Hari ini pagi-pagi sekali Orang tua Fadil sedang menjemputnya ke Bandara Juanda . Fadil pulang dari Mesir untuk menghadiri acara empat bulanan adik kembarnya, Fatin. Sudah dua tahun Fadil tidak pulang. Ia memang sengaja tidak pulang sampai kuliahnya selesai. Dan saat ini ia sudah menyelesaikan kuliahnya, tinggal wisuda saja.
"Bunda... Fadil rindu." Fadil memeluk erat sang Bunda.
"Jangan lama-lama, itu milik Abi!" Protes Abi Tristan.
"Hem, pawangnya galak Bun!"
"Haha... kayak nggak tahu Abinya saja."
"Kapan acara empat bulanan adek?"
"Lusa, besok adikmu sudah pulang dari Jakarta."
"Bang Fatan sudah pulang?"
"Dia masih sibuk sidang skripsi, mungkin lusa baru bisa pulang."
Abi Tristan hanya diam dan menjadi pendengar istri dan putranya.
Akhirnya mereka pun sampai di rumah. Winda dan Windi menyambut kedatangan abangnya. Mereka sangat senang melihat abangnya pulang setelah sekian purnama tidak bertemu. Meski mereka sering telpon dan kadang video call namun tidak seperti saat bertemu langsung.
"Ih abang, kenapa pakai jenggot segala? Kelihatan tua!"
"Ish kata siapa? Handsome gini dibilang tua! Jenggot ini yang bikin cewek kelepek-klepek, haha... "
"Mana buktinya? Abang saja masih jomblo!"
"Hem.. abang hanya memenuhi janji sama Abi dan Bunda. Kalau tidak, mungkin bukan satu cewek saja yang jadi pacar Abang."
Mendengar candaan anak-anaknya, Abi Tristan pun berkomentar.
"Lihat itu Bun, kelakuan Fadil!"
"Kayak nggak ngerti Fadil kamu By!"
"Maksud abang, ngapain pacaran? Kalau ada yang cocok di hati langsung saja bawa ke KUA. Iya kan bi?" Sahut Fadil.
"Hem... iya, tapi urus dulu perusahaan. Kalau satu tahun oke, langsung cari calon."
"Kalau cari calon dulu nggak boleh?"
"Terserah kamu saja! Intinya jangan melanggar perintah Allah! Jangan merusak anak orang! Kamu pasti lebih paham dari Abi."
"Tuh kan, belum sehari sudah kena ceramah." Lirih Fadil.
"Apa kamu bilang, Dil? "
"Eh, nggak bi. Aku lapar! Bunda ayo sarapan."
"Iya ayo, Bunda sudah meminta Bibi masak kesukaanmu."
Akhirnya mereka pun makan bersama. Fadil sangat menikmati makan siangnya. Sudah lama ia tidak makan masakan rumah. Di Mesir ia selalu makan mie instan atau masak makanan Jung food. Kadang juga ia pesan makanan dari luar.
Bunda Salwa sangat senang melihat Fadil makan dengan lahap.
"Kamu makan apa kesetanan, dil?"
"Ih, jangan bilang gitu dong by! Sudah bagus anaknya makan banyak." Tegur Bunda Salwa.
"Ini makanan yang aku rindukan bi. Jadi makannya harus cepat, biar nggak keduluan yang lain."
"Yaelah, habisin saja Bang. Aku nggak suka urap-urap taoge." Sahut Winda.
"Sudah, ayo dilanjut makannya!"
Kalau sudah ngumpul, meja makan tidak akan sepi. Bunda Salwa tersenyum melihat anak-anaknya.
Setelah sarapan, Fadil masik ke kamarnya. Ia beristirahat untuk menghilangkan lelah karena menempuh perjalanan yang cukup lama. Fadil pun tidur di pagi hari.
