Bab 10. Di Ajak Kenalan
POV Rani
Dan akhirnya mobil pilihan ibu mertua datang juga. Tidak terlalu sulit membawa mobil keluaran terbaru ini. Untung aku sudah terbiasa dulunya membawa mobil menggantikan ayah yang sering sakit.
"Apa aku makan siang saja sekalian ya?"
Restoran yang di promosikan para endorse begitu menarik untuk di coba. Apalagi melihat tempat dan beberapa menu yang di unggah, semakin ingin aku mencoba kesana.
Duduk sendiri sambil menunggu pesanan datang. Begini ternyata rasanya menjadi orang kaya. Memang menyenangkan, tapi sulit bagiku untuk menikmati ini semua yang bukan hasil dari keringatku sendiri. Untunglah ada eskrim yang bisa membuat mood ini menjadi membaik.
Emm... Enaknya. Pantas sana restoran ini selalu ramai. Ternyata ada eskrim seenak ini disini.
"Sendirian? Boleh aku gabung disini?"
Aku menengadahkan wajahku ke atas menatap lelaki yang berdiri tegap di depanku. Tidak ku duga akan ada orang yang menyapa diriku di tempat ini, membuatku cukup terkejut hingga saat menyuap eskrim ke mulutku.
"Anda bicara dengan saya?"
"Iya, karena cuma kamu yang sudah sebesar ini masih belepotan makan eskrim."
"Oh, maaf!"
Ternyata eskrim yang ku suap tadi belepotan tanpa aku sadari. Aku pun segera mengambil tisu dan membersihkan mulutku. Dan lelaki itu terkekeh melihatku. Ah, malu aku...
"Jadi apa boleh aku gabung duduk disini?" Tanya lelaki itu mengulangi.
Ragu rasanya mempersilahkan dia duduk di mejaku. Apalagi kami tidak saling kenal dan baru saja bicara beberapa detik yang lalu
"Baiklah. Sepertinya ini berat untuk mu. Tapi jika kita mengobrol dan aku duduk disini, boleh kan?"
Ah, syukurlah dia paham. Lelaki itu menggeser kursi di mejanya untuk lebih dekat ke meja ku. Tapi tetap saja, ini canggung rasanya.
"Terserah anda saja. Restoran ini, bukan punya saya."
Pria itu kembali terkekeh. Apa yang lucu sih?! Apa penampilan ku buruk?
Aku menunduk sesaat untuk memperhatikan penampilan ku. Rasanya tidak ada yang salah. Ah, sudahlah. Mungkin dia pria yang hobi tertawa.
"Kenalkan aku, Firman."
Lelaki itu mengulurkan tangannya padaku. Tidak sopan rasanya mengabaikan orang yang mengajak kenalan apalagi beberapa mata melihat ke arah kami. Uluran tangannya ku sambut.
"Rani."
"Kamu sendiri saja kesini Rani?"
"Iya."
"Oh, aku pikir kamu sembari menunggu seseorang. Tadinya aku menunggu teman-teman ku. Tapi sepertinya mereka mengerjaiku lagi."
"Kenapa begitu?"
"Sepertinya karena aku telat datang. Tadinya ku pikir aku yang paling awal, tapi ternyata mereka sudah pindah tempat tongkrongan."
"Lalu kenapa masih disini?" Tanyaku bingung.
"Tadinya aku mau menyusul mereka. Tapi melihat mu yang.... Ehem, bukan. Aku tadi sudah terlanjur memesan makanan."
"Oh..."
Ucapannya tidak ku mengerti. Jadi aku merespon oh saja.
"Kamu bekerja Rani?"
"Tidak."
"Kuliah?"
"Apa lagi itu. Apa aku masih terlihat anak kuliahan?"
"Tidak."
"Jadi?"
"Sudah lah, lupakan."
Lelaki yang aneh. Apa sebaiknya aku pergi saja ya?
Ku sudahi makan eskrim ku yang mulai mencair. Lalu membersihkan mulut ku dengan tisu. Semoga saja dia peka, aku mau pergi dari sini.
"Sudah mau pergi?"
"Iya. Aku masih ada urusan." Jawabku cepat.
Tidak ingin terlibat dalam kecanggungan yang lebih lama.
"Bisa kita bertukar nomor telepon? Aku ingin mengenalmu lebih."
Eh...., bagaimana ini?
"Ehem!"
Seseorang dengan pasangannya berdehem melintasi kami. Sontak aku terkejut karena ternyata dia adalah Mas Damar dan wanita itu juga makan disini.
