Pukul 18.30, Bi Siti terlihat sibuk bolak-balik dari dapur menuju meja makan. Saat Bi Siti berjalan menuju meja makan, tampak kedua tangannya sambil membawa menu makanan yang telah dia masak. Makanan itu lalu dia taruh ke atas meja makan. Setelah selesai menata makanan di atas meja, dia akan segera menghampiri majikannya.
Kebetulan saja, dia melihat Sinta berjalan keluar dari kamar mandi. Segera saja dia menghampirinya.
" Bu..makan malamnya sudah siap " ujar Bi Siti sambil berdiri di dekat Sinta yang akan menaiki anak tangga.
" baiklah Bi, saya panggil suami saya dulu di kamar atas " jawab Sinta sambil berhenti sebelum menapaki anak tangga yang ada di depannya.
" baik, Bu " jawab singkat Bi Siti. Sinta pun kembali melanjutkan langkahnya untuk naik ke lantai 2. Beberapa saat kemudian, Bi Siti meninggalkan posisinya berdiri.
Di dalam kamar, Aris sedang menerima panggilan dari Wira. Wira mengabari dirinya tentang pengobatan di luar negeri. Dia berdiri di dekat jendela kamar yang sudah tertutup tirai.
" Halo, Wir ? "
" Ris, maafkan aku lagi....ternyata pengobatan diluar negeri juga belum ada. Aku sudah coba kontak teman ku yang ada di luar kota maupun di luar negeri, mereka mengatakan hal yang sama. Semuanya angkat tangan untuk menyembuhkan penyakitmu itu "
" baiklah, tidak apa-apa " jawab Aris lesu
" ris...kamu jangan sampai putus asa, yang terpenting bagi seseorang yang sakit seperti kamu adalah selalu semangat. Jangan sampai lelah dan banyak pikiran "
" terima kasih, Wir "
" oh ya, kamu masih merahasiakan soal penyakit yang sedang kamu derita pada Sinta ? "
" masih " jawab Aris singkat
" apa kamu nggak lebih baik bilang padanya ? Semakin hari pasti penyakitmu itu akan semakin parah "
" aku...kan pernah bilang padamu beberapa hari yang lalu, aku tidak mau dia tahu penyakitku ini. Coba bayangkan begaimana perasaan Sinta saat tahu penyakit yang aku derita tidak bisa di sembuhkan. Terlebih lagi jika dia tahu, penyakit ini membuatku mendekati maut lebih cepat. Pasti dia akan, lebih perhatian padaku. Aku tidak ingin merepotkannya. Aku sendiri saja memperhatikannya mungkin jarang. Makanya, aku mencoba untuk menjadi perhatian padanya. Aku ingin waktu-waktuku masih hidup dapat melihat dia bahagia "
" ya..aku tahu apa yang sedang kamu rasakan. Lalu, bagaimana dengan orang tuamu ? Apa kamu akan jujur pada mereka berdua atau kamu masih i ingin tetap merahasiakannya "
Sebelum menjawab pertanyaan Wira, Aris terlihat menghela napas dengan raut wajah sedih.
" aku akan tetap merahasiakannya, sekarang yang tahu penyakitku ini hanya kamu dan sekretarisku di kantor "
" ya sudah kalau kamu maunya begitu. Selamat malam "
" malam "
Panggilan itu diakhiri oleh Wira. Aris lalu menjauhkan ponselnya dari telinganya. Raut wajahnya kini tampak sedih. Saat ini, dia masih berdiri di dekat jendela sambil merenungkan kedua orang tuanya. Sejak awal dirinya hanya ingin merahasiakannya dari istrinya. Tapi, ketika Wira menanyakan tentang orang tuanya. Dia pun menjadi bingung antara ingin jujur atau tetap akan bungkam atas penyakitnya. Jujur dan tetap merahasiakannya, baginya memiliki konsekuensi yang harus siap dia terima.
Ceklek....
Sinta membuka pintu dan langsung melangkah ke dalam kamar.
" Sayang, ayo makan " ujar Sinta yang sudah berjalan satu langkah dari pintu. Namun, Aris tidak menjawabnya. Dia pun berjalan mendekati suaminya yang berdiri di dekat jendela. Saat sudah berdiri di samping suaminya, dia melihatnya tampak memikirkan sesuatu.
" Sayang ? " ujar Sinta sambil menyentuhkan telapak tanganya ke bahu sebelah kanan suaminya. Seketika saja, Aris terkejut dan langsung menoleh ke arah istrinya yang sudah berdiri di sampingnya.
