“Telat sedikit saja ... aku benar-benar menemui malaikat kematian,” gumam Weiruo sembari memegang akar tanaman di hadapannya dengan erat.
Beruntung Weiruo menyadari keberadaan akar-akar tanaman yang menjalar ke luar dinding tebing sehingga ia bisa menggunakan mereka untuk menahan tubuhnya.
“Shh,” desis Weiruo merasakan perih di kedua telapak tangannya.
Weiruo yakin jika kedua telapak tangannya kini dipenuhi luka gores. Menahan beban tubuh dari kecepatan jatuh yang Weiruo alami sebelumnya sebenarnya cukup kuat untuk membuat kulit telapak tangannya mengelupas, terlebih tubuh barunya masih belum terbiasa untuk kondisi seperti saat ini.
“Ya ... aku selamat, semoga kau juga, kalian juga....” Weiruo menatap ke bawah dengan perasaan campur aduk.
Jujur saja kedua belati yang ia beli sebelumnya memiliki bentuk yang lumayan bagus walaupun daya tahannya tidak terlalu tinggi.
Weiruo mengamati sekitar, berusaha mencari cara agar dirinya bisa keluar dari jurang setidaknya dengan tubuh utuh.
“Apa itu gua?” Weiruo memicingkan matanya pada satu arah, memastikan jika yang dia lihat benar sebuah gua.
Setelah memastikan yang ia lihat benar sebuah gua, Weiruo segera mencari cara untuk bisa memasuki gua tersebut karena jarak antara keduanya cukup jauh.
Setelah mengumpulkan niat dan keberanian, akhirnya Weiruo mulai menggapai akar di sebelahnya dan dengan hati-hati bergerak mendekati mulut gua yang berada tidak jauh darinya.
“Sedikit lagi ... hwaa!”
Tangan Weiruo tergelincir, tapi nasib baik masih berpihak pada Weiruo, ia berhasil menggapai mulut gua sesaat sebelum benar-benar jatuh.
Gua tersebut sangat gelap, tidak ada sedikitpun cahaya yang masuk karena sekitar yang tertutup kabut tebal.
Walaupun keadaan gua gelap gulita, tapi Weiruo masih bisa melihat walaupun dengan jarak yang sangat terbatas, ia hanya mengandalkan indra perabanya untuk mengetahui struktur gua tersebut.
Langkah Weiruo terhenti ketika telinganya menangkap suara langkah kaki. Jumlahnya tidak sedikit, tapi Weiruo yakin itu bukan langkah kaki manusia.
Gadis tersebut diam di tempat untuk beberapa saat, tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran makhluk lain, suara langkah kakipun perlahan menghilang begitu saja.
Weiruo kembali melangkah, ia tak ragu pada tiap langkah yang ia ambil, seolah yakin jika dirinya akan baik-baik saja.
Suara langkah kaki kembali terdengar, kini lebih cepat dan perlahan semakin mendekat. Menyadari hal itu Weiruo segera menghentikan langkahnya.
Menyadari kehadiran lain di sekitarnya, Weiruo lekas berbalik, kemudian mendapati sepasang cahaya merah melesat ke arahnya.
Segera Weiruo kembali ke arah ia berjalan sebelumnya dan berlari secepat mungkin. Sekalipun pandangannya terbatas, Weiruo yakin yang mengejarnya saat ini tidak lebih buruk dari Ular Darah yang ia lawan sebelumnya.
Setitik cahaya terlihat dari kejauhan, segera Weiruo mempercepat langkahnya. Ia yakin yang berada di ujung cahaya tersebut setidaknya sebuah ruang gua yang disinari oleh batuan alam.
Setelah sampai ujung jalur, Weiruo tanpa ragu melompat, menggapai sebuah batu yang menempel pada atap gua.
Namun, batu tersebut tidak cukup kuat menahan berat tubuh Weiruo sehingga jatuh.
Weiruo terjatuh ke tanah dengan cukup keras, ia bisa merasakan tulang rusuknya retak karena benturan keras tersebut.
Untungnya batu tersebut menimpa seekor kalajengking raksasa yang sudah lebih dulu jatuh ke dasar dari Weiruo. Kini setengah tubuhnya tertimbun batuan yang secara tidak sengaja Weiruo jatuhkan.
Kelabang raksasa tersebut seolah melupakan rasa sakitnya dan menyerang Weiruo dengan brutal, tapi Weiruo segera pergi menjauh karena tahu kelabang tersebut tidak akan bisa bergerak lebih jauh dari tempatnya saat ini.
