Bab 15. Tabir Terungkap
POV Author
Damar tiba di kantor dan langsung melakukan aktifitasnya sesuai jadwal yang sudah di buat oleh sang sekretaris. Rapat jam 10 pagi, Pertemuan di sebuah restoran dengan beberapa klien, serta melakukan peninjauan lokasi cukup membuat Damar sibuk hari itu. Belum lagi data dan berkas yang harus di periksa lebih dulu sebelum di setujui.
Damar segera mengecek data sebelum rapat di mulai dua jam lagi. Ia tampak fokus, sibuk dengan laptop di hadapannya. Kalau sudah berhadapan dengan pekerjaan, Damar sampai tidak melihat waktu yang terus bergulir hingga sang sekretaris mengetuk pintu mengingatkan soal rapat yang akan di mulai 15 menit lagi.
"Pak, rapat kita di mulai 15 menit lagi. Semua peserta rapat sudah hadir di tempat."
"Hmm, baik. Berkas kita sudah kamu siapkan Dela?"
"Sudah Pak."
"Oke. Terima kasih Dela."
Dela mengangguk. Lalu menunggu atasannya di depan pintu ruangan.
Damar pun menutup laptopnya. Dan bersiap menuju ke ruang rapat.
"Pak, ada Bu Laura menuju ke sini." Kata Dela yang mengamati dari kejauhan, Laura sedang berjalan menuju ruang kerja Damar.
"Ck!"
Damar berdecak sambil melihat jam tangannya. Dimana tersisa 10 menit lagi akan dimulainya rapat perusahaan.
"Mana Pak Damar?" Tanya Laura dengan jarak 10 meter kepada Dela dengan langkah terus mendekat.
"Ada Bu, tapi beliau sebentar lagi akan memimpin rapat perusahaan." Terang Dela yang tahu situasi saat ini pasti akan mempengaruhi rapat mereka.
"Ck! Aku mau bertemu sebentar." Ujar Laura tidak peduli peringatan kecil dari Dela.
Dela tidak bisa menahan atau berbuat apa-apa kepada nyonya dari atasannya itu. Ia pun tetap menunggu di luar ruangan.
"Damar! Carikan aku tempat kursus masak. Aku Tidak mau kalah lagi dari wanita itu." Kata Laura tiba-tiba memerintah begitu masuk ke dalam ruangan dan melihat suaminya.
"Sayang bisa kita bicarakan ini nanti. Aku mau rapat dulu sebentar." Ujar Damar.
"Aku baru datang loh sayang, kamu mau tinggal saja."
"Rapat ini penting. Kamu tolong mengerti ya?"
"Ck!"
Laura melipat tangan di dada dan membuang pandangan dari Damar.
"Ayo, Dela!"
Merasa waktunya benar-benar mepet, Damar tidak mempedulikan Laura yang merajuk. Dalam hatinya begitu kesal dengan sifat Laura yang satu itu, yang rasanya semakin parah saja, pikirnya.
Laura menatap jengah kepergian Damar yang tidak mempedulikan dirinya. Padahal dia sudah bertekat ingin belajar masak demi Damar. Namun dengan sikap Damar seperti tadi, Laura merasa Damar tidak memberi dukungan padanya dan seakan-akan Damar sudah tidak peduli padanya.
Pikiran Laura langsung tertuju pada Rani dan menyalahkan isteri pertama Damar itu. Kemarahannya semakin membesar kepada Rani.
Semua gara-gara dia! Aku tidak boleh kalah darinya. Bisa-bisa lama-lama Damar jatuh cinta padanya! Batin Laura, cemas dan marah.
Sementara Damar mengikuti rapat, Laura masih menunggu suaminya itu di ruang kerjanya sampai jam makan pun tiba.
Damar menyalami beberapa klien dan tim devisi begitu rapat selesai. Ia pun segera menuju ruangnya karena tahu isteri mudanya pasti masih menunggu di disana.
Begitu pintu ruangan di buka, Laura terlihat sedang berselancar dengan handphonenya.
"Sayang!"
Respon Laura bersemangat ketika melihat Damar memasuki ruangan.
Damar menarik napas lega karena sepertinya Laura tidak merajuk lagi.
"Kamu sudah makan?" Tanya Damar.
"Belum. Kita makan siang di luar?"
"Tidak. Sepertinya Rani akan datang lagi membawakan makan siang untukku."
"Ck! Dia lagi! Dia lagi!"
Laura kembali kesal.
"Aku tidak bisa menolaknya sayang. Kamu tahu kan?"
"Ada apa sih sebenarnya? Kenapa kalian semua begitu takut padanya?!" Emosi Laura mulai meledak.
"Bukan takut sayang. Tapi lebih menghargai pengorbanan keluarganya."
"Pengorbanan seperti apa sih? Cuma berjasa antar jemput doang." Kata Laura merendahkan.