" Kamu ngagetin aja " ujar Aris sambil menata aliran napasnya dan detak jantungnya
" kamu lagi ada masalah ? "
" tidak, aku cuman...." Aris begitu bingung untuk mencari alasan.
" Cuman apa ? " tanya Sinta yang penasaran
" Cuman mikirin soal pengeluaran kantor. Tadi aku di beri berkas pengeluaran dan saat aku lihat ternyata pengeluaran kantor semakin besar " jawab Aris denga raut wajah tampak tidak meyakinkan.
" benar ? Kamu nggak menyembunyikan sesuatu dariku kan " Tanya Sinta kembali yang merasa ragu terhadap jawaban suaminya
" benar, Nggak ada yang sedang aku tutup-tutupin "
" ya sudah kalau begitu, ayo makan... Bi Siti sudah nyiapain semuanya di atas meja makan "
" baiklah "
Aris dan Sinta lalu berjalan bersama keluar dari kamar. Setelah itu, mereka menapaki satu persatu anak tangga untuk sampai ke meja makan.
Kini mereka berdua tampak duduk di dua kursi yang mengelilingi meja makan sambil menikmati makanan yang mereka letakkan di piring mereka masing-masing.
" ngomong-ngomong kita butuh tukang kebun nggak ? " tanya Aris sesudah meneguk air putih di gelas yang berada di samping piringnya.
Untuk menjawab pertanyaan suaminya, Sinta pun berhenti melahap makanannya. Kemudian, dia meneguk air putih juga yang sudah di sediakan untuknya
" kalau seandainya Bi Siti, masih bisa ngurus tanaman di depan, tidak pakai tukang kebun juga tidak apa-apa. Tapi, coba saja kamu tanyakan pada Bi Siti "
" Bi Siti, kemari sebentar " panggil Aris sambil memandang ke arah dapur. Bi Siti pun dengan segara menghampiri majikannya
" ya, pak " kata Bi Siti yang sudah berdiri di dekat Aris.
" gini bi..saya mau tanya selama ini kan yang nyiram dan ngurus tanaman di depan rumah sama rumput yang ada di halaman depan kan bibi. Apa bibi merasa kerepotan tidak., untuk mengurusnya ? Kalau kerepotan nanti saya bisa cari tukang kebun untuk mengurusnya "
" tidak pak, saya tidak kerepotan "
" ya sudah, kalau begitu saya tidak akan mencari tukang kebun...ya sudah Bi Siti bisa kembali lagi ke dapur "
" baik pak " Bi Siti langsung membalikkan badan dan berjalan meninggalkan mereka berdua
Setelah pembicaraannya dengan pembantunya selesai, Aris dan Sinta lalu melanjutkan makan. Namun, baru beberapa sendok, Aris tiba-tiba ingat tentang niatnya untuk membantu Eva. Dia pun menghentikan makan dan mencoba membicarakannya dengan Istrinya
" Oh iya aku baru ingat " sebelum melanjutkan, Aris meneguk air putih di dalam gelas " Aku punya niat untuk bantu seseorang yang kondisinya begitu memprihatinkan "
" siapa orang itu ? " tanya Sinta sambil berhenti makan dan menatap suaminya
" namanya Eva. Dia seorang anak kecil. Kira-kira umurnya 8 atau 10 tahun-nan. Aku ketemu dia saat makan siang di restoran. Aku begitu kasihan kepadanya. Aku melihat kondisi pakaiannya dan rumah yang dia tinggali itu sangat tidak layak. Saat aku datang kerumahnya, ternyata ibunya itu menderita penyakit stroke sudah bertahun-tahun dan ayahnya itu cuman seorang pemulung. Kalau menurut kamu, apa mereka pantas untuk dibantu ? "
" kalau memang kondisinya seperti itu. Aku setuju kalau kamu bantu dia. Tapi, ajak aku juga ya...jika kamu mau ke rumah mereka "
" baiklah, mungkin besok hari minggu saja. Kita datang ke rumah mereka "
Tidak disangka pembicaraan mereka sampai ke telinga Bi Siti. Bi Siti pun lalu merasa bahwa kedua majikannya begitu peduli pada orang yang secara harta lebih rendah dari mereka.
" ternyata Pak Aris dan Bu Sinta begitu peduli pada kesusahan orang lain " gumam Bi Siti lirih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments