Bab 16. Persaingan Ketat
POV Author
Hari-hari berikutnya Laura kian berubah semakin mirip dengan sikap Rani. Tidak ada lagi Laura yang manja dan tukang merajuk beberapa waktu ini. Suasana rumah menjadi tenang dan damai, tapi tidak dengan hati Rani yang kian hari kian gusar.
Setiap ada Damar, dirinya dan Laura, wanita itu pandai mencari muka. Ia begitu ramah dan baik seolah-olah tidak terjadi sesuatu. Nyatanya di belakang Damar, Laura selalu menatap sinis Rani dan mengabaikan kehadiran wanita itu.
"Sayang, sarapan mu sudah siap, dan ini minumnya."
Laura melayani Damar ketika mereka sarapan bersama.
Damar mencicipi masakan Laura, dan sudah lebih membaik dari sebelumnya. Ia pun mengangguk merespon masakan itu.
Senyum Laura mengembang mengetahui Damar menyukai masakannya. Ia pun tersenyum mengejek kepada Rani sekilas.
Rani menahan sesak di dada. Usahanya untuk meraih hati Damar malah semakin jauh oleh perubahan sikap Laura. Rani makan sambil menunduk, memikirkan bagaimana caranya agar Damar kembali memberikan sedikit perhatian pada dirinya.
"Bu, maaf dari tadi handphonenya berdering."
Bi Siti mendekat ke arah Rani dan memberikan handphone Rani yang tadinya sengaja ia tinggalkan di kamar saat Bi Siti sedang membersihkan kamarnya.
"Terima kasih Bi."
Rani mengambil handphone itu dan melihat siapa yang menelpon.
"Assalamualaikum, Bu."
Perhatian Damar pada Laura teralihkan sesaat ketika Rani menjawab telepon dan menyebutkan kata 'Ibu' di depan mereka.
"Rani, bisa temani Ibu?"
"Kemana Bu?"
"Ke rumah teman Ibu, ada pertemuan arisan hari ini."
"Baiklah Bu, saya ijin sama Mas Damar dulu ya."
"Ya sudah. Jemput Ibu ya Ran?"
"Ya Bu."
Rani meletakkan handphonenya ke atas meja.
"Ibu?" Tanya Damar memastikan yang menelpon Rani.
"Iya Mas. Beliau memintaku untuk menemaninya pergi arisan." Jawab Rani.
"Sayang, aku mau ikut." Ujar Laura membuat Rani terdiam.
"Lain kali saja. Nanti aku akan coba bicarakan sama Ibu dulu untuk mengajak mu juga lain kali sayang." Ujar Damar.
Tadinya Laura sempat cemberut. Namun dengan cepat ia merubah mimik wajahnya dengan tersenyum.
"Baiklah sayang."
Ada kelegaan di hati Rani, Laura tidak jadi pergi. Ia sempat cemas Laura juga akan ikut pergi dengannya. Bisa di bayangkan bagaimana kelak Laura bersikap manis untuk mengambil hati ibu mertua mereka. Dan bukan tidak mungkin ibu mertua mereka akan luluh melihat perubahan Laura. Kira-kira seperti itu lah kecemasan Rani, dalam pikirannya.
"Mas aku ijin pergi bersama Ibu ya." Kata Rani meminta ijin.
"Hmm." Respon Damar singkat.
Sungguh perbedaan yang sangat terlihat jelas cara Damar memperlakukan kedua isterinya.
Damar beranjak dari duduknya bersiap untuk pergi ke kantor. Rani pun ikut beranjak dan ingin melakukan hal seperti biasa sebelum Damar berangkat kerja.
Namun sebelum Rani membawakan tas kerja Damar, Laura lebih dulu mengambilnya. Lalu ia menggandeng lengan Damar mengantarnya sampai ke pintu dan menyalami suaminya itu.
Ada yang tidak biasa Damar lakukan ketika Laura mengantarnya. Setelah Laura mencium punggung tangan Damar, pria itu mencium kening Laura di depan Rani.
Rani tertunduk. Ia merasa sakit melihat adegan itu. Nyatanya ketika ia menyalami Damar, hanya sikap biasa saja yang Damar tunjukkan padanya.
"Aku pergi dulu." Ujar Damar pada semua.
"Mas, sebentar!" Ujar Rani segera mendekat dan meraih tangan Damar untuk di salami.
"Hati-hati..." Ujar Rani dengan tersenyum.
Senyum Rani hanya lah sebuah kamuflase untuk menutupi kesedihan hatinya. Damar hanya memandangnya sebentar lalu menuju mobilnya.
Laura tersenyum puas karena dirinya lebih di perhatikan oleh Damar. Ia melambaikan tangannya saat mobil Damar mulai bergerak meninggalkan halaman rumah.
"Huh, jangan harap kamu bisa merebut Damar dari ku!" Sarkas Laura sambil berlalu.
Rani membuang napas berat. Ia pun masuk ke dalam rumah menuju kamarnya. Rani berganti pakaian dengan tampilan modis untuk menemani sang ibu mertua menghadiri pertemuan arisan.
