Bab 3. Permohonan Yang Menyesakkan Dada
POV Rani
Gawat!! Ternyata Ibu mertua sudah sampai di rumah ini. Duh, aku harus gimana?!
Panik dan cemas melanda diri ini. Bukan takut kepada ibu mertua, tapi kemurkaan Mas Damar padaku yang tidak bisa mencegah kedatangan Ibu mertua.
Aku mengintip dari balik dinding. Jus baru yang di minta oleh Mas Damar aku tunda dulu.
"Bagus ya kamu, Damar!!"
Ibu mertua berkacak pinggang melihat Mas Damar dan kekasihnya duduk bermesraan berdua.
Melihat kedatangan Ibu mertua yang tiba-tiba, Mas Damar dan kekasihnya itu sontak berjauhan dan berpura-pura layaknya maling yang ketangkap basah.
"Bu, ini Laura yang pernah aku ceritakan pada Ibu." Ujar Mas Damar memperkenalkan kekasihnya.
Ibu mertua menatap tajam keduanya.
"Dimana Rani?! Raniiii...!!"
Deg, kembali jantungku berdebar-debar mendengar Ibu mertua meneriakkan nama ku. Dengan refleks dan tergesa-gesa, segera aku menghampiri Ibu mertua yang semakin mengabaikan kekasih Mas Damar.
"Ya, Bu..." Jawabku.
Ibu mertua terlihat terkejut melihat ku.
Oh Tuhan, aku lupa...
Penampilan ku yang habis di siram jus, pasti membuat Ibu mertua terkejut. Dan yang pasti lagi, aku semakin membuat Mas Damar murka.
"Kenapa penampilan mu seperti itu Rani?!"
Nah kan, benar kataku.
Aku langsung tertunduk dan curi-curi melirik Mas Damar yang menatap ku tajam. Juga kekasihnya yang melirik ku dengan tatapan sinis.
"Siapa yang melakukannya Rani?!" Tanya Ibu mertua sudah lagi.
Bagaimana aku harus menjawab siapa yang sudah berbuat tega padaku? Bila ku katakan sebenarnya maka Mas Damar sudah pasti marah padaku. Namun jika aku berbohong, bagaimana caranya aku harus berbohong?
"Apa kalian yang menyiksa menantuku?! Dan kamu? Apa tidak ada laki-laki lain? Apa harus sama pria yang sudah beristri?!"
"Bu....!" Seru Mas Damar.
Kekasih Mas Damar menatap benci padaku. Wajahnya memerah entah itu manahan amarah atau kah menahan malu aku tidak tahu. Yang jelas tangannya terkepal meremas rok span mini yang ia gunakan.
"Ayo Rani, ganti bajumu! Ikut Ibu belanja ke Mall. Kamu itu isteri, bukan pembantu disini!" Sindir Ibu mertua sambil melirik sinis kekasih Mas Damar. "Dan kamu Damar...,kembali ke kantor ,atau Ibu tarik kembali hak mu!" Ancam Ibu mertua. "Ayo Ran!"
Aku di gandeng Ibu mertua menuju kamar Utama. Ku lirik Mas Damar yang mengusap wajahnya dengan kasar. Juga kekasihnya yang melipat tangan di depan dada dengan tatapan jengah dan seperti tidak betah berada di rumah ini.
"Loh, kok....?!"
Ya Tuhan, aku lupa lagi harus mengarahkan Ibu mertua ke kamar di ujung lorong. Kamar utama di gunakan Mas Damar sendiri. Tetapi karena kekasihnya telah datang, sudah pasti kamar itu juga akan ia tempati. Tidak heran jika ibu mertua melihat pemandangan tidak biasa dalam kamar utama ini. Sepatu high heel, koper dan baju-baju seksi tergeletak di sana sini. Bahkan tidak ada figura besar yang menampilkan foto pernikahan ku dengan Mas Damar.
Sebelumnya, setiap Ibu ingin ke rumah, Mas Damar selalu berpura-pura menjadi suami yang baik untukku. Foto pernikahan terpampang jelas di kamar utama tiap kali Ibu datang, juga kehangatan Mas Damar yang tidak nyata ia berikan padaku jika ibu mertua berbicara pada kami.
Semua itu palsu. Itu hanya upaya Mas Damar untuk mengambil hati ibunya agar mau menerima wanita yang disebut Laura, sebagai kekasih dan calon isterinya.
Mas Damar sedang dalam uji coba. Ibu mertua ingin melihat perlakukan Mas Damar padaku, apakah anaknya nanti bisa adil ataukah akan berat sebelah seperti ini. Dan hari ini semua perkiraan Ibu mertua di pertontonkan langsung oleh Mas Damar dan kekasihnya.
"Bu, kamar ku bukan disini..." Ujar ku pelan.
Sudah kepalang tanggung ketahuan, ya sudah aku jujur saja. Toh mau membela diri bagaimana pun nantinya, Mas Damar sudah pasti marah besar padaku. Kembali kata-kata terakhir Ayah menjadi kekuatan ku, kalau aku harus menjadi wanita kuat dan penyabar.
