XVIII

Arum memicingkan mata ke layar ponselnya. Foto Cila yang ia temukan dari akun InSop kampus muncul di sana—pose centil dengan caption: *"Jangan rindu, berat. Biar aku aja yang bawa lauknya."*

"Hmm... kamu ya yang bikin anakku senyum-senyum sendiri akhir-akhir ini," gumamnya sambil menyesap teh.

Sudah beberapa hari ini, Gevan berubah. Walau masih dingin di luar, tapi ada aura berbeda. Dan Gio juga sering nyebut-nyebut nama “Ata”. Insting seorang ibu gak pernah salah—ini pasti karena perempuan itu.

Arum, yang dulunya pernah jadi detektif cilik kampus (versi curiga-in pacar orang), langsung bergerak cepat. Dia cari tahu nama lengkap Cila, akun medsosnya, dan akhirnya—tercengang.

"APA?! Nama ibunya DWI NITA PUTRI?!"

Arum langsung bangkit dari sofa dan teriak ke asisten rumah tangganya, “Mbak Yati! Tolong pegangin teh saya! Saya harus berangkat! Ini urgen! Ini... jodoh menantu saya masa depan tergantung di tangan saya!”

Tanpa menunggu lama, Arum langsung meluncur ke rumah Nita, sahabat lamanya waktu masih ikut grup paduan suara gereja—eh, maksudnya majelis ibu-ibu komplek zaman dulu.

**Di rumah Nita**

“ARUMMM???”

“NITA CANTIK!!!”

Mereka berdua langsung teriak, berpelukan, sambil jingkrak-jingkrak kecil kayak anak SMP ketemu di reuni.

“Astaga! Kamu masih aja glowing, Nita!”

“Yaelah, kamu juga masih kayak simpen formalin, Arum! Mana semok, makin tajir, makin...”

“Eh udah udah, kita fokus. Aku kesini BUKAN buat nostalgia. Aku mau ngomongin sesuatu yang penting. Tentang... anak-anak kita.”

Nita langsung melotot, “Hah? Jangan bilang... Cila nyolong sandal Gio?!”

“Bukan! Ini lebih penting dari itu... Cila itu—anak kamu—ternyata deket sama Gevan. Dan mereka... kelihatannya cocok!”

Nita langsung tepuk jidat. “Astagaaa... itu anak, baru juga seminggu cabut dari rumah Gevan, eh kamu udah ngejodohin?”

“INI TAKDIR, NITA!” Arum melotot penuh semangat. “Aku udah lihat sorot mata Gevan. Dia... mulai goyah! Biasanya dia dingin kayak kulkas 2 pintu. Sekarang? Kayak kulkas mati. Tapi itu tanda baik!”

Nita ketawa ngakak. “Arum, kamu tuh dari dulu suka dramatis. Tapi aku suka. Nih ya, kalau kamu serius... aku juga setuju.”

“BENERAN?!” Arum hampir tersedak angin.

“Beneran. Tapi jangan sampai anak-anak tahu! Cila tuh keras kepala. Gevan juga kaku. Kalo tahu kita setting-setting begini, mereka pasti mundur duluan.”

Arum mengangguk mantap. “Oke. Kita jalanin Operasi Jodoh Diam-diam. Kode nama: ‘Semur Tahu Bersatu Kembali’.”

Nita langsung nyeletuk, “Atau ‘Sambal Teri Menyatukan Hati!’”

Mereka berdua ngakak bareng. Dunia boleh jungkir balik, tapi sahabat sejati dan rencana emak-emak gak pernah goyah.

**Sore itu, di rumah masing-masing**

Cila: lagi ngaca sambil latihan senyum. “Kalo nanti ketemu Mas Gevan lagi... senyumnya begini gak ya? Atau begini?”

Gevan: lagi bengong depan kulkas, tangan megang kotak makan kosong. “Besok... masak apa ya Cila?”

Sementara di dua rumah berbeda, dua ibu saling chat:

📩15.20

Arum: “Rencana jalan. Kita undang mereka makan malam minggu depan. Tapi bilangnya acara reuni kecil ibu-ibu, biar gak curiga.”✅️✅️

^^^📩15.21^^^

^^^Nita: “Setuju! Aku udah siapkan semur tahu, sambal teri, dan satu panci besar: cinta yang direbus pelan-pelan.”^^^

📩15.21

Arum: “YES! Menu andalan + jebakan batman \= sukses!”

Kalau cinta bisa datang diam-diam, kenapa rencana emak-emak gak boleh?

Tunggu saja... drama cinta berikutnya: antara sambal teri, semur tahu, dan dua hati yang belum sadar kalau mereka ditakdirkan.

**Salam: Tim Emak Biro Jodoh.**

-♡-♡-♡-

Sore menjelang malam.

Cila datang duluan. Disambut Nita dengan pelukan ala drama Korea.

“Nak, kamu cantik banget! Ya ampun, kayak mamanya waktu masih muda!”

“Maaa... jangan lebay...”

“Udah sana duduk di ruang tamu. Tante Arum juga lagi di dapur. Nanti kita makan bareng ya, rame-rame!”

Cila mengangguk. Tapi hatinya curiga. Kok gak ada ibu-ibu lain? Mana yang katanya reuni?

Beberapa menit kemudian, suara mobil terdengar.

Gevan datang.

Begitu masuk rumah... dia langsung terdiam. Matanya dan mata Cila ketemu. Suasana jadi kaku.

“MAS GEVAN?!” seru Cila kaget.

“KAMU NGAPAIN DI SINI?!” Gevan ikut panik.

Dari dapur, suara Arum dan Nita bersahutan, “SURPRIIIISEEEEE!”

Mereka muncul sambil bawa nampan makanan. Senyum puas. Cila dan Gevan masih melongo.

“Kita sengaja undang kalian berdua,” kata Arum santai, “Soalnya kita mau... nostalgia bareng. Dulu, kita sahabatan banget lho!”

“Iyaaa,” tambah Nita, “Dan sekarang, anak-anak kita juga... ehm... temenan deket kan?”

Cila dan Gevan saling pandang—awkward banget.

“Maa... ini Prank ya?”

“Enggak, Cila sayang... ini kesempatan.” Arum kedip licik.

Makan malam pun dimulai. Tapi bukan makan malam biasa. Arum dan Nita duduk berhadapan, sementara Cila merasa kesempatan itu harus di manfaatkan dengan baik, Sedangkan Gevan “dipaksa” duduk sebelahan.

“Cila, tolongin suapin sambal ke Mas Gevan, ya?” ucap Nita sok polos.

“Mamaaaa...!”

“Gevan, kamu ambilin air buat Cila dong, masa duduk manis doang?” timpal Arum.

Gevan ngedumel sambil jalan ke dapur.

Cila geleng-geleng sambil tersenyum “Gue berasa di reality show jodoh-jodohan, tapi gak apa. Gue seneng banget.”

Saat makan berlangsung, Arum itu saling nyenggol Gevan mulai ngobrol dikit. Bahkan sempat pasang lagu cinta-cintaan dari speaker.

“Aku pasang lagu Bimbang dari Melly ya, biar suasana makin syahdu,” bisik Arum sambil ngakak.

Akhirnya, Gevan menyerah.

Mereka duduk di teras rumah setelah makan, sambil ngeteh.

“Gue curiga ini konspirasi emak-emak,” kata Gevan.

Cila tertawa kecil. “Gue juga. Tapi... ya, setidaknya makanannya enak.."

"Dan Gue bisa deket sama mas gevan hehehe" Cila membhatin.

Gevan menatapnya sebentar. “Gio... kangen kamu.”

Cila menunduk. “Aku juga.”

Mereka diam. Tapi gak seperti dulu. Kini diam itu gak dingin, tapi hangat.

Dari balik jendela, Arum dan Nita ngintip sambil makan keripik.

“GILA! Kita berhasil!”

“Jangan suarain dulu, tunggu undangan dulu...!”

Dan malam itu, walau gak ada pengakuan, tapi langkah kecil telah dimulai

Setelah makan malam “jebakan” tadi sukses bikin suasana awkward berubah hangat, Arum dan Nita ngumpet di dapur lagi. Kayak dua komandan operasi rahasia.

“Gimana, gimana?” bisik Nita sambil ngelap piring.

Arum senyum licik. “Dari skala satu sampai klepek-klepek, kayaknya Gevan udah masuk level ‘baper tapi gengsi’.”

