Bab 7. Nyonya Rumah
POV Author
Rani berdebar-debar ketika melihat mobil Damar memasuki halaman rumah mereka. Bukan tanpa sebab jantung bagai pacuan kuda, karena Rani akan memulai peran pentingnya untuk merebut Damar dari Laura.
Rani duduk manis di ruang tamu sambil meresapi teh herbal yang di buatkan Bi Siti untuknya. Ia tetap mencoba tenang ketika pintu rumahnya berbuka lebar dan menampilkan dua sejoli yang di mabuk asmara.
"Ih, geli ah... Hehehe..."
"Tapi kamu suka kan?"
Keduanya terkekeh masih belum menyadari ada Rani di ruang tamu yang masih tertutupi oleh pintu. Begitu pintu di tutup, Damar terdiam sesaat menatap wanita di hadapannya.
Rani beranjak bangun dari duduknya. Ia pun melangkah perlahan mendekati Damar dan meraih tangan lelaki itu.
"Sudah pulang Mas." Sapa Rani berbasa basi setelah mencium punggung tangan Damar yang terpaku.
"Dam!" Sergah Laura gregetan.
"Eh, Rani! Jangan sentuh aku!"
Telat. Damar berkata demikian usai Rani menyalami dirinya saat ia tertegun tadi. Alhasil, Laura menghentakkan kakinya karena kesal dan berjalan masuk menuju kamar utama.
Rani tersenyum manis di kala Damar masih kebingungan memandangi dirinya. Lalu Damar segera tersadar dan dengan cepat menyusul Laura yang sudah masuk ke kamar utama.
Rani membuang napas panjang selepas kepergian Damar. Ia mencoba menenangkan jantungnya yang sedari tadi bedegup dengan kencang. Kakinya lemas seakan tak bertenaga. Namun ia tetap berusaha memainkan perannya sebaik mungkin.
"Bi siapkan makan malam untuk Tuan ya?"
"Baik Bu."
Dengan mengumpulkan keberanian, Rani melangkah menuju kamar utama dan mengetuk pintu kamar itu.
Tok... Tok... Tok...!
Pintu pun seakan di buka paksa dari dalam.
"Kenapa lagi Rani?!"
"Makan malam sedang di persiapkan Mas. Aku menunggumu di meja makan." Ujar Rani lembut dan tenang.
"Kita makan di luar!"
Sontak Laura yang menjawab dengan geram sambil menarik tangan Damar. Damar yang sedikit kebingungan pun tubuhnya menurut pada Laura.
"Mas!"
Rani tidak tinggal diam. Ia pun menahan tangan Damar yang sebelah lagi. Jadilah Damar di perebutkan oleh dua isteri dalam rumahnya.
"Ngapain kamu menahan Damar!!" Bentak Laura kepada Rani.
"Mas Damar juga suamiku, jangan lupa itu!" Jawab Rani tidak mau kalah.
"Rani, nanti kita perlu bicara! Ayo sayang..."
Damar melepaskan tangan Rani yang menahan tangannya. Tidak mau Laura semakin marah padanya, Damar menuruti keinginan isteri mudanya itu untuk makan di luar.
Rani tersandar pada dinding begitu Damar menutup pintu utama. Sekali lagi ia mencoba menenangkan degup jantungnya yang berdebar-debar.
Rani yang sebenarnya ketakutan menghadapi Damar mencoba menguatkan dirinya agar tidak goyah. Peran sebagai isteri yang menggoda masih perlu proses dan berjalan perlahan. Bukan perkara mudah bagi Rani melakukan ini semua. Apalagi ini hal yang baru baginya.
"Bu, makanan sudah siap." Ujar Bi Siti datang mendekati Rani.
Rani mengangguk pelan.
"Ayo Bi, kita makan."
"Loh, sama saya Bu?"
"Iya."
"Tapi..."
"Tuan sudah pergi makan di luar sama isteri barunya. Jadi sayang makanan kalau di buang-buang." Ujar Rani.
Bi Siti tampak menghela napas, dan menatap sendu nyonya rumah yang di abaikan tuannya. Ia pun mengangguk dan mengikuti langkah Rani dari belakang.
Hening tanpa suara mereka makan di meja makan. Hanya dentingan sendok bertemu piring sesekali yang mengisi sunyi ruangan.
Selesai makan Rani kembali ke kamarnya. Sedangkan Bi Siti menyelesaikan pekerjaan berikutnya.
Rani duduk di meja rias. Pakaian santai namun tetap modis yang ia kenakan tadi ia lepas berganti gaun tidur malam yang sedikit tipis namun tetap terlihat menggoda dan mempesona.
Rambut yang tadinya bergelung ke atas meski di cepol rapi ia lepaskan dan membiarkan tergerai dengan indah. Ia pun merebahkan diri miring menghadap pintu, agar Damar nanti bisa melihat bahwa dia juga bisa mempesona.