Sekitar satu jam Fadil tidur, akhirnya ia bangun karena ada panggilan telpon dari temannya. Fadil tidak bisa tidur lagi. Ia pun mengganti celananya dan mengenakan sarung serta kaos oblong. Fadil teringat burung peliharaan Abinya yang selalu berkicau saat ia menelpon ke rumah. Karena penasaran, Fadil pun pergi ke halaman belakang dekat paviliun. Semua burung koleksi Abi Tristan di gantung di sana.
"Oh ini burungnya... Abi ada-ada saja. Sudah berumur malah suka koleksi beginian. Sayang sekali uangnya." Monolog Fadil.
Sementara seseorang dari dalam paviliun baru saja keluar dan hendak berangkat ke Galery. Dia adalah Kamelia, yang sudah 6 bulan ini tinggal di paviliun. Kamelia bekerja kepada Fatin, saudara Fadil. Kamelia berasal dari Bogor. Tadinya ia tinggal bersama Fatin di Jakarta. Namun setelah satu tahun kemudian Kamelia dipindah tugas ke Surabaya untuk membantu menjaga Galery Fatin di Surabaya. Dan Fatin menitipkan Kamelia di rumah orang tuanya.
Kamelia sudah siap dengan tas ransel kecil yang selalu ia bawa. Ia memainkan kunci sepeda motornya. Sepeda motor tersebut adalah milik Fatin, namun sudah Fatin berikan kepadanya sebagai fasilitas transportasi untuk pergi bekerja. Kamelia melihat seorang laki-laki yang asing di samping paviliun, ia pun menghentikan langkahnya dan memperhatikan orang tersebut dari belakang.
"Wah ini jenis burung yang mahal. Sudah bersertifikat kayaknya. Lumayan juga bisa untuk beli i-phone nih hehe..... " Monolog Fadil. Dan masih bisa didengar oleh Kamelia.
Fadil pun menurunkan sangkar burung tersebut, ia berniat ingin merekam bunyinya. Namun tiba-tiba seseorang memukulnya dengan tas.
"Maling... maling kamu ya! Tolong....! Tolong....!" Kamelia memukuli punggung dan kepala Fadil dengan yang ia gendong.
"Eh... eh... ampun! Aku bukan maling woiii!"
Fadil tersungkur ke bawah. Saat Kamelia akan memukulnya lagi, kaki Kamelia tersandung kaki Fad dan ia jatuh menindih tubuh Fadil.
"Au...! " Pekik Fadil
Sejenak keduanya saling pandang.
"Manis juga." Batin Fadil.
Namun mereka segera sadar.
"Astagfirullah... " Ucap keduanya bersamaan.
Kamelia pun berusaha untuk bangun. Fadil mengerutkan keningnya. Ia masih heran dengan wanita tersebut.
"Kamelia, ada apa kok teriak?" Tanya bi' Jum.
"Ini bi' tadi ada yang mau nyolong burungnya Tuan. Ini orangnya! " Kamelia menunjuk Fadil yang masih duduk di bawah.
"Den Fadil!"
"Bi', tolong bangunkan aku!"
"I-iya Den."
Bi' Jum membantu dengan cara menarik tangan Fadil. Fadil memang sudah terbiasa manja kepada bi' Jum dari sejak dirinya SD.
Kamelia melongo melihat Bi' Jum sangat menghormati laki-laki tersebut.
"Kamelia ini Den Fadil, saudaranya Non Fatin yang baru pulang dari Mesir."
Kamelia menutup mulutnya. Ia sangat malu karena telah salah sangka kepada Fadil.
"Ma-maaf Den, saya benar-benar tidak tahu. Soalnya saya kira tadi maling."
"Ya Salam... seganteng ini dibilang maling? Kamu.... "
"Dia Kamelia Den, asistennya Non Fatin yang bekerja di Galery. Dia memang tinggal di paviliun sejak enam bulan lalu."
"Oh... "
"Sekali lagi saya minta maaf Den." Kamelia menundukkan kepala dan menangkupkan kedua tangannya di dada."
