Bab 12. Bukan Cemburu Katanya
POV Rani
Ku rebahkan diri di kasur empuk yang di belikan ibu mertua padaku. Mencoba memejamkan mataku yang belum juga mengantuk padahal jam dinding sudah menunjuk pukul 23.13 malam.
Tatapan mataku mengarah pada televisi di kamarku, namun pikiran ku melayang entah kemana.
Tok... Tok!
Ketukan pelan di pintu membuatku mengerutkan dahi, siapa yang mengetuk pintu kamarku malam-malam begini. Apa Bi Siti? Sepertinya ada hal yang penting. Aku pun segera bangun dan beranjak membukakan pintu kamarku.
"Mas Damar!"
Aku terkejut saat membuka pintu ternyata Mas Damar yang ada di depan ku. Segera ku ubah ekspresi ku perlahan dengan tenang dan tersenyum ramah.
"Ada apa Mas?"
Mas Damar tidak berkata apa-apa namun segera masuk ke dalam kamarku.
"Kalian bertukar nomor handphone?"
"Tukar nomor handphone? Siapa Mas?" Tanyaku bingung.
"Jangan pura pura. Di restoran tadi siang, kamu memberikan nomor handphone mu kepada orang asing."
Oh, restoran tadi siang. Hampir aku melupakan laki-laki yang bernama Firman itu.
"Iya Mas. Dia ngajak kenalan." Jawabku santai.
Apa Mas Damar sedang cemburu saat ini?
"Mana?"
"Apa Mas?"
"Handphone mu!"
"Buat apa Mas? Mas cemburu?"
"Ehem! Aku tidak cemburu. Buat apa aku cemburu?! Hapus nomor laki-laki itu! Aku tidak mau di salahkan Ibu tidak bisa menjaga mu!"
"Nanti saja Mas aku hapus."
"Sekarang!"
"Katanya tidak cemburu tapi kayak orang cemburu! Akan aku hapus kalau dia macam-macam kok Mas, karena aku isterimu." Kataku menggoda Mas Damar.
"Ck!"
Mas Damar pun melangkah hendak keluar dari kamarku.
"Oh ya Mas!" Ucapan ku menghentikan langkah kaki Mas Damar. "Baju-baju Mas sudah aku cuci dan setrika. Setiap pagi Mas cari saja di kamar tamu, aku siapkan disana. Pakaian Mas tidak pernah rapi semenjak dia disini."
Mas Damar tidak menjawab sepatah kata pun setelah mendengar ucapanku. Ia berlalu pergi meninggalkan kamar ini.
***
Pagi tiba menjemput matahari yang mulai menampakan sinarnya. Aku bangun seperti biasa, sudah rapi dan siap melayani Mas Damar yang hendak pergi kerja.
Sarapan roti selai dan susu sudah ku siapkan di atas meja. Aku pun duduk manis menunggu Mas Damar keluar dari kamarnya.
Tak...
Tak...
Tak...
Suara langkah yang sudah sangat aiu hafal semakin mendekat. Meski wajahnya datar menatapku, tapi ia tetap duduk di kursi yang sudah ku siapkan sarapannya.
Mas Damar menatap segelas susu yang ada di depannya.
"Mana kopi ku?! Aku tidak suka susu!"
"Hari ini saja Mas. Wajahmu kayak kecapean, biar kamu punya tenaga ekstra buat bekerja. Ini juga beberapa vitamin, nanti 3 jam kemudian minum ya? Biar tetap fit." Ujarku menyodorkan beberapa vitamin yang memang aku stok untukku juga.
Mas Damar meraih susu dan meneguknya sedikit. Lalu memakan rotinya sambil mengecek handphonenya. Setelah roti habis, Mas Damar membersihkan mulutnya dengan tisu dan hendak beranjak untuk pergi ke kantornya.
"Mas!"
Mas Damar menoleh.
"Susunya tolong habiskan." Kataku lembut dengan nada memohon.
Mas Damar meraih gelas susu itu dan meneguknya hingga tandas meski tidak berkata apa-apa. Aku tersenyum lalu berdiri mengambil vitamin yang ku sodorkan tadi tapi tidak di ambil Mas Damar.
"Tetap jaga kesehatan Mas." Ujarku sambil tersenyum menyelipkan sebungkus kecil vitamin tadi ke dalam saku baju Mas Damar dan menepuknya dengan lembut.
Lalu aku meraih tangan Mas Damar dan mencium punggung tangan itu. Tidak ada penolakan dari Mas Damar. Ia hanya diam saja dan berlalu menuju mobilnya.