"Lalu kamarmu dimana Rani?"
"Tapi, Ibu jangan marah ya?"
"Kenapa, kamu takut di marahi Damar? Iya?!"
Ibu mertua sangat peka. Dan aku pun mengangguk pelan.
"Cepat tunjukkan dimana kamarmu? Benar-benar si Damar ini! Isteri sendiri di jadikan pembantu!" Kata Ibu mertua, marah.
"Lewat sini Bu..." Ujar ku.
"Bu, mau kemana?" Tanya Damar.
Langkah kami terhenti sesaat dan melihat Mas Damar menyusul kami.
Ibu mertua hanya menoleh, namun tidak menjawab pertanyaan Mas Damar.
"Ayo Ran!" Ujar Ibu mertua.
Kami pun melangkah menuju kamarku.
"Bu! Bukan disana kamar Rani. Tapi disini, kami tidur bersama." Ujar Mas Damar berbohong.
"Ibu tidak percaya lagi kata-kata mu!"
"Bu, Laura hanya beristirahat sebentar. Dia malam nanti mulai menginap di Hotel." Ujar Mas Damar menjelaskan.
"Kalau pun hanya sedetik, seharusnya bukan dikamar utama dia beristirahat! Kan ada kamar tamu! Wanita tak punya etika seperti itu mau kamu jadikan isteri? Sampai kapan pun, Rani lah menantu Ibu satu-satunya!" Kata Ibu mertua.
Ibu mertua menarik lenganku menuju kamar yang hendak aku tunjukan. Aku menoleh pada Mas Damar. Mata tajam Mas Damar memerah, dan tangannya terkepal. Ia segera masuk ke dalam kamar utama, tidak tahu apa yang ia kerjakan.
"Ini Bu..., sebentar, Saya membersihkan diri dulu."
Pamit ku kepada Ibu mertua. Lalu mengambil pakaian bersih serta handuk, kemudian masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar.
Biarlah Ibu mertua melihat-lihat sepuasnya kamar yang Mas Damar berikan padaku. Apapun kemarahannya nanti, mudah-mudahan aku sanggup bersabar.
Setelah bersih dan terasa segar, aku berdandan sedikit karena tadi ibu mengatakan minta di temani berbelanja.
"Bu...! Tolong mengerti perasaanku Bu! Aku sudah menuruti keinginan Ibu. Aku juga ingin bahagia dengan pilihan ku Bu!"
Samar-samar aku mendengar suara Mas Damar yang sepertinya berada di dalam kamarku dan sedang berbicara dengan Ibu mertua. Aku pun menghentikan kegiatan ku dan menguping pembicaraan mereka.
"Maafkan kalau tadi saya kurang sopan Bu, tapi seperti kata Damar. Ijin kan kami untuk bahagia. Saya dan Damar sudah lama saling mencinta sejak kami masih kuliah di luar negeri. Namun Saya harus menerima rasa sakit hati ketika mendengar pacar Saya menikahi wanita yang sama sekali tidak ia cintai."
Deg, bahkan kekasih Mas Damar pun ada di kamarku. Tapi kenapa pengakuannya membuat hatiku begitu sakit? Rasanya aku yang salah dalam hal ini. Padahal aku tidak sepenuhnya menginginkan pernikahan ini. Dan hanya ingin mencoba menerima saja, takdir yang sudah terjadi.
"Bu, aku mohon..."
Pilu hati ini mendengar permohonan Mas Damar kepada ibu mertua. Permohonan ingin menikah lagi, yang sudah pasti tidak semua wanita mau di madu.
"Bukan persetujuan Ibu yang harus kamu minta. Tapi persetujuan isterimu. Dan ingat Damar, apabila kamu sampai menyakiti Rani, sama saja kamu telah menyakiti Ibumu sendiri!"
Aku tersandar pada dinding kamar mandi mendengar ucapan Ibu mertua yang menyerahkan segala keputusan kepada ku. Keputusan berat yang harus aku ambil dengan segala resiko yang menunggu.
Tuhan, aku harus bagaimana? Apakah aku pantas untuk menolak? Kalau pun pantas, apa aku bisa? Aku harus bagaimana?
Kecemasan dan kekhawatiran melanda hatiku. Jika aku ijinkan, maka semakin berat pastikan rasa sakit hati ini melihat mereka bersama. Tapi bila aku menolak, entah kemarahan seperti apa kelak Mas Damar tunjukkan padaku.
Bersambung...
Minta likenya ya, karena novel ini sedang ikut lomba. Jadi minta dukungannya ya, terima kasih 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Akbar Razaq
gak jadi orang kaya juga gak apa.asal kebahagiaan mu nyata dan bebas tanpa intimidadi dt siapapun.Jika mmg pernokahan tak membawa kebaikan ngapain dinpertahankan
2024-09-29
0
Endang Supriati
bodoh krn miskin bin kere
2024-07-14
0
Gita Riana
Adakah perempuan bodoh Spt Rani ini?
2024-07-02
0