Konsultasi

Aris terus melajukan mobilnya di sepanjang jalan yang menuju rumah sakit tempat Wira bekerja. Sesekali dia berhenti beberapa detik di lampu merah dan berjalan kembali setelah berubah menjadi lampu hijau.

Ketika melewati jalan yang cukup sedikit kendaraan berlalu lalang. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing disertai nyeri yang sangat menyiksa. Dia terus meringis kesakitan dengan satu tangannya memegangi dahinya. Tangannya yang kanan tetap memegang kemudi. Semakin lama rasa nyeri itu menjadi tak tertahankan.

Akhirnya dia melambatkan mobilnya dan memberhentikannya di tepi jalan. Nyeri yang dia rasakan semakin menyerang dengan membabi buta. Kedua tangannya terus memegangi kepalanya. Dia pun terus meringis menahan kesakitan. Semakin lama wajahnya pucat. Pandangannya pun berangsur-angsur buram. Detik demi detik, pandangannya menjadi sebuah kegelapan dan saat itu juga dia tidak sadarkan diri di dalam mobil.

Selang beberapa waktu kemudian, dia sadar dan langsung mengangkat kepalanya dari sandaran kursi. Lemas terasa di tubuhnya. Bibirnya juga tampak kering dan wajahnya begitu pucat. Dia mencoba mengambil napas panjang lewat hidungnya, kemudian dia hembuskan lewat mulut. Rasa nyeri di kepalanya kini sudah tidak terasa.

Tangannya meraih sebuah botol berisi air mineral di rak pada dashboard dibawah setir. Dia pun langsung meneguk air di dalamnya. Setelah itu, di kembalikan botol ke tempat semula. Sebelum meneruskan perjalanan, dia mencoba menenangkan diri.

" Ternyata penyakit ini begitu menyiksa, aku harus segera menemui Wira, mungkin dia tahu bagaimana meyembuhkan penyakit ini " gumamnya. Kemudian dia memutar kunci untuk menyalakan mesin mobil kembali. Setelah suara mesin terdengar dan dirinya merasa lebih tenang, dia pun beranjak pergi.

Selama perjalanan dia masih memikirkan tentang penyakitnya. Apa yang dia alami baru saja juga tak luput dia pikirkan.

" Sebenarnya penyakit ini bisa disembuhkan atau tidak. Tadi rasanya begitu nyeri banget " gumamnya kembali.

Aris langsung masuk ke dalam rumah sakit, setelah beberapa menit yang lalu memarkirkan mobilnya dan merapikan rambutnya yang acak-acakan. Kakinya mengarahkannya ke meja penerima pasien yang terdapat dua perawat wanita berdiri di sana. Pakaian serba putih bersih dan rapi tampak di tubuh mereka. Saat sudah disana, Aris langsung bertanya tentang keberdaan temannya Wira Praja.

" Saya mau tanya, apa dokter Wira sudah berangkat ? "

" Sudah " jawab singkat salah satu perawat

" apa bisa saya bertemu dengannya ? "

" ditunggu dulu, saya akan ke ruangannya Dokter Wira sebentar " salah satu perawat wanita beranjak pergi. Aris pun menunggunya kembali, sambil duduk di kursi panjang yang biasa digunakan untuk duduk oleh pasien dan orang-orang yang akan menjenguk

Beberapa waktu telah menunggu, akhirnya perawat itu datang bersama Wira di sampingnya. Aris langsung bangkit berdiri. Perawat wanita itu mengarahkan Wira untuk menghampirinya.

" Dok ini orang yang ingin bertemu dengan anda ? "

" baiklah, terima kasih " jawab Wira yang sudah berdiri di hadapan Aris. Perawat itu pun langsung kembali ke tempatnya.

" apa kabar, Ris ? " Wira mengajak bersalaman Aris. Lalu , dia pun menjabat tangannya.

" baik, ngomong-ngomong aku tidak mengganggukan " ujar Aris

" tidak, apa ada yang ingin kamu bicarakan ? "

" ya seperti itulah, bisa minta waktunya sebentar ? "

" baiklah, tapi jangan disini, kita pergi ke ruanganku saja , ayo " mereka berdua pun segera meninggalkan posisinya. Wira langsung memandunya ke ruang kerjanya. Selama melangkah, mereka berdua tampak saling mengobrol.

