Strongest Lady
“Kau lihat berita kemarin malam? Sekelompok teror*s berhasil dilumpuhkan!”
“Keren sekali.”
Sekelompok pemuda saling berbincang di kafe, tidak jauh dari mereka juga ada seorang gadis yang mencuri dengar obrolan itu.
Dia tersenyum dan melirik mereka sejenak. “Keren sekali,” katanya pelan.
Teleponnya berdering, segera ia mengangkatnya dan keluar dari kafe setelah menghabiskan minumannya.
“Maaf membuatmu menunggu,” ucapnya pelan setelah memasuki mobil yang terparkir di tepi jalan.
“Tenang saja.”
Mobil melaju melewati jalanan yang ramai, tidak ada perbincangan sehingga perjalanan terasa begitu sepi.
“044, ada misi baru.”
“Iya aku tahu itu.”
Gadis tersebut, yang dipanggil 044 mengangguk pelan, gadis yang baru saja menginjak usia 17 tahun itu sudah menjadi salah satu anggota terbaik pasukan khusus milik negara yang bergerak memberantas *******.
“075!” panggilnya.
Yang dipanggil segera menoleh, keduanya segera pergi ke kantor kepala mereka untuk menerima misi.
Ada total 10 orang ditugaskan, 044 salah satunya. Setelah mendapat penjelasan lebih rinci, kesepuluh orang tersebut segera menyiapkan diri.
Ketika matahari tenggelam, mereka segera berangkat ke lokasi markas ******* sesuai yang diinformasikan.
Mereka bergerak tanpa suara di tengah heningnya malam. Hutan tempat mereka saat ini baru saja turun hujan sehingga tanah becek dan menimbulkan suara cipratan kecil.
“044 dan 075, kalian berjaga,” ucap seorang pria yang memimpin pasukan kecil tersebut.
“Ha? Jangan bercanda!” tolak 044 kesal mengetahui dirinya tidak turun secara langsung.
Dirinya ahli dalam pertarungan jarak dekat, menunggu dari kejauhan bukanlah tipe bertarungnya.
“Harus berjaga-jaga karena misi ini jauh lebih berbahaya dari sebelumnya, aku pasti akan memanggilmu.”
“Hmph! Baiklah.”
Mereka bergerak cepat meninggalkan 044 dan 075 di tempat tersebut. Tidak lama berselang hujan turun dan membasahi hutan.
Ckrek
“075? Apa maksdudmu?” 044 tersenyum tipis dan menoleh pada 075 yang kini mengarahkan pistol ke arahnya.
“Maaf, tapi keluargaku dalam bahaya.”
“Kau mengkhianati kami?” 044 berusaha menyingkirkan pistol tersebut, tapi 075 tetap pada posisinya.
“Ini demi keluargaku!”
“Kau mengkhianati kami semua?! Yang menjadi rekanmu selama bertahun-tahun?!”
075 tersentak, mulai merasa ragu. Namun, tidak berniat menurunkan senjatanya.
“Kau mana tahu perasaan ini ... kau mana paham. Aku ... harus membunuhmu.” tangannya bergetar, jarinya bergerak pelan pada pelatuk.
“Tembak saja.” 044 menegakkan kepalanya, tidak ada rasa takut di matanya.
“Aku memang tidak mengerti perasaan yang kau maksud ... tapi tidak akan kubiarkan orang lain merasakan hal yang sama. Tembak saja.” tidak ada sedikitpun keraguan dari tiap katanya, kepalanya tegak menatap 075 yang kini mulai bimbang dengan keputusannya.
“Tidak ... tidak bisa ... kau juga keluargaku.”
Tetesan bening jatuh melewati pemuda tersebut. Namun, segera tertutup oleh air hujan yang membasahinya.
[“044! Kami butuh bantuan!”]
“Baik!”
044 berhenti sejenak dan berbalik, 075 masih duduk di tempatnya, tidak ada niatan untuk bergerak.
“075! Sadari posisimu saat ini, dari pada diam tidak berbuat apapun, lebih baik kau bergerak menyelesaikan misi ini, habisi mereka dan selamatkan keluargamu.”
044 menarik belati dan bergerak ke lokasi pertempuran, suara tembakan perlahan terdengar dengan jelas.
