“Nona, aromanya sangat menggoda,” puji Yinyi setelah mencium aroma masakan Weiruo.
“Tentu saja, bagaimana buburnya?”
“Sudah mulai lunak.”
“Tambahkan sedikit garam.”
“Baik.”
Aroma lezat dari masakan Weiruo memenuhi dapur, bahkan Yinyi yang sudah bertahun-tahun memasak untuk Weiruo pun merasa begitu tergoda dengan aroma tersebut.
“Pindahkan ke wadah dulu,” gumam Weiruo.
Kemudian gadis tersebut menghampiri Yinyi, mengambil alih pekerjaannya. “Sudah matang, ambilkan wadah besar,” perintah Weiruo yang langsung dikerjakan oleh Yinyi.
Yinyi di sisi lain merasa aneh, dirinya adalah seorang pelayan, tapi yang memasak justru Weiruo yang jelas-jelas adalah Nonanya.
“Ayo kembali ke ruanganku.”
“Nona, biar saya yang membawa semua.”
Yinyi mengambil nampan besar di tangan Weiruo, rasanya begitu kurang ajar baginya jika membiarkan Weiruo yang membawa nampan.
“Baiklah, aku akan membawa minumnya.” Weiruo mengambil nampan dengan seteko teh panas.
Yinyi ingin melarang, tapi Weiruo sudah lebih dulu memarahinya sehingga ia tidak bisa berbuat apa-apa.
“Ah, Ibu pergi ke mana saja? ayo makan selagi hangat,” ajak Weiruo pada Xuan Riuyi yang baru tiba di depan ruangan Weiruo.
“Tentu.” Xuan Riuyi menurut dan mengikuti Weiruo.
Di dalam ruangan jauh lebih hangat sehingga tidak perlu memakai pakaian yang begitu tebal.
“Yinyi, ayo duduk.”
“Tidak perlu, Nona, saya akan menemani anda.”
“Duduk!”
Yinyi merinding seketika ketika melihat tatapan Weiruo, seolah ada seekor harimau yang tengah mengincar lehernya. Setelah Weiruo berkata demikian, Yinyi tanpa ada penolakan langsung duduk menuruti ucapan Weiruo.
“Aku membuat bubur, enak dimakan selagi masih panas.”
Weiruo mengambil semangkuk penuh bubur kemudian menambahkan tumisan daging ayam di atasnya.
Setelah memasukkan sesuap bubur tersebut, Weiruo mengangguk pelan, merasa senang karena rasanya tidak jauh berbeda seperti yang dulu ia buat di kehidupan sebelumnya.
“Siapa yang memasak ini? Rasanya lezat,” puji Xuan Riuyi setelah mencoba sesuap tumisan daging.
“Aku,” jawab Weiruo singkat sebelum kembali memasukkan sesuap bubur ke mulutnya.
“Benarkah? Kau benar-benar berubah.” Xuan Riuyi tersenyum tipis, merasa senang putrinya kini terlihat lebih kuat dari sebelumnya.
“Yinyi, ikut makan.”
“B-baik, Nona.”
...***...
“Nona, apa yang sedang anda lakukan?” tanya Yinyi melihat Weiruo yang sibuk melakukan gerakan yang menurutnya aneh.
“Sedang berlatih,” jawab Weiruo santai tanpa mengalihkan pandangannya.
Dia memukul udara berulang kali, kemudian melakukan gerakan menghindar, seperti itu terus berulang hingga keringat membasahi tubuhnya.
“Apa Nona ingin menjadi seorang Pendekar?”
“Pendekar?”
“Ya, Pendekar adalah orang-orang yang melatih tubuh mereka menggunakan tenaga dalam. Kekuatan mereka jauh di atas manusia biasa,” jelas Yinyi.
“Tapi ... saya dengar untuk menjadi Pendekar bukan hal yang mudah. Saya dengar Pangeran Pertama dan Putri Kedua butuh waktu satu bulan penuh untuk berhasil menjadi seorang Pendekar,” lanjut Yinyi.
“Ah, begitu, ya.”
Weiruo terus berlatih, tapi pikirannya untuk sesaat fokus pada dua bersaudara yang umurnya di bawah Weiruo, tidak lain adalah Xuan Xiumei dan Xuan Xiuyuan, anak dari selir pertama sekaligus adik Weiruo, walaupun berbeda ibu.
Keduanya walaupun memiliki usia dua tahun lebih muda dari Weiruo, tapi keduanya memiliki keberanian yang tinggi, terlebih untuk menindas Weiruo yang jelas seorang putri mahkota.
“Pendekar, ya, sepertinya menarik.”
...***...
“Yang Mulia,” panggil Panglima Gong.
“Ada apa, Panglima?”
“Saya ingin berbicara tentang Tuan Putri.”
