Aris tampak mulai membuka matanya pelan. Dia pun perlahan mengangkat tubuhnya dari ranjang rumah sakit. Matanya menatap Wira yang sedang berbicara dengan dokter di depannya. Setelah melihatnya sadar, Wira pun mendekatinya.
" aku dimana Wir ? " tanya Aris pada Wira yang sudah berada di sampingnya. Aris merasakan tubuhnya begitu lemas dan bibirnya pun juga terasa kering.
" di rumah sakit, tadi kamu pingsan ? "
" boleh aku minta minum " ujar Aris dengan lemas
" baiklah tunggu sini, biar aku belikan sebentar di kantin belakang, kamu berbaringlah dulu " Wira segera keluar dari ruangan yang bercat putih itu. Aris pun membaringkan kembali tubuhnya.
Dia terus menatap langit-langit ruangan yang berwarna putih. Beberapa menit kemudian, dia menoleh ke sampingnya. Dia melihat tirai yang menyekati tempatnya dengan pasien lain. Samar-samar dia juga mendengar seseorang berbincang di balik tirai itu. Perbincangan antara penjenguk dan pasien.
Pandangannya, dia arahkan ke depan setelah mendengar suara tirai yang tadinya terbuka di tutup oleh seorang dokter laki-laki. Tampak beberapa helai rambut putih di atas kepalanya. Saat dia membalikkan badan, ternyata sebuah kecamata menempel di kedua matanya. Dia pun berjalan mendekatinya.
" Saya periksa dulu ? " dokter itu mengeluarkan stetoskop dan mulai melakukan pemeriksaan pada Aris.
" baik, dok " jawab Aris singkat
" apa yang sedang bapak rasakan sekarang ? " tanya kembali dokter sambil mengalungkan stetoskop ke lehernya
" agak sedikit pusing dok, dan tubuh saja juga terasa lemas "
" apa anda merasa nyeri di kepala ? " Tanya dokter sambil menatapnya
" kalau sekarang tidak terasa, ini hanya pusing sedikit "
" baiklah, bapak rehatlah dulu sampai sudah enakan, saya akan pergi ke pasien yang lain "
" ya, dok " jawab Aris sambil pandangannya mengikuti dokter itu yang mulai pergi. Aris pun menatap ke atas kembali. Wira yang pergi sejak tadi belum kunjung datang kembali. Aris pun mencoba untuk memejamkan matanya.
" sayang, bangunlah...aku disini...jangan tinggalkan aku....ayo bangun " Aris tiba-tiba saja melihat Sinta menangis di sampingnya tepat sejajar dengan kepalanya. Dia terlihat sangat sedih. Tanganya terasa membelai wajahnya dan air mata terus menetes. Tidak lama kemudian, ibunya masuk lewat sebuah pintu dan berlari menghampirinya.
" Aris...ayo bangun jangan tinggalkan mama...kamu kan pernah bilang mau membawa kebahagiaan yang lebih untuk keluarga. Ayo bangun jangan buat mama sedih..." ujar ibunya sambil menangis haru. Air matanya mengalir deras.
Perlahan dia merasa ada sebuah kain putih yang menyelimuti tubuhnya. Dia merasakan selimut itu ada yang menggerakkannya untuk menutup wajahnya. Sedikit demi sedikit pandangannya mulai terhalang untuk melihat mereka berdua. Tapi, telinganya mendengar mereka semakin menangis histeris. Tidak lama kemudian, matanya tidak dapat lagi untuk menatap Istri dan ibunya.
" Aris..? " panggil Wira yang sudah berdiri di sampingnya sambil membawa botol air mineral. Hal itu membuatnya seketika membuka mata. Dia pun menatap Wira
" aku dimana ? " tanya kembali Aris karena dia merasa ruangannya begitu berbeda dengan apa yang dia lihat sebelumnya
" kamu masih di tempat yang sama, di rumah sakit ? Memang kenapa ? " Wira mulai bingung kepada Aris yang bertanya kembali tentang dimana dirinya berada. Sejak dia datang kembali sambil membawa air mineral. Dia melihat Aris masih di tempatkan di ranjang yang sama dan suasana ruangan yang masih sama.
Syukurlah, itu hanya mimpi
Batin Aris. Setelah itu, dia mengangkat tubuhnya dan terduduk di atas kasur. Wira pun mencoba membantunya.
