Bab 20. Damar Bingung
POV Author
Sepulangnya ibunya dari kantor, Damar pun terduduk lemah untuk permintaan ibunya itu. Sangat tidak mungkin untuk membujuk Laura saat ini yang tengah merintis kariernya. Lalu bagaimana ia harus memberikan cucu buat ibunya?
Damar membuang napas berat karena kebingungan. Ia pun memilih fokus bekerja lebih dulu.
Damar melakukan pekerjaannya seperti biasa. Melakukan pengecekan berkas dan menandatanganinya. Hingga sebuah panggilan telepon menghentikan kegiatannya sesaat.
Ia melihat nama yang tertera di layar handphonenya.
"Halo Bro! Apa kabar? Wah ada angin apa nih? Lo dah balik dari USA?"
"Wah, satu-satu Bro! Yang mana dulu yang mesti Gue jawab nih?"
Damar terkekeh. Sahabatnya yang paling dekat dengannya itu memang terkadang sulit untuk di hubungi, sehingga ia pun melontarkan sederet pertanyaan untuk pria di seberang sana.
"Gue baik aja Bro. Rencananya sih gitu, Gue mau balik ke Indo."
"Wah, Gue tunggu kedatangan Lo. Ngomong-ngomong, bisnis Lo disana gimana?"
"Ada masalah sedikit di sini, jadi Gue mau cari penyebabnya dulu di kantor pusat."
"Hmm, kalau ada yang bisa Gue bantu, jangan sungkan minta tolong ke Gue." Ujar Damar.
"Belum tahu penyebabnya apa Bro. Jadi belum bisa minta bantuan ke Elo. Hehehe..."
"Ah, benar juga." Jawab Damar, kikuk.
Pembicaraan pun berganti menjadi obrolan ringan bercampur canda tawa. Lalu berganti menjadi obrolan yang sedikit lebih privasi.
" Jadi, Gue dengar-dengar, Lo menikah dengan anak supir Lo, apa benar?! Dia Rani kan?"
"Hmm..., ya. Sudah setahun yang lalu."
"Wah, ternyata sudah cukup lama ya. Jadi, Gue telat nih mau ngucapin. Terus pacar Lo di Inggris, Lo putusin?"
"Gue juga belum lama nikahin dia."
"Maksud Lo, isteri Lo dua, apa Lo cerai sama Rani terus nikah lagi sama pacar Lo itu?"
"Isteri Gue dua, Laura dan Rani."
"Damn!! Hahahaha, gila Lo!"
"Nyokap Gue maksa nikahin Rani, tapi Gue cintanya sama Laura."
"Padahal menurut Gue Rani lebih baik dari pacar Lo itu."
Damar menegakkan duduknya yang tadi bersandar pada sandaran kursi kerjanya.
"Kenapa?"
"Just feeling. Gue kenal Rani juga sudah lama meski bertemu hanya beberapa kali saat main ke rumah Lo. Begitu pula waktu ngunjungi Lo di Inggris, bertemu pacar Lo itu pun hanya beberapa kali. Dan Gue bisa lihat perbedaannya disana." Tutur Sahabat Damar itu apa adanya.
Damar terdiam sesaat.
Ia pun menyadari betapa jauh perbedaan sikap Laura dan Rani. Rani lebih mandiri dan sabar, mungkin karena sejak kecil sudah terbiasa hidup sederhana. Berbeda dengan Laura yang sedari kecil sudah terbiasa hidup di manja, hingga dirinya mudah menjadi temperamental.
"Sorry Bro. Kata-kata Gue sepertinya membuat Lo tidak nyaman."
"It's Oke. Tidak ada yang salah dengan ucapan Lo." Jawab Damar.
"Baiklah, Gue kabarin Lo lagi kalau sudah di Indo."
"Harus! Kalau tidak Lo akan rasakan akibatnya!"
"Wah, Gue jadi merinding. Hehehe.. Oke Bro. See you next time."
Panggilan telepon pun berakhir setelah sahabat Damar disana menutup teleponnya.
Damar menghela napas. Entah apa arti helaan napasnya itu karena ia sedang duduk tersadar sambil memejamkan matanya.
***
Detik berganti menit, dan menit berganti jam. Laura berdandan kembali sebelum pulang. Ia sudah janjian kepada teman-temannya untuk hangout bersama. Parfum kembali ia semprotkan agar tetap wangi. Merasa sudah tampil cantik, Laura pun meninggalkan ruang kerjanya.
"Laura, mau pulang?"
"Eh, iya Pak Yuda."
Pria yang di panggil Yuda itu melihat arloji di tangannya.
"Jam kerja sudah habis. Jangan panggil Pak. Panggil Yuda saja."