" gimana bisnis kamu sekarang ? " tanya Wira

" Sudah lebih meningkat "

" syukurlah kalau begitu, ngomong-ngomong gimana kabar Sinta ? "

" semakin hari dia semakin cantik dan tetap sehat, kamu kapan nikah ? " tanya Aris sambil menatap Wira yang berjalan di sampingnya

" seperti apa yang kamu katakan dulu, tunggu aja undangan datang "

" tapi kamu sudah punya calonnya kan ? "

" kalau itu pasti sudah punya "

Mereka berdua terus melangkah diatas lantai rumah sakit. Akhirnya mereka berhenti di depan ruangan yang pintunya terdapat tulisan Dokter Wira Praja. Segera saja mereka masuk ke dalam.

Di dalam terlihat meja kerja milik Wira. Di atasnya duduk manis sebuah alat pengukur tekanan darah. Wira langsung duduk di kursi belakang meja, sedangkan Aris duduk di depan meja. Mereka pun saling berhadapan. Tidak lama kemudian Wira membuka obrolan.

" apa yang ingin kamu tanyakan ? " ujar Wira

" sebenarnya aku ingin tanyakan soal penyakitku "

" tanyakan saja " Wira mempersilahkan Aris

" saat aku masih di luar kota...aku sempat jatuh sakit, dokter mengatakan kalau aku menderita Credula Cerobrum Morbo, apa kamu tahu banyak tentang penyakit itu ? " mendengar perkataannya, Wira terlihat mengingat -ingat tentang penyakit itu. Dia terdiam cukup lama.

" Credula Cerobrum Morbo ? " gumam Wira sambil mengotak-atik ingatannya.

" iya, kata dokter...itu penyakit yang menyerang otak "

Saat dia sudah ingat kembali tentang penyakit itu. Dia sedikit tidak tega untuk menjelaskannya kepada Aris. Namun, Aris mencoba ingin tahu.

" apa kamu yakin ingin mendengar penjelasanku ? "

" iya, aku ingin tahu secara spesifik tentang penyakit itu "

Dengan berat hati dia mulai menjelaskannya.

" Penyait itu merupakan sebuah penyakit yang sangat langka. Atau bahkan jumlah orang yang menderitanya di dunia ini, bisa secara mudah di hitung. Gejala awalnya ada sakit pada bagian kepala, nyeri pada punggung, dan iritasi pada mata, apa kamu mengalami salah satu dari ini ? "

" iya, bahkan ketika aku kesini...ditengah jalan aku sempat merasakan nyeri dibagian kepala "

" Tapi yang buat aku begitu sedih, penyakit ini belum ada obatnya " ujar Wira sambil tertunduk sedih

Dengan perasaan kaget, Aris mencoba bertanya lagi

" apa ? Kamu tidak bergurau kan ? "

" aku tidak pernah bercanda dalam hal penyakit, aku selalu menanggapinya dengan serius "

Aris pun terlihat gelisah. Gelagat tubuhnya menunjukkan ke tidak tenangan.

" terus bagaimana aku bisa sembuh ? "

" aku tidak tahu...tapi nanti akan aku coba tanyakan pada dokter saraf, tapi sebaiknya kamu turunkan intensitas kerjamu. Yang biasanya kerja sampai larut malam, coba bekerjalah sampai sore. Jangan sampai kamu terlalu lelah "

" walaupun belum ditemukan obatnya, tapi apa aku punya harapn untuk sembuh ? "

" aku tidak yakin tentang hal itu, tapi aku akan berusaha membantumu, ngomong-ngomong apa Sinta tahu tentang kondisimu ? "

" belum...dia belum tahu tentang ini. Aku berusaha merahasiakannya "

" kenapa ? Bukankah kamu lebih baik katakan padanya " Wira mulai heran

" aku tidak mau membuat dia sedih, jika dia tahu tentang hal ini pasti dia akan lebih fokus mengurusku, inilah yang membuatku untuk merahasiakannya. Aku sangat tidak ingin merepotkannya "

" Ya sudah kalau begitu, tapi aku juga akan berusaha membantumu. Kita kan sudah seperti keluarga "

" Terima kasih "

Akhirnya lewat pertemuannya dengan Wira, dia dapat tahu banyak tentang penyakitnya. Walaupun, dia kembali sedih ketika tahu yang sebenarnya tentang penyakit itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!