“Cila juga. Mukanya tadi pas Gevan ambilin teh? Aduh... itu tatapan calon manten banget.”

Nita ketawa cekikikan. “Kita butuh misi lanjutan. Sesuatu yang bikin mereka lebih lama berduaan. Gimana kalau... piknik keluarga?”

“Kurang private. Harus yang cuma mereka berdua.”

Arum mikir sebentar, lalu wajahnya cerah.

“Kursus masak!”

“Hah?”

“Kita daftarin mereka ikut kelas masak! Alasan aja, biar Cila bisa masakin Gevan makanan sehat buat Gio. Biar bonding, ceritanya. Tapi... kelasnya private.”

Mata Nita berbinar. “Kita emang duet maut, Rum!”

Mereka tos, lalu ketawa bareng, sementara dari ruang tamu, Cila diam-diam nguping.

Sebelumnya saat makan malam...

Momen makan malam itu memang di-setting khusus cuma buat Gevan dan Cila. Bahkan Gio pun malam itu "diungsikan" sementara—Arum udah punya rencana cadangan.

“Gio nginep di rumah Tante Tari dulu malam ini,” jelas Arum ke Nita beberapa jam sebelumnya. “Bilang aja biar bisa main sama sepupunya. Padahal... biar papa dan calon mamanya bisa dinner romantis tanpa gangguan.”

“Wih, kamu niat banget, Rum!”

“Namanya juga cinta, Nits. Kadang perlu di komporin dikit.”

Dan rencana itu berhasil. Tanpa suara tawa bocah, tanpa rebutan sendok atau drama nasi jatuh ke lantai, malam itu jadi tenang... dan penuh sinyal-sinyal diam yang menggantung di antara Gevan dan Cila.

Keesokan harinya.

Cila langsung gercep. Belum sempat Arum nyuruh, dia udah nyamperin Gevan yang lagi duduk di ruang TV sambil baca berita.

“Mas Gevaaan~” sapa Cila sambil nemplok di ujung sofa.

Gevan melirik. “Apa lagi?”

“Denger-denger nih, aku dan Mas Gevan mau ikut kelas masak, ya?”

“...Dari mana kamu tahu?”

“Aku punya intel di dapur,” katanya sambil kedip satu mata. “Aku setuju banget sih! Soalnya... aku pengen masak sesuatu yang... cocok buat lidah Mas Gevan.”

Gevan mendengus. “Yang kemarin udah cocok kok.”

“Mas suka, ya? Sampai nyicip tiga kali... aku hitungin lho,” kata Cila dengan senyum centil.

Gevan pura-pura gak denger. Tapi mukanya jelas merona sedikit.

“Eh Mas, tapi... kalau aku yang masak tiap hari, Mas mau nggak?” Cila mencondongkan badan, suaranya sengaja dibikin pelan dan manja.

Gevan langsung batuk. “Kamu... jangan becanda aneh-aneh.”

“Siapa becanda?” Cila duduk lebih dekat. “Aku serius, lho. Demi Gio... dan demi Mas juga, siapa tahu kan... ada yang kangen rasa sambel teri buatan aku.”

“Cila...” suara Gevan mulai melembut, tapi masih tegang. “Saya gak mau kamu naruh harapan yang...”

“Mas, aku bukan naruh harapan. Aku naruh bumbu,” potong Cila dengan senyum licik. “Dan semoga... bumbunya cocok di lidah Mas.”

Gevan mendesah panjang. Tapi kali ini, dia gak menyuruh Cila pergi. Dia juga gak bergerak menjauh.

Dan itu... cukup bikin hati Cila berdentum.

Sore harinya..

Arum dan Nita ngeliat Gevan dan Cila duduk berdua di ruang tamu. Cila ngoceh, Gevan dengerin—meski kadang pura-pura gak peduli. Tapi senyumnya gak bisa bohong.

“Target mulai lunak,” bisik Nita.

“Lanjut ke Plan B,” jawab Arum. “Operasi Masak-Masak Mesra... dimulai besok!”

Dan langit sore itu... seolah ikut merestui konspirasi dua emak legendaris.

-♡-♡-♡-

Salam othor❤️

Terpopuler

Comments

Wanita Aries

Wanita Aries

Seru bgt emak2 🤣

2025-04-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!