" mana minumannya ? "
" ini " Wira memberikan botol air mineral yang sudah dia buka tutupnya kepada Aris. Aris pun menerimanya dan langsung dia minum. Kerongkongannya kini sudah terasa basah. Begitu juga dengan bibirnya.
" maaf, tadi agak lama. Soalnya agak jauh kantinnya "
" tidak apa-apa, apa kita bisa pulang sekarang ? " ujar Aris sambil menyerahkan kembali air mineral yang dia minum ke Wira.
" kamu sudah merasa enakan ? " tanya Wira sambil memasangkan kembali tutup botol ke bibir botol. Kemudian, dia taruh di samping Aris.
" Sudah " jawab singkat Aris
" kalau begitu...aku tanya dulu sama dokter " Wira mulai melangkah keluar. Dia berhenti sejenak di tirai yang menutupi pandangan Aris untuk melihat ke depan. Dia pun membukanya. Setelah itu, dia berjalan menemui dokter.
Aris masih duduk di atas kasur sambil menatap ke depan. Sesekali dia melihat perawat mondar-mandir di depannya. Beberapa menit kemudian, Wira datang kembali menemuainya.
" ayo, kita sudah boleh pergi " mendengar perkataan Wira itu, Aris pun mencoba turun dari ranjang. Perlahan kakinya mulai menginjakkan ke lantai sambil di bantu Wira
" kamu perlu aku bantu atau mau jalan sendiri " tanya Wira sambil merangkulkan tangannya sebelah kiri ke leher Aris.
" aku mau jalan sendiri saja "
" baiklah " wira pelan-pelan melepas rangkulan tangannya dan juga melepaskan tangan Aris yang terangkul ke lehernya. Walaupun masih terasa lemas, Aris terus melangkah untuk meninggalkan ruangan itu.
" Mobilku masih di restoran ? " tanya Aris sambil memandang Wira yang berkonsentrasi menyetir mobil.
" ya, masih disana...ini akan aku antar kamu kesana " jawab Wira sambil menoleh ke arahnya sesaat
" saat di restoran kamu tiba-tiba pingsan. Sebenarnya apa yang sedang kamu rasakan ? Aku melihatmu seperti sangat kesakitan " tambah tanya Wira
Aris menghela napas sebentar sebelum menjawabnya.
" Rasanya itu, nyeri sekali dan sakit...sakitnya itu tidak main-main...aku merasakan begitu tersiksa dengan penyakit ini...seandainya cara penyembuhannya ada... pasti, aku akan segera berobat "
" apa kamu mau berobat keluar negeri saja ? "
" sebenarnya aku belum terpikirkan tentang hal itu, tapi, jika aku pergi keluar negeri. Nanti pasti butuh waktu lama saat di sana. Akhirnya, Sinta pasti akan mulai khawatir denganku. Tidak hanya itu, perhatianku juga mungkin akan berkurang untuknya "
" begini saja... aku punya kenalan dokter yang bekerja di luar negeri. Aku akan coba tanyakan kepadanya apakah disana sudah ditemukan cara pengobatan penyakitmu atau belum ? " kata Wira sambil memalingkan wajahnya sesaat ke Aris yag duduk di bangku penumpang di sampingnya
" kalau dia bilang ada ? " tanya Aris
" kita pergi kesana untuk mengobati penyakitmu. Gimana ? "
" baiklah, aku setuju " kata Aris sambil menganggukkan kapala.
Wira terus mengemudikan mobilnya di sepanjang jalan yang mengarahkannya ke restoran dimana dirinya dan Aris bertemu sebelumnya. Matahari kini tepat diatas mereka. Jam segitu biasanya adalah waktu istirahat kerja di kantor Aris. Semua karyawannya secara bergantian pergi ke kantin untuk makan siang.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di restoran kembali. Wira langsung memberhentikan mobilnya di area parkir.
" Oh iya, ini ponsel kamu ? " Wira memberikan kembali ponsel Aris yang sempat dia bawa saat Aris di bawa ke rumah sakit.
" terima kasih " Aris menerima ponselnya
" kalau ada informasi lebih lanjut tentang penyakitku. Tolong kabari aku "
" baiklah, kamu tetap semangat ya untuk menghadapi penyakitmu " kata Wira sambil memandang Aris yang mulai membuka pintu mobil
Setelah itu, Aris berjalan keluar untuk menuju mobilnya yang tampak terparkir jauh. Dia berjalan sambil merapikan jas yang dia pakai. Dia segera masuk ke mobil, setelah tepat sampingnya. Dia pun bergegas pergi dari tempat itu sambil mengendari mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments