“Aku sudah tahu itu, tidak perlu khawatir.”
Weiruo membetulkan kain penutup wajahnya yang hampir jatuh, setelah itu segera berpisah dengan sosok tersebut tanpa perbincangan lebih panjang.
Setiap tiga jam sekali penjaga gerbang akan berganti, Weiruo memanfaatkan kesempatan itu untuk masuk ke istana ketika para penjaga sedang teralihkan.
“Huh, bersihkan kaki lalu tidur,” gumam Weiruo setelah dengan lancar memasuki paviliun.
...***...
“Nona, saya membawakan minum.”
“Letakkan saja di sana.”
Sebuah pukulan melesat ke udara kosong, Weiruo secara bertahap melatih tubuhnya agar sama seperti di kehidupan sebelumnya. Tubuh barunya saat ini begitu lemah dan memiliki tenaga yang begitu terbatas, latihan kecil saja langsung membuat hampir sekujur tubuhnya nyeri.
Weiruo berhenti, kemudian duduk dan meminum air yang dibawakan Yinyi.
Pandangan Weiruo mengamati sekitar, tidak jauh dari kediamannya dan sebuah hutan bambu yang cukup luas, hampir menutupi kediaman Weiruo.
Entah siapa yang memiliki ide hutan bambu itu, tapi Weiruo berterima kasih padanya karena kediamannya menjadi tertutup dari orang luar.
“Nanti akan kuperluas hingga ke sana, lalu apa perlu aku meninggikan tembok?”
Yinyi hanya bisa tersenyum melihat sifat Weiruo yang baru, walaupun melayani orang yang sama, tapi Yinyi tidak berpikir demikian. Sikap Weiruo jauh berbeda dengan sebelumnya, seolah bukan menjadi orang yang ia kenal.
Sementara itu Weiruo kini melamun tentang omongan sosok yang kemarin menolongnya.
Dia memang sadar jika dirinya diikuti, tapi sampai sekarang Weiruo tidak tahu siapa dan tujuan orang yang mengirim mereka.
“Kewaspadaanku setidaknya tidak begitu menurun,” gumam Weiruo.
“Ah, ada yang datang.”
“Eh? Siapa?” Yinyi segera melihat ke sekitar, tapi tidak orang.
Namun, tidak berselang lama Xuan Guoxin datang bersama beberapa orang kasim dan pelayan. Terlihat mereka membawa begitu banyak barang.
“Ada apa, Ayah?” sambut Weiruo.
Xuan Guoxin terkejut, dulu ketika dirinya datang walau hanya untuk mampir, Xuan Weiruo begitu senang dan menyambutnya dengan senyum hangat.
Tapi kini senyum hangat yang dikenalinya seolah hilang begitu saja, bahkan Xuan Guoxin bisa lihat dengan jelas bahwa Weiruo tidak berniat menyambutnya.
“Ayah ada sedikit hadiah untukmu.”
“Hadiah?”
Xuan Guoxin menunjukkan tiap barang yang dibawa oleh para pelayan. Gaun mewah, perhiasan, sepatu, dan beberapa benda berharga lainnya.
Weiruo hanya mengangguk-angguk tiap ayahnya menunjukkan hadiah yang ia berikan, walaupun ia tidak tertarik dengan semua benda tersebut, tapi Weiruo tahu betul jika semuanya memiliki harga yang tidak sedikit.
“Apa kau tidak menyukai semua hadiah ini?” tanya Xuan Guoxin melihat Weiruo yang nampaknya kurang tertarik dengan tiap hadiah yang ia berikan.
“Bukan tidak suka, tapi aku lebih membutuhkan uang daripada hadiah seperti ini,” jelas Weiruo. “Aku memang Tuan Putri, tapi sangat miskin,” lanjutnya, menunjukkan raut kesedihan yang tentu meluluhkan hati sang ayah.
“Apa uang sakumu kurang?” tanya Xuan Guoxin penasaran.
“Kenapa masih bertanya? Ayah pikir beberapa koin emas cukup untukku?” Weiruo balik bertanya.
Xuan Guoxin jelas terkejut mendengar perkataan Weiruo, ia masih berpikir bagaimana 500 koin emas yang ia berikan tiap bulannya tidak cukup di mata Weiruo.
“Yinyi, jelaskan.”
Yinyi hanya mengangguk pelan sebelum berjalan mendekat. “Yang Mulia, pengurus paviliun mengambil sebagian uang bulanan untuk Nona, hamba diancam untuk tutup mulut,” jelasnya dengan suara bergetar karena takut.
“Mengambil? Berani sekali pelayan rendahan seperti dia, Kasim Qu, bawa pengurus paviliun ini ke penjara bawah tanah, kurung dia selama tiga hari lalu beri dia hukuman cambuk sebanyak seratus kali.”
“Baik, Yang Mulia.”
Weiruo tersenyum puas, Xuan Guoxin merasa senang melihat putrinya kembali tersenyum.
“Putriku, coba katakan apa yang kau butuhkan?” tanya Xuan Guoxin.
