Bab 8. Perdebatan Dua Isteri
POV Author
Tidak ada usah yang sia-sia bila di lakukan dengan sabar dan tekun. Begitulah banyaknya motivasi yang Rani baca. Ia pun akan bersabar mendapatkan hati Damar, meski harus menghadapi kemelut dalam rumah tangganya.
Menyambut pagi Rani sudah berdandan cantik dan menyiapkan kopi latte yang biasa di minum suaminya. Sarapan roti bakar dengan aneka selai pun sudah berjejer rapi di atas meja makan.
Langkah sepatu pantofel yang sudah Rani hafal pun mendekat. Tanpa takut di usir, Rani duduk manis berseberangan dengan kursi Damar. Berusaha tetap tenang meski jantungnya berdegup kencang.
Rani menyeruput teh herbalnya tanpa menoleh pada Damar yang menatap kesal dirinya karena masih bersikap tidak biasanya menurut Damar. Damar duduk di kursinya dan mulai menyeruput kopinya tanpa bicara sepatah kata. Meski di meja makan itu sunyi, namun ini termasuk kemajuan bagi Rani karena ia tidak di usir dari sana.
Rani merasa sedikit bebas karena tidak ada Laura ikut sarapan serta bersama mereka. Laura yang masih berada di bawah selimut tertidur pulas akibat pertempuran mereka tadi malam.
"Mas, apa ada yang ingin kamu makan malam nanti?"
"Tidak usah repot. Aku tidak mungkin makan bersama mu."
"Tapi aku akan tetap menyiapkan Mas."
"Terserah!"
Rani menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Sambil menguatkan diri dalam hati, untuk bersabar menghadapi apapun sikap Damar padanya.
Damar segera menyelesaikan sarapannya, lalu beranjak dan membawa tas kerjanya untuk segera pergi ke kantor.
"Mas, sebentar!" Tahan Rani buru-buru ngejar langkah Damar. "Dasi mu tidak rapi. Kamu pakai sendiri Mas?" Tanya Rani yang tangannya langsung cekatan merapikan dasi Damar.
Damar tidak menjawab. Tadinya Damar hendak menolak. Tetapi wangi tubuh Rani serta paras cantiknya yang segar membuat Damar telat untuk menolak, keburu tangan Rani yang bergerak dengan pelan dan lembut merapikan dasinya.
"Sudah Mas. Pergi lah nanti kamu telat." Ujar Rani sambil mengusap-ngusap lembut bahu tegap Damar. Lalu meraih tangan Damar, menyalami dan mencium punggung tangan itu.
"Jangan pernah lakukan hal ini di depan Laura!" Perintah Damar.
"Baik Mas. Ini rahasia kita saja." Ujar Rani lembut sambil mengedipkan sebelah matanya, menggoda Damar.
Damar tertegun sesaat sambil menelan salivanya melihat kelakuan Rani. Lalu ia tersadar dan segera pergi tanpa menoleh lagi pada isteri pertamanya itu.
Rani tersenyum sambil melambaikan tangan meski Damar enggan melihatnya ketika memutar mobilnya. Namun ketika mulai menjauh, Damar melirik sekilas pada spion mobil nya, Rani yang dengan setia masih menunggu sampai ia tidak terlihat lagi.
Rani masuk ke dalam rumah dengan tersenyum. Bertambah satu langkah lagi pencapaiannya mendekati Damar. Namun senyumnya segera ia sembunyikan begitu melihat Laura yang melintas menuju ke dapur seperti orang yang sedang lapar atau haus.
"Bi, buatkan sarapan!" Perintahnya.
Bi Siti ragu-ragu untuk menolak atau menjalankan perintah itu. Pasalnya ia sudah di beri arahan hanya melayani Rani saja.
"Kenapa diam saja?! Kamu tidak dengar majikan mu berbicara?!"
Bi Siti melihat pada Rani yang berjalan mendekat tanpa di ketahui oleh Laura. Dengan kode menggeleng oleh Rani, Bi Siti pun paham kalau perintah itu tidak perlu di kerjakan.
Bi Siti berjalan menjauh dari dapur untuk mengerjakan pekerjaan lain.
"Eeehh... Malah pergi! ART kurang ajar kamu ya!"
"Aku yang menyuruhnya pergi karena melayani mu bukan tugasnya." Kata Rani sambil berlalu hingga membuat Laura berang dan emosinya naik.
"Apa-apaan kamu?! Kamu cuma babu di sini pun Sok-sokan jadi nyonya rumah! Sini kamu!!"
Rani tidak mengindahkan perintah Laura yang baginya bukan siapa-siapa itu. Yang akhirnya Laura pun semakin berang dan menahan tangan Rani dengan kasar lalu membuangnya.
"Apa sih?!" Bentak Rani.