Satu per satu musuh berhasil ditumbangkan oleh 044 dalam waktu yang begitu singkat. Dia tidak membunuh mereka, tapi melumpuhkan mereka sehingga tidak dapat melakukan perlawanan.
“Segera cari ketua kelompok ini!” perintah 005, pemimpin pasukan tersebut.
Setelah berhasil membereskan sisa musuh yang ada, 044 segera menyusul yang lain. Pergerakan rekannya yang cepat membuatnya tertinggal cukup jauh, tapi itu bukanlah masalah untuk 044 yang sudah melatih dirinya sehingga bisa mengimbangi secepat rekan-rekannya yang lain.
Langkahnya terhenti, segera ia berbalik, tatapannya tertuju pada satu pohon besar di hadapannya.
“Keluar.”
Sosok pria keluar dari balik kegelapan, jubahnya basah oleh hujan, separuh wajahnya tertutup kain sehingga hampir tidak terlihat di tengah kegelapan.
Tanpa banyak bicara pria tersebut menerjang 044, untung saja respon gadis tersebut cukup cepat sehingga bisa langsung menahan serangan itu.
“Ahaha, ayo selesaikan semuanya di sini! Pengkhianat, 001!”
Keduanya saling bertukar serangan tanpa ada celah sedikitpun, pertarungan intens di antara keduanya perlahan menjadi brutal.
001 tidak segan mengeluarkan pistol dan menembaki 044 yang hanya bersenjatakan belati.
“Kenapa kau mengkhianati markas?!” 044 menarik belatinya dan menyerang sama brutalnya dengan 001.
“Markas tidak pantas untuk orang sepertiku,” jawab 001 pelan.
“Apa maksudmu?!”
“Markas tidak cocok untuk bakatku, itu saja.” 001 menangkap lengan 044 dan membantingnya.
Namun, 044 merespon dengan cepat sehingga bisa menjaga keseimbangannya sebelum benar-benar terbanting ke tanah.
“Omong kosong macam apa itu?!” 044 menerjang dengan belati di tangannya, tiap tembakan yang dilancarkan oleh 001 berhasil ia hindari dengan cepat.
Keduanya kembali bertarung, tidak segan menyerang dengan niat membunuh.
Di sisi lain, 075 dan yang sudah menyelesaikan misi mereka, melumpuhkan setiap ******* yang berada di markas tersebut.
“Di mana 044?” tanya 005 yang baru saja selesai memeriksa sekitar.
“Tadi dia di belakangku,” ujar 075 sembari mencari ke sekitar, menyadari jika 044 tidak bersama dengannya.
Dor
Suara tembakan terdengar dari kejauhan, 075 tersentak kaget, tiba-tiba saja perasaannya menjadi begitu buruk.
“Akan kuperiksa.”
075 berlari dengan cepat ke arah suara tembakan barusan, setelah melewati tanah hutan yang becek akibat hujan sebelumnya, 075 akhirnya tiba di tempat asal suara.
Matanya terbelalak, tubuhnya lemas dan jatuh terduduk ke tanah.
“T-tidak mungkin ... 044 ... jangan bercanda.”
075 mendekati tubuh 044 yang terbaring di tanah, tidak jauh darinya juga terbaring sosok pria yang sudah tidak bernyawa dengan luka menganga di lehernya.
Dengan tangan bergetar, 075 memeriksa tubuh 044 yang terbaring tak bernyawa di tanah.
“044 ... Weiruo, buka matamu.”
Pemuda tersebut mengelus kepala Weiruo pelan, menatap tidak percaya pada jejak tembakan di kepala Weiruo.
Rasa bersalah menyelimuti hati pemuda tersebut, sekalipun kematian Weiruo tidak ada sangkut paut dengan dirinya, rasa bersalah pada kejadian sebelumnya terus mengganggu pemuda tersebut.
“Maafkan aku ... maaf.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Novie Mardiani
kok ceritany mirip cerita disebelah ya...cuma disana pemeranny laki2
2020-08-14
2
senja
bagaimana caranya utk kontrak darah?
2020-05-12
0
Awan Luluk
semangat thor
2020-05-01
0