Timbul ide jahil dalam pikiran Fadil.
"Aku akan memaafkanmu, tapi dengan satu syarat."
"Apa itu, Den?"
"Selama dua minggu kamu yang cuci bajuku."
"Tapi kan itu sudah tugas Mirna den... " Sanggah Bi' Jum.
"Sstt.. Bibi' jangan ikutan dulu. Ini masalahku dan dia. Siapa namamu tadi?"
"Kamelia, Den."
"Bukan penyanyi dangdut kan?"
Sontak Bi' Jum tersenyum mendengar pertanyaan Fadil kepada Kamelia.
"Eh bu-bukan, den! Nama saya Nur Kamelia Husna bukan Kamelia Malik." Jawabnya polos
Hal tersebut membuat Fadil menahan senyumnya.
"Nama yang cukup bagus. Jangan lupa tugasmu!" Ujar Fadil seraya berlalu dari hadapan Kamelia dan bi' Jum.
Sebenarnya pinggang Fadil sakit tapi ia menahannya karena gengsi.
"Bi', saya takut."
"Tenang saja Kamelia, Den Fadil baik kok. Makanya lain kali kamu harus perhatikan dulu ya! "
"Iya bi'. Kalau begitu saya mau berangkat ke galery dulu."
"Iya hati-hati."
Seperti biasanya, Kamelia mencium punggung tangan Bi' Jum. Selama dia tinggal di rumah itu, Kamelia sudah menganggap bi' Jum sebagai orang tuanya. Jika melihat Bunda Salwa, ia juga pasti berpamitan kepadanya.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kamelia melajukan sepeda motornya menuju Galery. Sedangkan Fadil berdiri di balkon kamarnya. Ia memperhatikan kepergian Kamelia.
"Hem.. sederhana!" Ujar Fadil seraya tersenyum smirk.
Fadil pun masuk ke dalam, ia mencukur bulu-bulu yang tumbuh di pipinya dan menyisakan sedikit jenggotnya. Membuatnya lebih segar dan tampan berlipat-lipat menurut dirinya sendiri.
Di Galery
Kamelia sampai agak telat di sana. Mini sudah sampai 30 menit yang lalu.
"Mbak Mini maaf aku telat."
"Iya nggak pa-pa, macet ya?"
"Nggak kok Mbak, hanya tadi ada insiden."
"Apa?"
Kamelia pun menceritakan kepada Mini tentang kejadian di rumah antara dirinya dan Fadil.
"Haha, ya ampun Mel...kamu ini ada-ada saja! Oh jadi Den Fadil sudah pulang?"
"Iya Mbak."
"Den Fadil itu orangnya usil, beda dengan den Fatan dan non Fatin. Tapi pada dasarnya mereka baik kok. Keluarga mereka baik semua."
"Huf... syukurlah kalau begitu Mbak."
Kamelia dan Kini melanjutkan pekerjaan masing-masing.
Sudah jam 5 sore, Kamelia pun pulang dari Galery. Ia melajukan sepeda motornya dengan santai karena sedang libur shalat alias datang bulan.
Saat sore menjelang Maghrib, Kota Surabaya memang sangat macet karena banyak orang baru pulang kerja dan kuliah. Kamelia selalu menikmati perjalanannya. Ia bersyukur bisa mengenal Fatin dan keluarganya yang sangat baik. Meski mereka kaya, namun mereka tidak sombong. Bunda Salwa sering mengajak Kamelia jalan saat hari minggu. Bahkan Kamelia selalu diajak makan bersama mereka, namun ia malu. Ia lebih memilih makan di depan paviliun bersama asisten rumah tangga.
Akhirnya Kamelia sampai di rumah. Ia memarkirkan sepeda motor di garasi. Pintu garasi dalam sudah ditutup, akhirnya Kamelia melewati pintu depan.
"Assalamu'alaikum..."
Tidak ada sahutan, mungkin orang rumah sedang shalat. Kamelia pun terus melangkahkan kakinya masuk ke dalam.