Apa lebih baik ku gunakan saja kesempatan ini untuk memanas-manasi Mas Damar saja?
"Boleh." Kataku sambil mencuri lirik ke arah Mas Damar.
Tepat! Satu kata jawaban dari ku berhasil membuat Mas Damar menoleh sekilas.
Firman langsung mengeluarkan handphonenya dan diberikan padaku. Aku pun mengetikkan nomor ku disana.
"Sudah. Aku permisi ya."
"Baik lah Rani, sampai ketemu lagi. Aku akan menghubungi mu nanti."
Aku hanya bisa mengangguk agar lekas pergi dari sana. Setelah membayar, aku menuju parkiran mencari-cari keberadaan Mas Damar yang sepertinya sudah pergi meninggalkan tempat ini. Aku pun memasuki mobil ku dan pulang menuju ke rumah.
Dalam perjalanan aku mengira-ngira, bagaimana respon Mas Damar kelak ketika kami bertemu di rumah.
Mobil ku terpakir rapi di depan garasi. Melihat mobil ini, aku jadi terpikirkan untuk membuat mereka bertengkar. Akan ku katakan saja ini mobil di belikan Mas Damar. Ingin ku lihat bagaimana reaksi isteri mudanya itu nanti.
Hari sudah sore, sebentar lagi Mas Damar akan pulang. Aku pun meminta Bi Siti menyiapkan makan malam untuk kami. Lalu aku beranjak ke kamarku untuk membersihkan diri. Aku harus terlihat cantik dan segar saat menyambut Mas Damar pulang nanti.
Sambil menunggu Mas Damar, aku duduk di ruang tamu sambil memainkan handphone ku. Tak lupa aku mengirim pesan kepada ibu mertua kalau mobilnya sudah datang.
Terdengar suara deru mobil di luar rumah. Sepertinya Mas Damar sudah pulang. Aku segera beranjak untuk menyambutnya.
Ceklek!!
Begitu pintu di buka aku segera mengambil tas Mas Damar, lalu meraih tangannya dan mencium punggung tangannya. Semua terjadi begitu cepat sehingga Mas Damar tertegun akan tindakan ku dan pastinya wajah masam terlihat pada wanita itu.
"Rani... !" Ucap Mas Damar tertahan begitu pula dengan napasnya.
Tak!!
Satu hentakan kaki dari isteri muda Mas Damar saat masuk ke dalam rumah susah menjelaskan kalau dia marah. Aku tersenyum dalam hati. Dan ingin melihat reaksi berikutnya.
"Mas... Makasih ya mobil barunya. Aku suka..." Kataku dengan senyum semanis mungkin.
Langkah wanita itu terhenti begitu mendengar ucapan ku.
"Jadi kamu menghadiahkan mobil mewah itu padanya?!"
Tuding wanita itu dengan tatapan tajam kepada Mas Damar.
"Ini salah paham sayang. Rani kamu jangan mengada-ada?!"
"Loh, kata Ibu begitu kok Mas!" Kilah ku.
Maafkan aku ya Ibu mertua. Namamu aku jual sementara...
Ibu mertua ku rasa tidak akan marah namanya aku gunakan untuk hal seperti ini.
"Huh!!"
Wanita itu semakin kesal dan melangkah pergi meninggalkan kami.
Mas Damar pun mengambil tasnya dari tangan ku dan hendak menyusul isteri mudanya itu.
"Mas, makan malam sebentar lagi siap." Kataku
Mas Damar menoleh sesaat lalu kembali melangkah menyusul wanita itu ke dalam kamar.
Aku berusaha menguping apa yang terjadi di dalam kamar namun sulit karena kamar utama memang di desain kedap suara. Tapi aku yakin mereka pasti bertengkar.
Ku langkahkan kaki menuju dapur. Menyiapkan makan malam dan menata piring untukku dan Mas Damar. Untuk wanita itu, biar saja dia mengurus dirinya sendiri. Toh, dia juga isteri Mas Damar bukan, seharusnya dia juga harus melayani kebutuhan suaminya yang lain dan bukan sekedar kebutuhan di atas ranjang saja.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Soraya
btul bu rani💪
2025-03-23
0
Dina⏤͟͟͞R
cerdas rani🤣🤣🤣🤣good idea. aku suka aku suka
2024-04-26
1
Dina⏤͟͟͞R
segera saja. buka. saya🤣
2024-04-26
1