Rani berselancar dengan handphonenya, membuka media sosialnya untuk menghibur dirinya sesaat. Ia berusaha untuk tidak tertidur sambil menunggu Damar datang ke kamarnya meski hanya untuk memarahi dirinya.
Hampir dua jam lebih Rani menunggu akhirnya Damar pulang juga. Begitu Laura masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, Damar mengunakan kesempatan itu untuk membuat perhitungan dengan Rani yang sudah membuatnya bertengkar dengan Laura.
"Rani kau... !"
"Iya Mas, sudah pulang?"
Kata-kata Damar terhenti ketika masuk ke dalam kamar melihat Rani tampil beda dengan gaun tidur yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Bahkan Damar sempat meneguk salivanya namun segera tersadar akan tujuannya datang kesana.
"Apa maksudmu bertingkah seperti itu Rani?!"
"Bertingkah bagaimana Mas? Aku hanya sadar posisi ku seperti yang Mas ucapkan waktu itu. Aku sadar kalau aku nyonya rumah ini dan aku ingin menjadi isteri yang baik untuk suamiku." Jawab Rani.
"Jangan main-main Rani. Kamu tahu sendiri pernikahan kita ini pernikahan apa. Dan bagi ku isteriku adalah Laura seorang."
Rani bangun dari posisi rebah. Perlahan ia menurunkan kaki jenjangnya yang cukup mulus untuk di lihat. Dengan gaun tidur sebatas paha atas yang semakin memperlihatkan kaki indahnya. Rani berjalan perlahan mendekati Damar yang jakunnya sempat terlihat turun naik sesaat.
"Meski kamu menyangkalnya, aku tetap isteri mu Mas. Aku tidak lagi menjadi isteri mu jika kamu menceraikan aku." Ujar Rani lembut namun tegas.
Aroma wangi rambut Rani merebak di seputar Damar. Bahkan belahan dadanya terlihat saat ia sudah dekat dengan Damar.
Tidak Damar pungkiri selama di tinggal berbulan madu ke luar negeri, Rani berubah drastis dan menjadi wanita yang memiliki daya tarik tersendiri. Damar nyaris mengira bahwa yang di hadapannya ini bukanlah isteri yang ia kehendaki.
"Ck! Sudah aku bilang jangan bahas perceraian lagi!"
"Kalau begitu, perlakukan aku sebagai isterimu Mas. Aku tidak minta lebih. Cukup kamu bersikap baik saja padaku. Bisa kan Mas..."
Tangan Rani marapikan baju Damar di bahu yang terlihat tidak rapi dengan lembut. Meski nantinya Damar akan mendorong jauh dirinya, Rani sudah siap.
Nyatanya Damar tidak bergeming. Ia tertegun menatap paras Rani yang berdandan mini malis namun tetap terlihat anggun di matanya.
"Damaaaar!!"
Teriakan laura menghentikan aktifitas Rani. Damar pun tersadar dan menoleh ke arah suara meski terhalang oleh dinding kamar.
"Pergi lah Mas. Sebelum dia semakin marah." Ujar Rani dengan lembut.
Damar pun tidak menunggu teriakan berikutnya terdengar. Ia pun segera mendatangi Laura yang bersungut di kamar karena kehilangan dirinya.
Bagi Rani perannya malam ini sudah cukup. Ia tidak ingin tergesa-gesa karena menurutnya perlahan tapi pasti akan menghasilkan nilai yang lebih baik.
Kini Rani lebih percaya diri sebelum ketika melihat Damar pertama kali masuk ke dalam rumah mereka saat baru pulang dari luar negeri tadi. Melihat Damar yang lebih banyak tertegunnya dari pada marahnya, Rani yakin pelan-pelan ia akan merebut hati Damar.
Bersambung...
Minta like dong, sebagai dukungannya karena novel ini sedang ikut lomba, terima kasih 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Jeni Safitri
Bodohnya kamu rani segitu ngak berharganya kamu atau kamu mmg tidak berpendjdikan atau tidak bisa apa" hingga takut hidup di luar sana, seharusnya kamu perbaiki tampilan kamu hingga cantik dan cari pekerjaan tunjukan ke damar tanpa dia kamu bisa berdiri sendiri tanpa perhatiannya kamu bisa dapatkan perhatian prka lain dijamin pasti dia akan lgsg kepencut dan menyesal mengabaikan mu melibat kamu dapat perbatian dari pria lain
2024-12-17
0
Ayanih
iya semangat rani kalo gak terpikat-pikat juga sungsebin aja di got biar waras otaknya 😅😅
2024-07-01
1
𝐓𝐚𝐲𝐨𝐧𝐠 • ᴼᶠᶠ •
gaya pelakor elegan dan cantik tapi halal Rani tidak apa2 semangat 😅
2024-04-27
1