"Wa'alaikum salam."
Kamelia dikagetkan dengan sahutan tersebut. Saat ia mendongak, ternyata Fadil yang menjawab salam. Kamelia menundukkan kepalanya.
"Cucianku sudah aku titip ke bi' Jum. Jangan lupa dicuci yang bersih ya?"
"Iya, den."
"Au..." Fadil memegang pinggangnya.
"A-ada apa den?"
"Pinggangku sakit, gara-gara jatuh tadi!"
"Ma-maafkan saya den, saya akan bertanggung jawab."
"Kamu yakin akan bertanggung jawab? Mau menikahi saya?"
"Hah?" Kamelia mendongak, matanya melotot karena terkejut.
"Haha... sudah, sudah, jangan dipikirkan! Aku sudah minta bi' Jum panggil tukang urut. Jadi kamu tidak perlu bertanggung jawab, aku tidak hamil!" Random sekali jawaban Fadil.
Fadil pun berlalu dari hadapan Kamelia. Ia tidak ingin terlalu lama berdekatan dengan Kamelia. Bagaimana pun mereka bukan mahram. Dan Fadil sangat mengerti hal itu.
Fadil meraba dadanya.
"Ah kenapa hanya berbincang dengannya, detak jatungku berdebar kencang." Batin Fadil.
Sementara Kamelia langsung masuk ke kamarnya. Setelah membersihkan diri ia menemui bi'Jum.
"Bi' tadi den Fadil bilang baju kotornya sudah dikasih sama bibi', mana bi'?"
"Oh iya ini!"
"Makasih bi'!"
"Tunggu Mel!"
"Ada apa bi'?"
"Kamu jangan ambil hati ya sikap den Fadil yang memintamu mencuci bajunya ini mungkin dia cuma ingin memberimu sedikit pelajaran."
"Tidak kok bi', aku ngerti. Lagian cuma cuci baju kok."
"Ya sudah, sana."
Kamelia pergi ke tempat mesin cuci. Ia mulai memasukkan baju-baju Fadil. Bau parfum Fadil yang menempel di bajunya menyeruak di penciuman Kamelia.
"Segar sekali baunya." Monolognya.
Kamelia sambil memeriksa, mungkin ada noda bandel yang perlu ia kucek dan sikat. Namun tidak disangka di dalam salah satu celananya, ia menemukan beberapa lembar uang.
"Astaga, ada uangnya. Den Fadil ini ceroboh juga. Kan jadi basah."
Setelah menjemur pakaian, Kamelia kembali ke paviliun. Ia membeber uang yang ditemukan di saku Fadil. Lalu ia nyalakan kipas kamarnya. Di dalam kamar itu sebenarnya sudah ada AC, namun Kamelia tidak kuat. Ia lebih memilih menggunakan kipas angin.
"Ya Allah... ini sih lumayan, ada lima ratus dua puluh lima ribu. Besok aku kembalikan kepada orangnya."
Sementara itu di kamar Fadil, ia sedang shalat Isyak seorang diri karena orang tuanya sedang menjemput Opa dan Omanya. Winda dan Windi juga ikut bersama mereka. Setelah shalat, Fadil turun ke bawah untuk makan malam.
"Bi' Jum... apa makan malamnya sudah siap?"
"Sudah den, mau makan sekarang?"
"Ia bi', perutku sudah keroncongan dari tadi. Aku makan duluan saja. Kalau nunggu Bunda pulang bisa pingsan aku."
"Haha... aden nih bisa saja. Ya sudah tunggu sebentar bibi' siapkan dulu!"
Fadil pun duduk di meja makan menunggu hidangan makan malam.
Kamelia memakai jilbab instannya dan pergi ke dapur. Sebelum makan sendiri, ia memang sering membantu bi' Jum dan Bi' Mirna menyiapkan sarapan dan makan malam.
"Aku bantu bi'."
"Iya Mel."