Rani lalu memasukan handphonenya ke dalam tas beserta dompetnya. Kemudian meraih kunci mobil dan berlalu pergi tanpa pamit pada Laura yang membuang muka saat mereka sama-sama saling melintas.
Rani lebih memilih cepat pergi menjemput Ibu mertuanya dari pada lebih banyak menahan hati atas sikap Laura padanya. Merasa Damar makin mencintai dirinya, Laura semakin besar kepala terhadap Rani.
Saat tiba di rumah Ibu mertuanya, Kemala sudah siap di ruang tamu menunggu Rani tiba. Begitu mendengar suara mobil Rani, ia segera membuka pintu dan menghampiri menantunya.
"Loh, Ibu sudah siap?" Tanya Rani melihat Ibu mertuanya sudah rapi.
"Ayo Rani, kita langsung saja!" Ujar Ibu Kemala.
"Ya sudah. Ayo Bu!"
Kemala masuk ke dalam mobil. Dan setelah itu, Rani pun menjalankan mobilnya.
"Rani, bagaimana hubungan mu dengan Damar? Apa dia masih dingin ke kamu?" Tanya Ibu mertua dengan pernyataan yang sama tiap kali mereka bertemu.
"Tidak sedingin dulu Bu, tapi aku sudah bersyukur Mas Damar ada perubahan walau sedikit."
"Lalu bagaimana dengan wanita itu?"
Rani terdiam sesaat. Ingin mengatakan kalau wanita itu pura-pura baik tapi takutnya tidak ada yang percaya padanya karena nyatanya hanya saat bersama dirinya lah Laura mengeluarkan sifat asli dirinya.
"Dia sudah mulai berubah Bu." Jawab Rani.
"Apa? Berubah? Berubah bagaimana maksudmu Rani?"
"Nanti saat ketemu Ibu akan tahu. Aku tidak ingin memberikan penilaianku takut berbeda nantinya dengan pendapat Ibu."
"Hmm, baiklah. Pulang dari arisan bawa Ibu ke rumahmu sekalian kita makan malam bersama. Ibu ingin lihat bagaimana wanita itu berubah. Atau dia hanya pura-pura saja?"
Rani tidak menjawab. Dalam hatinya biar saja Ibu mertuanya yang menilai sendiri.
"Baik Bu."
Rani pun kembali fokus membawa mobilnya, hingga 37 menit kemudian mereka tiba di tempat acara.
Mobil-mobil mewah berjejer rapi di halaman rumah pemilik acara. Mobil Rani pun tak kalah mewah sehingga Bu Kemala tampak percaya diri menggandeng lengan Rani untuk ikut masuk bersamanya ke dalam rumah.
Sampai di dalam mereka di sambut hangat. Mereka pun menyalami satu persatu tamu-tamu yang datang kesana.
"Ini menantunya Bu? Cantik sekali..." Puji salah seorang Ibu-ibu melihat Rani di samping Ibu Kemala.
"Loh, tapi kalau tidak salah, isterinya Damar bukan yang ini. Soalnya waktu saya pergi pesta pernikahannya, istrinya itu sedikit kurus dari ini." Kata salah seorang ibu-ibu yang lain saat melihat Rani.
Bu Kemala merasa tidak nyaman dengan ucapan ibu barusan. Bukan Rani yang terluka hatinya, tapi dirinya lah yang merasa terluka Rani di perlakukan demikian.
"Dia isteri pertama anak saya, menantu pilihan saya." Ujar Bu Kemala membanggakan Rani.
"Lalu yang satunya?"
"Dia juga isterinya Damar yang di nikahi tanpa persetujuan saya." Jawab Bu Kemala apa adanya.
"Oh, begitu rupanya."
Rani merasa tidak enak berada di antara Ibu-ibu yang membicarakan rumah tangganya. Ia pun melihat sekeliling dan mencari tempat untuknya mengasingkan diri.
Di halaman samping terlihat sebuah taman dari jendela dalam ruangan. Senyum Rani terbit, setidaknya ia bisa bernapas lega sedikit untuk menjauh dari ibu-ibu itu.
"Bu, saya kesana ya?"
Tunjuk Rani pada sebuah taman mini.
"Ya sudah. Cari Ibu kalau kamu butuh sesuatu."
"Iya, Bu."
Rani pun pamit permisi lalu melangkah ke taman yang ia lihat tadi. Ada sebuah pendopo yang menarik hati Rani. Ia pun mendudukan bobot tubuhnya di sana.
"Hai, kamu gadis eskrim kan?"
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Soraya
setuju rani. glow up terus. beruntung mertuanya baik🤭
2025-03-23
0
Olga Nabila
👍
2024-09-10
1
🍁𝔉𝔰❀𝐍𝐨𝐨𝐧𝐚 𝕸𝖆𝖓𝖉𝖆🪷
ibu mertua nya aja gk percaya sama sikap yg dimna laura berubah kan mustahil orang seperti laura langsung sekejab berubah gitu
2024-05-23
0