“Ruo’er?” Xuan Guoxin menaikkan sebelah alisnya, kini ia meletakkan berkas di tangannya dan fokus pada perbincangan.
“Selama beberapa waktu ini saya terus berada di Istana, ketika malam tiba...,” Panglima Gong nampak ragu melanjutkan kalimatnya.
“Ketika malam tiba?”
“Maaf jika saya lancang, tapi saya sering melihat Putri Mahkota berjalan di sekitar istana, ketika tengah malam tiba saya sering melihat Putri Mahkota keluar dari paviliun secara diam-diam,” Panglima Gong menjelaskan apa yang dia lihat selama beberapa hari terakhir dengan rinci.
Xuan Guoxin nampak terkejut, kemudian ia bertanya, “Apa yang dilakukan Ruo’er setelahnya?”.
“Nona hanya berjalan-jalan secara acak, kemarin malam bahkan saya mengikuti Nona ke luar istana. Tidak ada yang mencurigakan selama saya mengikuti Nona,” jawab Panglima Gong dengan begitu rinci.
“Begitu, ya. Perintahkan Prajurit Bayangan untuk melindungi Putriku!”
“Baik, Yang Mulia.”
...***...
Dengan langkah yang begitu berhati-hati, Weiruo mengendap-endap keluar dari istana. Untung saja penjaga sedang pergi sehingga ia bisa keluar dengan leluasa.
“Kebiasaan ini benar-benar tidak bisa dihilangkan,” gumamnya.
Tengah malam terbilang cukup sepi, hanya terlihat beberapa orang di jalan, lalu berkumpul cukup banyak di restoran yang masih buka.
Entah sejak kapan kebiasan Weiruo dulu muncul, seingatnya ketika masih berumur sepuluh tahun dulu ia sering diam-diam keluar rumah dan berjalan di sekitar gang rumahnya.
Awalnya kebiasaan itu hanya muncul ketika ia sedang tertekan akibat ayahnya, tapi lama-kelamaan malah menjadi kebiasaannya tiap malam.
“Huh, dingin,” gerutunya pelan.
Dari arah berlawanan sekelompok pria setengah mabuk berjalan memakan hampir seluruh jalan. Weiruo segera menepi karena tidak ingin mencari masalah.
Brugh
“Ah, maaf.”
“Hah? Kau buta, ya?” pria yang baru saja Weiruo tabrak mencengkeram kerah pakaian Weiruo dan dengan tenaganya yang begitu besar mengangkat tubuhnya.
Weiruo bereaksi cepat dan mencengkeram lengan pria tersebut. Namun, tangan lain sudah lebih dulu mencengkeram tangan pria tersebut dengan begitu erat.
“Argh! Lepas ... lepaskan!” teriak pria tersebut, yang mana langsung menarik perhatian orang-orang di sekitar.
“T-tangannya bisa patah, lepaskan saja,” lerai Weiruo karena bisa melihat dengan jelas kekuatan sosok di hadapannya.
Sekalipun lengan sosok tersebut tertutup pakaian, Weiruo bisa dengan jelas melihat otot-otot di tangannya.
Sosok tersebut melepas lengan pria tersebut begitu saja setelah Weiruo berucap demikian.
Merasa takut, pria mabuk tersebut pergi begitu saja dengan teman-temannya tanpa meminta maaf.
“Terima kasih.”
Sosok tersebut tidak menjawab dan hendak pergi begitu saja, tapi Weiruo dengan cepat menghalanginya.
“Bagaimana kalau kutraktir makan sebagai ucapan terima kasih?” tawarnya, rasanya sedikit bersalah jika dirinya tidak menunjukkan rasa terima kasih.
“Tidak perlu,” tolaknya tanpa bicara panjang lebar.
“Begitu, ya. Kalau begitu aku sekali lagi berterima kasih padamu.”
Walaupun Weiruo yakin bisa mengalahkan pria tadi seorang diri, tapi Weiruo juga harus menghargai bantuan yang datang padanya.
“Tidak masalah. Jika boleh, ikutlah denganku sebentar.”
Weiruo langsung mengangguk, toh jika sosok di hadapannya ini memiliki niat buruk padanya, Weiruo sudah menyiapkan pisau untuk berjaga-jaga.
Keduanya berjalan beriringan, setelah cukup jauh, barulah sosok tersebut mulai berbicara.
“Kau sedang diikuti, berhati-hatilah. Mereka sepertinya tidak memiliki niat buruk, tapi ada baiknya berjaga-jaga.” sosok tersebut menghentikan langkahnya di depan sebuah penginapan. “Bisa pinjam satu koin emas?” tanyanya.
“Tentu ... hmm ambil saja.”
Weiruo menyerahkan satu kantong kecil berisi koin emas yang ia bawa untuk berjaga-jaga jika butuh.
“Lalu untuk orang-orang yang mengikutiku ... aku sudah tahu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
xiao
lanjut thor
2020-03-09
5