‘Apa hewan ini bisa memberi poin lebih?’ Weiruo bertanya dalam batinnya sembari melihat kelabang raksasa yang terus memberontak hanya untuk melahapnya.
Weiruo meraba belati cadangan yang disimpannya, tapi ia yakin belati tersebut tidak akan kuat menembus sisik kelabang raksasa di hadapannya.
“Tunggu aku kembali, kau akan membayar ulahmu!” kutuk Weiruo sembari mengelus punggungnya pelan.
Weiruo berbalik dan berjalan menjauh, ia harus keluar dari tempat tersebut secepatnya. Ya, mana mungkin dia rela hari di mana ia bebas untuk sementara hanya ia habiskan di dalam gua bersama kalajengking raksasa pemakan manusia.
“Khieeek!”
Spontan Weiruo berbalik mendengar suara tersebut, rasa panik menghampirinya ketika melihat kelabang raksasa yang sebelumnya terjebak di bawah batu kini berlari ke arahnya dalam kondisi tubuh setengah terluka.
“Makhluk gila,” gumam Weiruo sebelum mulai berlari.
Weiruo melompat masuk ke dalam sudut kecil di gua tersebut. Karena ukuran tubuhnya yang begitu besar, kelabang tersebut tidak bisa mengikuti Weiruo masuk, tapi masih bersikeras untuk masuk dan berusaha melahap Weiruo dengan mulut besarnya.
“Tutup mulut kotormu!”
Weiruo menarik belati cadangannya dan menancapkannya di mulut kelabang tersebut, kemudian dengan cepat menariknya.
Cairan merah dengan sedikit campuran bening membasahi tangan Weiruo, tangan gadis tersebut juga sedikit terluka karena gigi tajam dari mulut kelabang raksasa yang kini bergerak liar menahan rasa sakit.
Memanfaatkan celah yang ada, Weiruo berlari dengan cepat dan melompat dengan bantuan batu pijakan.
Sebuah tusukan berhasil mengenai matta kanan kelabang tersebut, membuatnya bergerak lebih liar dan membuat Weiruo kehilangan keseimbangan.
Namun, karena Weiruo kini benar-benar serius untuk bertarung, ia bahkan tidak peduli dengan lukanya dan tetap bertahan di atas kepala kelabang tersebut.
Dengan satu gerakan penuh tenaga, Weiruo menancapkan belatinya tepat di sela salah satu kulit baja kelabang tersebut, langsung menembus ke dalam otaknya.
Dalam hitungan detik, kelabang raksasa tersebut jatuh ke tanah tidak bernyawa, sedangkan Weiruo langsung pergi begitu saja setelah menyimpan belatinya.
Dengan napas yang sedikit tidak beraturan, Weiruo menelusuri jalur gua yang ia temukan berkat benturan tubuh kelabang raksasa dengan dinding gua.
Dengan sedikit bantuan dari batu alam yang ia dapatkan, Weiruo menelusuri sepanjang jalur gua lebih mudah dari sebelumnya.
Sekalipun Weiruo terbiasa menghadapi pertarungan hidup dan mati, tapi tubuh barunya saat ini masih belum cukup terbiasa sehingga tiap langkahnya terasa begitu menyakitkan.
“Setidaknya ada dua tulang rusuk yang patah,” gumam Weiruo sebelum berjongkok dan mengatur napasnya.
“Jika saja aku bisa menyimpan kelabang itu ... ngomong-ngomong bagaimana keadaannya? Seharusnya dia baik-baik saja, ‘kan?” Weiruo tiba-tiba teringat Xiao Lang yang masih berada di atas bersama Ular Darah.
“Pikirkan itu nanti.”
Weiruo kembali melanjutkan langkahnya, samar ia mendengar suara gemericik air dari kejauhan.
Setelah beberapa saat akhirnya Weiruo menemukan ruang gua lagi, tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Walaupun demikian ada sumber mata air dan beberapa tanaman yang tumbuh di sana.
Awalnya Weiruo cukup heran bagaimana bisa tumbuhan tumbuh dengan subur di tempat yang bahkan tidak mendapat sinar matahari sedikitpun. Namun, mengesampingkan hal itu, Weiruo memilih untuk segera meminum air segar di hadapannya saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
yusuf syaifullah
kelabang apa kalajengking yg benar
2024-01-22
0
Dewi Ranti
suka suka
2020-06-02
2
senja
leluhurnya seketika ilang, wkwk
2020-05-13
1