Aku lambaikan tangan ku pada mobil Mas Damar yang mulai berjalan pelan lalu melaju. Begitu mobil itu tidak terlihat lagi, aku menghela napas panjang. Rasanya sulit sekali mencairkan gunung es yang dingin itu.
Aku pun masuk ke dalam dan menutup pintu utama.
"Bi, beresin saja sarapannya ya. Terus Bibi diam di kamar saja. Sudah tidak ada lagi kerjaankan?"
"Makan siang Bu?"
"Biar aku yang masak."
"Ya Bu."
Bi siti menuruti kata-kata ku dan segera membereskan meja makan. Sengaja aku membuat meja makan kosong tanpa makanan, biar wanita itu kelaparan. Sebagai seorang isteri, ia terlalu manja dan malas. Terlalu banyak menuntut tapi tidak punya rasa tanggung jawab. Pantas saja ibu mertua tidak menyukainya.
Aku lalu masuk ke kamarku setelah memberi perintah kepada Bi Siti. Terdengar notif pesan masuk begitu aku mendekati tempat tidur ku. Segera aku melihat siapa yang mengirim pesan di pagi hari begini.
Firman : Assalamualaikum, tidak lupa kan padaku? Selamat pagi, sudah sarapan?
Ternyata dari pria kemarin. Ragu untuk membalas pesan itu. Tapi melihat reaksi Mas Damar tadi malam, rasanya aku ingin membuat Mas Damar lebih cemburu lagi.
Rani : Waalaikumsalam, tidak. Baru kemarin kan, aku sudah sarapan.
Sepertinya ia sedang menunggu balasan pesan ku. Karena begitu pesan ku terkirim langsung centang 2 dan biru.
Firman : Apa kegiatan mu hari ini? Makan es krim lagi? Hehehe...
Rani : Tidak, aku hari ini ingin di rumah saja.
Firman : Kalau aku boleh tahu, rumah mu dimana?
Rani : Rahasia
Firman : Wah main rahasia, hehehe...tidak bisa ketemu lagi dong.
Rani : Kenapa kita harus bertemu lagi?
Firman : Biar bisa melihatmu makan es krim lagi. Hehehe...
Tidak ku tanggapi lagi balasan pesan Firman karena samar-samar aku mendengar nama Bi Siti di teriakan oleh isteri muda Mas Damar.
Aku segera beranjak dan keluar dari kamarku.
"Jangan teriak-teriak! Kayak orang udik saja kamu! Bi Siti aku suruh istirahat."
"Kamu memang senangnya mencari gara-gara! Untuk apa dia di pekerjakan disini kalau hanya melayanimu!
"Karena aku yang menggaji Bi Siti. Ya kamu cari saja ART untukmu sendiri." Jawabku santai. Pasti makin emosi dia mendengar kata-kata ku.
"Kamu kira aku tidak bisa?!"
Wanita itu kembali ke kamarnya dan tidak keluar lagi untuk waktu yang cukup lama. Aku pun kembali ke kamarku.
Saat menjelang siang, aku menyiapkan makan siang. Dan hari ini, aku berencana makan siang di kantor Mas Damar bersama Ibu mertua. Ibu mertua sudah aku kabari. Mas Damar biarlah ibu yang mengabari karena ku tahu Mas Damar pasti tidak akan setuju jika aku yang bicara. Jika dengan Ibu mertua, tipis kemungkinan Mas Damar menolak permintaan Ibunya.
Mungkin ini terlihat licik. Tapi ini bagian dari upaya ku untuk merebut hati suamiku sendiri. Tidak salah bukan?
Kotak makanan sudah terisi penuh beberapa makanan. Wanita itu pun tidak keluar kamar atau mungkin sudah pergi entah kemana mengisi perutnya. Aku pun segera pergi menuju kantor Mas Damar untuk menikmati makan siang bersamanya.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Ayanih
gak salah lah suami sendiri nah kalo suamimu gak luluh - luluh gandeng aja tuh si firman biar tau rasa...🤣🤣
2024-07-01
1
sabil abdullah
tidak salah memng tapi ingat mereka itu sering berhubungan badan kalo hamil kamu bisa apa
seharusnya dari awal kalo mau rebut hati suamimu di rombak dari awal
2024-05-05
3
🍂⃝🐱³
kalau cemburu bilang damar☺️...tapi benci sama mu ...benci sama perangaimu yg suka menyiksa batin isterimu.....maaf oma bru kubaca aku nabung soalnya wkwkwk🤭
2024-05-01
1