“Yang aku butuhkan? Hmm ... kurangi jumlah penjaga di luar, terlalu ramai jika sebanyak itu, lalu uang dengan jumlah yang lumayan.” Weiruo memberi isyarat pada ayahnya, tentu ‘lumayan’ yang dia maksud memiliki arti yang sedikit berbeda.
“Tentu, ayah akan mengirim uang untukmu nanti.”
Weiruo tersenyum manis, yang tentu membuat Xuan Guoxin senang melihat respon putrinya.
“Karena urusan Ayah sudah selesai, silakan pergi, aku sedang sibuk sehingga tidak ingin diganggu.”
Weiruo memutar badan Xuan Guoxin dan mendorongnya ke arah gerbang paviliun, memintanya untuk pergi karena dirinya harus berlatih.
“Baiklah, jika butuh sesuatu katakan saja pada ayah.”
“Tentu.”
Weiruo melambaikan tangannya untuk mengantar perginya sang ayah bersama sekelompok pelayan yang dibawanya. Setelah mereka pergi, Weiruo kembali ke halaman untuk berlatih.
...***...
Malam tiba, suasana di sekitar Paviliun Anggrek Hitam menjadi begitu sepi karena jumlah pengawal yang berkurang, meski begitu di sekitar gerbang masih ada 4 orang pengawal yang berjaga.
Xuan Guoxin menuruti permintaan Weiruo untuk mengurangi jumlah pengawal di sekitar kediamannya, tapi pria tersebut tentu saja tidak tega membiarkan penjagaan putrinya begitu rendah sehingga menambah jumlah pengawal di gerbang selatan.
“Cih, merepotkan,” gerutu Weiruo.
Walaupun akses di gerbang selatan menjadi terbatas, tapi Weiruo tentu memiliki cara lain untuk pergi, memanjat tembok tentunya.
Karena tubuh Weiruo kini sudah sedikit terlatih, memanjat tembok menjadi hal yang tidak sulit untuk dilakukan.
“Malam ini sedikit lebih dingin,” gumamnya sembari menggosokkan telapak tangannya pelan.
Jalanan ibukota kini terlihat sepi, mungkin karena suhu yang begitu dingin sehingga orang-orang mengurangi aktivitas di luar rumah.
Weiruo menatap langit malam bertabur bintang, sesekali ia menggosokkan tangannya agar merasa sedikit hangat.
Tiba-tiba sesuatu menyenggol tubuhnya, spontan Weiruo berbalik dan melangkah mundur.
“Kuda?”
Seekor kuda putih dengan mata hitam legam berdiri di hadapannya. Kuda tersebut berjalan mendekati Weiruo, seolah begitu penasaran dengan gadis tersebut.
“Aduh, kuda milik siapa ini?” Weiruo menarik tali kuda tersebut.
Sepertinya kuda tersebut bukan kuda liar karena memiliki tali kekang di kepalanya.
Keduanya berjalan di jalanan bersalju yang sepi, sesekali kuda tersebut menggosokkan kepalanya ke tubuh Weiruo.
“Apa? Mau kunaiki?” celetuk Weiruo karena kesal terus-terusan diganggu.
Weiruo tersenyum kecil sebelum menapakkan kakinya ke batu besar dan naik ke punggung kuda putih tersebut.
“Ayo nikmati malam singkat ini.” Weiruo menepuk kepala kuda tersebut pelan sebelum memacunya pergi meninggalkan tempat tersebut.
Angin malam yang dingin menerpa wajah Weiruo, sebuah senyum tipis muncul di wajahnya yang cantik bersih.
ia menarik tali kekang pelan dan dengan cepat kuda putih tersebut mengurangi kecepatan larinya.
“Baise, bagaimana jika kau pulang bersamaku?” ucapnya sebelum terkekeh pelan.
Weiruo turun dan mengelus kepala Baise pelan. Nama kuda tersebut muncul begitu saja sehingga Weiruo langsung memanggilnya demikian.
Tiba-tiba Weiruo merasakan sesuatu menusuk lehernya, spontan ia meraba dan menemukan sebuah jarum perak mengenai lehernya.
Segera ia siaga dan melihat sekitar. Weiruo yakin yang menyerangnya bukan yang biasa mengikutinya selama ini, karena dia memacu kuda dengan cepat dan melewati gang kecil agar mereka tidak bisa mengikuti.
Pandangan Weiruo perlahan kabur dan tubuhnya kehilangan keseimbangan. Namun, masih bisa berdiri berkat keberadaan Baise.
Sesosok bayangan hitam muncul dari balik bayangan dan berlari ke arah Weiruo, Baise yang panik kehilangan kendali dan tidak sengaja mendorong tubuh Weiruo hingga jatuh.
Sesaat setelah jatuh pandangan Weiruo sepenuhnya hitam dan dirinya kehilangan kesadaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
senja
wkwk jiannnn tenan
2020-05-13
1
Zara Alfariz
pinter memanfaatkan kesempatan dengn kecerdasan...
2020-03-03
20
sasa imut😊
gila matre banget
2019-12-18
13