"Duh, tidak enak dong. Masa atasan aku panggil nama. Kalau begitu Mas Yuda saja ya."
Yuda terkekeh.
"Kamu mau pergi lagi?" Tanya Yuda melihat Laura sudah segar dengan dandanannya.
"Iya Mas. Janjian sama teman-teman."
"Mau aku antar?"
"Nanti malah ngerepotin. Aku minta jemput teman saja deh Mas."
"Tidak merepotkan. Kan sudah jam pulang kerja."
"Ya sudah deh, boleh."
Mereka pun berjalan beriringan menuju parkiran. Dan dengan jiwa kesatrianya, Yuda membukakan pintu untuk Laura ketika sudah sampai di mobil.
Jika orang yang tidak mengenali mereka, tentu akan salah paham melihat cara Yuda memperlakukan Laura yang penuh tanggung jawab.
Mereka mengobrol sepanjang jalan. Tertawa dan bercanda begitu seakan sudah kenal lama. Suasana nyambung dan juga nyaman. Sehingga masing-masing dari mereka memuji lawan bicaranya.
"Makasih ya Mas." Kata Laura begitu mereka tiba di tempat tujuan.
"Sama-sama Laura. Pulang mu bagaimana? Apa Damar nanti menjemput?"
"Tidak Mas. Damar tidak menjemputku."
"Atau nanti mau aku jemput?"
"Tidak usah Mas. Nanti aku pulang bareng teman saja."
"Baiklah kalau begitu. Have fun ya."
"Thanks."
Laura pun turun dari mobil Yuda, dan bergabung dengan teman-teman yang juga baru datang sama seperti dirinya.
Menghabiskan waktu bersama teman-teman membuat Laura lupa waktu. Sehingga Damar di rumah merasa kesepian menunggu Laura pulang.
Sesekali Damar melihat jam di dinding ruang tamu. Juga memeriksa handphonenya yang memungkinkan Laura mengirimkan pesan padanya tapi ia tidak tahu. Namun sayangnya, tidak ada satu pun notif pesan dari sang isteri. Laura benar-benar tidak ingat untuk mengabari dirinya.
Rani yang melihat suaminya menunggu isteri kesayangannya itu merasa kasihan. Walau hatinya sakit di abaikan tapi ia juga sedih melihat Damar seperti itu.
"Mas, mau kopi?" Ujar Rani menawarkan.
"Hmm..." Jawab Damar.
Rani segera bergerak membuatkan kopi. Tidak lama kemudian segelas kopi panas dan camilan pun datang dan di letakkan meja.
Rani duduk tidak jauh dari Damar. Meski hanya diam tanpa bicara, Rani tetap menemani Damar menunggu.
"Masuklah." Ujar Damar yang melihat Rani sudah mulai mengantuk.
Rani menggeleng.
"Tidak Mas."
Kemudian tidak ada lagi pembicaraan setelah itu. Rani larut dalam pikirannya sendiri, begitu pula dengan Damar.
Damar teringat pesan sang Ibu yang ingin memiliki cucu, juga kata sahabat dekatnya yang mengatakan Rani lebih baik dari Laura. Damar lalu menatap Rani, sambil memikirkan dua perkataan tadi.
Rani yang merasa di tatapan oleh Damar pun merasa canggung. Lalu ia mencoba menoleh memastikan apa yang ia rasakan.
Sesaat tatapan mereka bertemu. Cukup lama Damar memandang Rani dengan lekat. Namun akhirnya tatapan itu terputus, kala Damar membayangkan bercinta dengan Rani untuk mendapatkan keturunan yang ibunya inginkan.
"Ehem...!"
Damar berdehem lalu mengalihkan pandangannya menatap kelain untuk menutupi wajahnya yang mungkin merah karena bayangan vulgarnya tadi.
"Mas demam?" Tanya Rani polos yang tidak tahu apa-apa.
Rani pun mendekat dan mencoba merasakan kehangatan dahi Damar dengan telapak tangannya. Namun Damar berusaha menghindari yang akhirnya tanpa sengaja menarik tangan Rani hingga ia terhuyung maju kedepan dan jatuh di atas tubuh Damar.
Udah ah, buat besok aja kelanjutannya😂
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Jeni Safitri
Aq jadi kesal sama rani awas aja kalau endingnya kamu menangis krn damar
2024-12-18
0
🍂⃝🐱³
omo 🤩 damar ada perubahan ya wkwkwk..ihh tapi aq masih kesel sama damar pengen ada firman yg bikin cemburu wkwkw....dua isteri beda" sifat yg satu dirumah yg satu ngeparty wkwkw
2024-06-11
0
тαуσηg • ᴼᶠᶠ •
jangan di bayangkan damar gas lah, nanti aku ngintip dikit🤭
2024-05-06
1