Rani tidak sungkan lagi untuk menutupi isi hatinya bila dia tidak suka dengan wanita itu. Selama ini Rani diam karena merasa rendah diri akan statusnya sebagai anak supir. Namun berkat dorongan dan kasih sayang ibu mertuanya, Rani pun menjadi lebih berani.
"Wahh, lihat cara anak supir ini menatap majikannya!" Sarkas Laura.
Mata Rani menatap tajam Laura. Perang adu mulut itu pun semakin tidak bisa di hindarkan.
"Ya, aku memang anak supir. Tapi jangan pura pura bodoh padahal kuliah di luar negeri, tidak bisa membedakan mana pembantu dan mana isteri pertama! Jangan lupa aku nyonya di rumah ini, yang lebih di akui oleh ibu mertua."
Laura menatap sinis Rani dan tersenyum getir menyambut ucapan Rani.
"Nyonya di atas kertas yang di nikahi hanya karena terpaksa! Sudah tahu Damar tidak akan pernah memberikan hatinya, kenapa masih bertahan juga sih?!"
"Kamu sendiri, kenapa masih mau dan bertahan padahal tidak di restui?!"
"Jangan membalikkan pertanyaan! Sudah pasti Karena Damar mencintai ku dan aku juga mencintainya!"
Rasa percaya diri Rani sempat goyah manakala mendengar ucapan Laura tentang cinta. Namun ia mencoba menutupi keraguan dirinya dan tersenyum menanggapi ucapan itu.
"Apa kamu yakin cinta kalian tidak akan goyah? Ah, bisa saja di luar sana akan ada yang menarik hati Damar. Nah, kalau sudah tidak cinta siapa yang akan bertahan, aku atau kamu tanpa dukungan mertua?!"
Laura mengepalkan tangannya hingga kuku-kuku jari tangannya memutih mendengar ucapan Rani. Namun ia kembali tersenyum getir seolah menutupi kegundahan hatinya.
"Kamu lupa, kami sudah lama bersama bertahun-tahun, dan Damar masih setia padaku. Itu artinya dia sangat mencintai ku dan tidak mungkin berpaling."
Giliran Rani yang tersenyum getir menanggapi ucapan Laura.
"Tidak ada yang tidak mungkin. Kan kamu bukan Tuhan." Jawab Rani dengan santai padahal hatinya ketar ketir.
"Kamu...!"
Laura tidak meneruskan kata-kata. Jika berhubungan dengan Tuhan ada rasa takut juga di hatinya.
"Aarghh!!" Geram Laura marah namun di tahan. Ia pun berjalan menuju utama dan membanting pintu saat menutupnya.
Blam!!
Rani memejamkan matanya sesaat ketika mendengar dentuman pintu di banting kasar. Merasa perdebatan saat itu sudah cukup, Rani pun kembali menuju kamarnya.
Di dalam kamar Laura segera menelpon Damar yang baru saja tiba di kantornya. Ia mengadu atas apa yang terjadi dan perdebatannya dengan Rani. Damar memijit pelipisnya karena pagi-pagi harus mendengar keributan di antara dua isterinya.
"Abaikan saja dia sayang..."
"Aku ingin kita pindah rumah, atau dia yang pindah!"
"Sabarlah, akan aku usahakan cari rumah untuk kita."
"Kenapa tidak secepatnya saja sih?"
"Sayang, kita sudah banyak memakai uang untuk pesta pernikahan, bulan madu ke luar negeri bahkan aku sampai menggunakan uang perusahaan untuk memenuhi keinginan mu selama di sana."
"Kamu kehabisan uang?"
"Bukan begitu sayang. Dana perusahaan tidak boleh sampai kosong. Takut terjadi apa-apa sama perusahan bisa bangkrut kalau tidak ada dana cadangan untuk menutupinya. Tolong mengerti... Aku janji pelan-pelan akan membangun rumah megah untukmu. Dan doakan supaya pekerjaan ku lancar juga perusahan semakin berkembang dan maju."
"Ya sudah."
Terdengar Damar menghela napas panjang disana. Akhirnya perdebatan mereka pun selesai dan ia bisa kembali fokus bekerja.
Tenyata sulit baginya untuk menyatukan dua Isteri dalam satu atap. Meski salah seorangnya hanya isteri di atas kertas.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
G** Bp
anak supir lebih bermartabat dari pada lulusan luar negri tapi kelakuan bobrok..
2024-05-07
1
🐊⃝⃟ ⃟🍒🦂⃟Ʀαᷤғᷤʟᷫα𝐀⃝🥀
Tidak ada usah?
2024-04-28
1
𝐓𝐚𝐲𝐨𝐧𝐠 • ᴼᶠᶠ •
istri pertama menggoda dan istri muda merajuk dua2nya bikin pusing dan sakit kepala wkwkwk 😂
2024-04-27
1