Kamelia membawa nampan berisi gulai iga dan sambalnya. Ia terkejut, ternyata di meja makan sudah ada Fadil. Kamelia pun meletakkan gulai tersebut di meja, kemudian kembali lagi ke dapur. Ia tidak tahu kalau saat ini Fadil sedang memperhatikannya dari belakang.
Kamelia berpostur tubuh mungil dengan tinggi 155 cm dan berat badan 50 kg dan berkilt kuning langsat. Ia juga memiliki lesung pipi di sebelah kanan dan tahi lalat kecil di dagu kanannya.
"Sudah den, silahkan dimakan." Suara Bi' Jum mengagetkan lamunan Fadil.
"Eh iya, terima kasih bi'. Jadi aku makan sendiri nih bi'?
"Lha iya den, kan yang lain belum pada datang."
"Ya sudah bi' jum duduk saja di depanku, temani aku makan."
"Tapi den..."
"Ayolah bi'... nanti kalau aku sudah beristri biar istriku yang menemani."
"Haha... si aden ini ada saja jawabannya."
Bi' Jum pun menemani Fadil makan.
Kamelia makan bersama bi' Mirna di belakang.
Setelah makan malam, nampak Fadil sedang duduk di sofa ruang tengah. Ia sedang menonton televisi.
Kamelia mengambil uang yang ia temukan di saku Fadil dan ingin mengembalikannya.
"Bi'Jum aku nemu uang ini di saku den Fadil. Tolong bibi' kembalikan."
"Mel, kamu kembalikan sendiri ya, kan kamu yang menemukan."
"Tapi..."
"Nggak pa-pa, itu den Fadil lagi nonton TV!"
"Ah iya bi'."
Kamelia melangkah ke ruang tengah untuk menemui Fadil.
"Maaf den, saya mengganggu."
Fadil menoleh ke sumber suara, kemudian mengecilkan volume televisi.
"Ada apa?"
"Ini uang aden ketinggalan di sakunya, tadi sudah saya kipasi. Jadi sudah hampir kering, den." Ujar Kamelia seraya memberikan uang tersebut.
Fadil pun menerimanya.
"Terima kasih."
"Iya den, sama-sama."
Kamelia membalikkan badan, hendak kembali ke kamarnya.
"Eh tunggu!"
Kamelia berhenti tanpa berbalik lagi.
"Kenapa lagi, den?"
"Ini untuk kamu!" Fadil memberikan sebagian uang itu kepada Kamelia.
"Tidak perlu, den!"
"Nggak pa-pa, ambillah!"
"Tapi den..."
"Kalau kamu tidak menerimanya, aku akan menambah tugasmu!"
"Eh iya, baik. Terima kasih den." Buru-buru Kamelia mengambil uang tersebut dan pergi ke belakang.
Fadil tersenyum melihat tingkah Kamelia.
"Den, itu tukang urutnya sudah datang!"
"Oke bi', suruh langsung ke kamar."
Fadil pun naik ke atas dan masuk ke kamarnya.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya.
Kamelia sudah siap untuk berangkat ke Galery. Di rumah orang tua Fadil, keluarga mereka sudah mulai berdatangan untuk bantu-bantu acara hajatan besok siang. Kamelia pamit kepada bi' Jum.
"Mel, kenapa nggak lewat depan?"
"Malu bi', sudah banyak yang datang."
"Ya sudah hati-hati."
"Iya bi', assalamu'alaikum. "
"Wa'alaikum salam. "
Kamelia melajukan sepeda motornya dengan kecepatan sedang. Lagi-lagi Fadil memperhatikannya dari balkon kamarnya.Fadil bahkan senyum-senyum sendiri karena mengingat kejadian kemarin.
"Huft, Lama-lama kayak orang gila!" Batinnya.
Siang harinya, rombongan dari Jakarta sudah sampai di kediaman Abi Tristan. Semua keluarga menyambut kedatangan mereka. Mereka langsung makan siang bersama.
Setelah makan siang, adil langsung bermain dengan keponakannya. Ia memang sangat menyukai anak kecil. Rihana sepertinya sangat nempel dengan Fadil.
"Bang, udah pantes jadi Bapak! Nikah gih!" Ujar Fatin.
"Dih, modal pantes saja gitu?"
"Ya, kan abang sudah mampu lahir dan batin."
"Belum dapat izin dari Abi, tunggu kinerja ku terbukti katanya."
"Kalau begitu selamat berjuang, hehe... "
"Eh dek, kamu mau ke mana?"
"Istirahat, capek. Ada apa?"
"Ah, sudah nggak pa-pa! Sana tidur!"
Suami Fatin pun menyusul masuk ke dalam kamar.
"Maaf den, waktunya anak-anak tidur siang." Ujar salah satu babysitter."
"Oh iya sus."
Fadil pun kembali ke kamarnya untuk tidur siang juga.
Sore harinya
Setelah adzan ashar Kamelia langsung pulang mengingat akan ada acara di rumah, pasti sekarang sudah banyak orang.
Dan benar saja, semua keluarga berkumpul. Mereka sibuk dengan tugas masung-masing. Kali ini Bunda Salwa sengaja membuat sendiri kue sajian untuk acara besok. Jadi tugas mereka di bagi-bagi. Sedangkan para lelaki sedang mengontrol orang tenda yang baru saja datang dan akan memasang tenda. Termasuk Fadil, yang saat ini berada di luar ikut mengawasi orang-orang yang memasang tenda.
Kamelia baru saja sampai di gerbang. Melihat banyaknya orang di rumah itu, Ia buru-buru langsung memarkirkan sepeda motornya ke dalam garasi. Ada sepasang mata yang sedang memperhatikannya.
"Bang, pinjam laptopnya dong! Punyaku rusak." Ujar Winda kepada Fadil. Namun Fadil masih memperhatikan seseorang yang baru saja turun dari sepeda motornya. Winda pun menyenggol lengan Fadil.
"Ish, Bang! Denger nggak sih?" Tegur Winda
"Astaga, apa sih Dek?"
"Dih, ayo abang lihatin siapa?"
"Nggak, itu abang liat yang pegang besi tenda di sebelah sana!" Ujar Fadil, bohong.
"Bang, aku pinjam laptopnya, boleh?"
"Iya, ambil saja di kamar!"
"Nggak ada isi yang macem-macem kan?"
"Ya salam...nggak ada! Abang ini laki-laki sholeh!"
"Ya ampun narsis sekali abangku yang satu ini."
Winda pun meninggalkan Fadil dan masuk ke dalam rumah.
Kamelia masuk melewati garasi. Ia malu jika harus lewat depan, karena banyak sekali orang.
Sampai di kamarnya, Kamelia langsung mandi dan ganti baju. Kemudian ia mengambil jemuran yang ia jemur semalam. Setelah itu ia setrika sambil melipatnya. Kemudian ia membawa baju yang sudah dilipat ke kamar bi' Jum.
"Bi' minta tolong, ini bajunya den Fadil sudah aku lipat."
"MasyaAllah rajin amat kamu, ya sudah aku anterin ke kamarnya."
"Terima kasih bi'."
"Iya sama-sama."
Kamelia kembali masuk ke kamarnya. Ia merasa ngantuk, dan akhirnya tertidur.
Malam harinya, mereka sudah bersantai. Semua kue sudah jadi dan sudah di kemas dalam plastik opp. Besok tinggal menunggu orang katering mengantarkan makanan dan souvenir kue untuk tamu undangan. Malam ini mereka berkumpul bercerita dan bersenda gurau. Mereka terpisah menjadi dua tempat. Para perempuan di ruang keluarga. Dan para lelaki di ruang tamu. Fatin tidak melihat Kamelia sejak sore tadi. Akhirnya Fatin pergi ke paviliun untuk menemuinya.
Tok tok tok
Ceklek
"Eh, Nyonya Fatin. Maaf Nyonya tadi saya ketiduran."
"Kamelia, sudah berapa kali aku bilang jangan panggil Nyonya!"
"Ah iya, Mbak Fatin. Maaf... "
"Aku kira kamu kemana tadi, ayo ikut gabung."
"Malu Mbak. Biar saya bantu-bantu bibi di dapur saja!"
"Nggak usah malu! Itu ada Mini juga baru datang."
"Oh ada Mbak Mini? Sebentar saya mau cuci muka dulu Mbak."
"Oke, aku tunggu di depan."
Terpaksa Kamelia pun keluar dan bergabung dengan yang lainnya. Setelah menyapa yang lain, ia duduk di samping Mini.
Malam ini para perempuan makan rujak buah. Mereka menuruti kemauan Ibu hamil. Sedangkan para lelaki bersantai di ruang tamu, ada yang sambil main catur ada juga yang sambil membicarakan masalah kantor. Mereka juga disuguhi gorengan dan kopi sebagai teman santai.
Setelah selesai rujakan, mereka membereskan perabotan yang dipakai. Sebagian dari mereka masuk ke kamar beristirahat karena sudah malam. Kamelia membantu mencuci piring di dapur karena bibi sudah beristirahat.
Datang Fadil yang sedang membawa piring bekas wadah gorengan para bapak-bapak. Melihat Kamelia sedang mencuci piring, Fadil pun berdeham.
"Ehem... "
Sontak Kamelia menoleh.
"Eh, taruh sini den, piringnya."
"Hem... "
Fadil meletakkan piring tersebut.
"Yang bersih nyucinya, nanti suaminya jenggotan! " Ujar Fadil sebelum akhirnya ia pergi dari dapur.
Kamelia hanya menanggapi dengan senyuman yang tidak dapat Fadil lihat. Karena ia menundukkan kepala.
Tidak lama kemudian, Windi datang menghampiri Kamelia.
"Sini Mbak, biar aku bantu naruh piringnya."
"Tidak usah Non!"
"Nggak pa-pa , Mbak. Kita makan bersama jadi kerjanya juga. Hehe... "
Karena sudah larut malam, mereka pun masuk ke kamar masing-masing dan beristirahat.
Keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali Fatan baru tiba dari pesantren. Ia pulang sendiri naik sepeda motor. Selama menjadi mahasiswa dan guru tugas di pesantren, Fatan diperbolehkan membawa kendaraan sendiri.
Hari ini Kamelia libur tidak pergi bekerja, ia hanya akan pergi ke Galery untuk mengambil beberapa gamis yang akan dipakai keluarga Fatin untuk acara nanti siang. Kamelia pergi ke Galery diantar sopir. Fatin melarangnya naik sepeda motor karena barang yang akan dibawa cukup banyak.
Siang harinya.
Halaman depan rumah orang tua Fadil dipenuhi tamu undangan. Di dalam rumah juga dipenuhi sanak saudara yang ikut berpartisipasi dalam acara tersebut.
Acara pun berjalan dengan hikmat dan lancar. Nampak Fadil dan Fatan ikut membantu membawakan minuman untuk para undangan. Namun nahasnya Fadil hampir menabrak tubuh orang yang berjalan di depannya karena pandangannya tidak fokus. Ia melirik Kamelia yang saat ini sedang sibuk membantu menyiapkan hidangan.Beruntung minuman tersebut tidak jatuh, hanya sedikit berguncang. Hari ini memang Kamelia terlihat lebih anggun dengan gamis hitam dan pashmina warna coklat susu.
"Astagfirullah, hampir saja. ... "
"Makanya, Hati-hati dek, pandangan itu ke depan! Tegur Fatan yang berada di belakangnya.
"Memang mau lihat ke mana kalau tidak ke depan Bang?" Sahut Fadil.
"Ya, mungkin saja kamu melihat ke arah lain."
Fadil tak menjawab lagi.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!