"Aku akan cerita." Ujar Damar.
Sebelum bercerita Damar menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.
"Papa ku mengalami sebuah kecelakaan, dan membutakan kedua matanya. Tapi Ibunya Rani yang sedang sakit dan di vonis berusia tidak lama lagi, mendonorkan kedua matanya untuk Papa ku. Lalu 3 tahun kemudian, Papa kembali mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Ibuku mengambil alih perusahaan dan mati-matian mempertahankan posisi keluarga kami. Lalu kesehatan ibuku menurun dengan penyakit ginjal yang di derita. Orang tua Rani kembali mengorbankan organ mereka untuk orang tua ku dengan memberikan salah satu ginjalnya pada ibuku. Dan sejak itu, Ayah Rani sakit-sakitan dan akhirnya meninggal. Tinggallah Rani sebatang kara. Karena itu, ibuku sangat menyayangi Rani dan aku tidak bisa menceraikannya begitu saja." Ungkap Damar menjelaskan.
Laura menggigit bibir bawahnya karena kesal dengan apa yang baru saja Damar ceritanya. Itu artinya Rani benar-benar merupakan saingan berat baginya. Pantas saja Rani begitu sulit untuk di ceraikan.
Jika Rani tidak bisa di ceraikan, itu artinya aku harus menjadi yang utama. Tidak bisa seperti ini, aku harus bertindak! Batin Laura.
Baru di ketahui Laura kalau Rani adalah ancaman besar dalam kehidupannya. Wanita yang ia pandang rendah sebagai anak supir itu nyatanya tidak bisa ia singkirkan dari kehidupan Damar begitu saja.
Pengorbanan orang tua Rani tentu saja tidak bisa di pandang sebelah mata. Apalagi menyangkut kesehatan dan nyawa seseorang. Laura benar-benar harus kerja keras untuk mengubah posisi Rani dalam keluarga itu. Ia pun berencana melakukan apa saja untuk merebut hati ibu mertuanya.
"Baiklah sayang. Aku harus bagaimana sekarang?"
Sikap Laura melunak. Dan itu membuat Damar merasa lega.
"Seperti kataku kemarin, bersikap lah seperti Rani."
"Baik. Aku akan berubah demi kamu."
Damar tersenyum senang. Ia memeluk Laura dengan hangat dan mencium pipinya.
"Terima kasih sayang."
Saat Damar melepaskan pelukan mereka, Rani datang membawa kotak makanan seperti perkiraan Damar.
"Assalamualaikum, Mas."
"Wa'alaikumsalam."
Rani yang sempat tersenyum manis pada Damar saat masuk ruangan itu, senyumnya sedikit memudar saat melihat Laura juga ada disana.
"Rani, kita makan bersama Laura ya." Ajak Damar.
"Baiklah Mas."
Rani duduk di sofa lalu meletakkan kotak ke atas bekal yang ada di tangannya. Rani pun hendak melepaskan tas yang terselip di bahunya sebelum menyusun makanan-makanan itu. Namun saat Rani hendak melakukannya, Laura lebih dulu menyiapkan makanan tadi di susun dengan rapi di atas meja sambil tersenyum tanpa dosa. Seolah-olah ia yang sudah susah payah memasak itu semua untuk Damar.
Rani tertegun dan menahan sesak di dada. Namun ia berusaha bersikap biasa saja sambil menghela napas perlahan mengatur emosinya.
Laura beranjak menyiapkan minuman untuk Damar dan dirinya. Seakan-akan Rani tidak ada, mereka menikmati makan siang bersama. Dan begitu selesai, kembali Laura membereskan bekas makannya bersama Damar.
Tentu sikap Laura itu mengundang tanya besar dalam diri Rani. Kenapa tiba-tiba Laura berubah drastis seperti itu. Rani hanya bisa bisa diam di antara mereka. Benar-benar merasa seperti dia menjadi orang ketiga disana.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Jeni Safitri
Makanya rani kamu itu harus berubah sikap bukan hanya tampilan aja yg di rubah ngak perlu kamu menggoda suami yg tidak mencintai mu skrg ini yg penting jadilah wanita mandiri dan jual mahallah atau acuhkan aja suami mu itu buat dia cemburu dgn menerima perhatian pria yg lebih kaya dari dia, kan kamu skrg sdh cantik skrg belajar buka usaha entah itu usaha catering atau resto perluas pergaulan dna pengetahuan hasilnya sdh dipastikan suami mu akan datang sendiri ke kamunya
2024-12-18
0
🍁𝔉𝔰❀𝐍𝐨𝐨𝐧𝐚 𝕸𝖆𝖓𝖉𝖆🪷
dari pada kau tidak bisa masak... bisanya hanya menghambur uang suami 😒
2024-05-23
0
G** Bp
kesambet Wewe gombel tuh perempuan siluman
2024-05-07
0