diminta.
"Bisa anda cek! ini tanda buktinya."
"Ya sudah!"
"Ingat Pak, jangan sekali-kali anda mengganggu kluarga istri saya. Kalau sampai itu terjadi, jabatan anda taruhannya."
Tanpa membalas perkataan Fadil, Pak lurah beserta antek-anteknya pergi meninggalkan rumah Kamelia.
Kamelia dan Fadil pun tidak jadi pergi, karena tiba-tiba Bu Tutik menangis.
"Sudah Bu, jangan nangis! Semuanya sudah berakhir!"
"Ibu takut Pak lurah dendam sama kita, Mel."
"Ibu tidak perlu khawatir, saya akan memantaunya. Dia tidak akan berani mengganggu keluarga ini lagi."
"Aden, Terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkan."
"Ibu ngomong apa? Kita keluarga, tidak ada yang direpotkan."
Akhirnya Bu Tutik bisa bernafas lega.
Malam harinya
Bunda Salwa dan Abi Tristan bertamu ke rumah Kamelia karena diundang oleh Bu Tutik untuk makan malam bersama.
"Maaf Nyonya, Tuan, makanannya seadanya."
"Tidak masalah, Bu. Kami tidak pernah pilih-pilih makanan. Yang penting halal."
"Alhamdulillah, monggo dihabisi."
Setelah makan bersama mereka membicarakan perihal Kamelia dan Fadil selanjutnya. Menurut kesepakatan bersama, Kamelia dan Fadil setelah ini akan tinggal di Surabaya mengingat Fadil memang bekerja di perusahaan Abinya. Kamelia akan tetap bekerja membantu Fatin di Galery. Fadil akan mengurus biaya terapi rutin Pak Joko setiap seminggu sekali. Dan Wawan diberi modal untuk membuka bengkel untuk membantu perekonomian keluarganya. Karena sebagai tukang bangunan, Wawan jarang mendapatkan job. Bu Tutik sudah tidak perlu bekerja di kebun teh lagi karena Fadil akan membukakan warung di depan rumah agar Bu Tutik bisa berjualan sambil menjaga Pak Joko.
"Nyonya, Tuan, kehadiran kalian dalam hidup kami bagaikan malaikat. Kami tidak tahu harus membalas kebaikan kalian dengan apa. Kami hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuk kalian. " Ujar Bu Tutik dengan berlinang air mata.
Bunda Salwa tidak sungkan dan tudak risih untuk memeluk besannya.
"Bu, sudah seharusnya Fadil membantu keluarga istrinya. Bu Tutik dan keluarga tidak perlu sungkan meminta bantuan kami."
"Terima kasih banyak, Nyonya. Rasanya masih mimpi Kamelia bisa menjadi istri den Fadil. Kami ini orang tidak punya, tidak pantas rasanya berbesanan dengan keluarga kaya."
"Iya Bu, sama-sama. Jangan berkata seperti itu! Jodoh, maut rejeki sudah ada yang mengatur Saya sangat bersyukur Fadil memilih Kamelia sebagai pendamping hidupnya. Kami tidak peduli orang itu miskin atau kaya Bu, yang paling penting itu akhlak dan budi pekertinya. Masalah rejeki mereka bisa dicari bersama."
Setelah pembicaraan mereka selesai, Abi Tristan dan Bunda Salwa pamit kembali ke villa.
Setelah kepergian orang tuanya, Fadil pun melaksanakan shalat Isyak. Cuaca malam tentu berbanding terbalik dengan siang. Malam ini cuacanya cukup dingin. Namun bagi Fadil tetap kurang sejuk, ia masih harus menyalakan kipas angin. Kamelia tidak protes, meski sebenarnya ia kedinginan. Saat ini mereka sedang berada di atas tempat tidur. Ukuran tempat tidur yang sedang itu, membuat mereka harus tidur berdempetan.
Cuaca dingin berubah menjadi panas. Saat Kamelia merasakan sesuatu yang berbeda.
"Neng, kalau tidur sama suami nggak boleh membelakangi, dosa!"
Kamelia berbalik menghadap suaminya.
"Eh iya, maaf a'."
Kamelia menarik selimut sampai menutupi wajahnya. Ia bersembunyi di balik selimut. Fadil menahan tawa melihat tingkah istrinya.
"Santai neng, belum waktunya! Lagi pula masih lampu merah." Batinnya.
Kamelia pun langsung terlelap karena ia sangat mengantuk, dari kemarin malam ia tidak bisa tidur. Sedangkan Fadil belum bisa memejamkan matanya. Suara jangkrik dan sahutan tokek menemaninya malam ini.
Selimut Kamelia terbuka, nampak keringatnya bercuruan. Dalam keadaan setengah sadar, Kamelia membuka dua kancing piamanya karena merasa gerah. Ia lupa bahwa makam ini ia tidak tidur seorang diri. terlihat cup warna pink berukuran sedang sangat menggoda iman. Melihat itu membuat Fadil menekan salivanya sendiri.
"Cobaanmu begitu berat, dil."
Untuk mengalihkannnya, Fadil pun membuka handphone-nya dan main game.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
bunda syifa
maaf Thor klo bisa jangan astaga tapi nyebut astaghfirullah soalnya ceritanya kn latar belakang agama nya pekat banget, biar sesuai aja 🙏🙏
2024-08-21
2
Elizabeth Zulfa
sabar bang Fadil.. nnti ada masanya buatmu main bola lokal 😁😁😁😁
2024-07-27
1
Kosong
Ahahahaha pusing gk tuh 🤣
2024-06-05
2