Keadaan rumah sudah sunyi di jam 10 malam, namun Shinta belum bisa memejamkan matanya. Sementara itu, Zio dan Zia sudah tidur lagi setelah belajar dan mengerjakan PR di temani oleh Shinta. Alan juga ikut bergabung, walaupun hanya 1 jam. Karna pria itu harus mengerjakan pekerjaan kantornya.
"Padahal cuma 1 jam tidur siang, itupun ketiduran. Efeknya malah susah tidur begini." Gerutu Shinta sambil turun dari ranjang dan mengikat asal rambut panjangnya. Dia keluar kamar dan pergi ke dapur.
Sinta mengambil mie instan dan telur, di tambah beberapa sayuran. Berniat mengisi perut agar kekenyangan dan berakhir dengan mengantuk. Sinta berharap bisa tidur setelah menghabiskan semangkuk mie.
"Kamu mau masak apa malam-malam begini.?" Suara bariton Alan mengejutkan Sinta. Hampir saja dia menjatuhkan mangkuk panas berisi mie kuah yang menggugah selera.
"Mas Alan bisa nggak sih jangan ngagetin aku terus." Bibir Sinta mengerucut. Dia melewati Alan dan membawa mangkuk itu ke meja makan.
Alan malah terkekeh, dia membuka lemari pendingin dan meneguk minuman kaleng. Sambil membawa minuman kaleng yang sudah di teguk setengah, Alan menghampiri Sinta dan duduk di sebelahnya.
"Kamu bukannya udah makan.?" Tanya Alan sambil menatap mangkuk besar berisi mie dengan topping lengkap. Ternyata Sinta menambahkan bakso dan dumpling ke dalam mienya.
"Aku nggak bisa tidur, kali aja habis makan jadi ngantuk. Ngantuk karna Kekenyangan." Jawabnya kemudian terkekeh.
"Sini minta, kayaknya enak." Alan menggeser mangkuk itu ke depannya. Padahal yang bikin saja belum makan.
Tapi pemilik mie itu hanya geleng-geleng kepala melihat Alan sudah lahap menyantap mie miliknya.
Sampai pukul 22.40, Alan dan Sinta masih duduk di ruang makan. Keduanya jadi asik mengobrol setelah menghabiskan 1 mangkuk mie bersama. Bukannya ngantuk, mata Sinta malah makin on.
"Kamu nggak pengen nikah lagi.? Biar tidurnya nggak sendirian terus. Emang enak tidur kedinginan.?" Seloroh Alan bercanda.
Mereka memang sedekat itu sebagai ipar. Sinta sudah menganggap Alan seperti Kakak kandungnya sendiri. Dia juga tidak sungkan berkeluh kesah pada Kakak iparnya. Di tambah sikap Alan yang dewasa dan bijak. Membuat Sinta merasa tenang dan selalu punya solusi setiap selesai curhat dengannya.
"Nggak usah ngeledek Mas. Bukannya 5 hari Ke depan Mas Alan juga kedinginan tidurnya." Balas Sinta tak mau kalah. Ekspresi wajah Alan langsung berubah sendu, tapi hanya beberapa saat dan langsung ceria lagi.
"Jadi kita sama-sama kedinginan nih.? Gimana kalau Mas tidur di kamar kamu, biar saling menghangatkan." Kata Alan sambil mengulas senyum menatap Sinta.
"Mas Alan makin aneh kalau malem. Aku mau ke kamar dulu, udah ngantuk." Sinta beranjak dari kursinya, namun Alan menahan pergelangan tangan Sinta dan menarik pinggang ramping itu hingga jatuh ke pangkuannya.
"Mas.!!" Pekik Sinta dengan bola mata membulat sempurna. Dia berusaha bangun, tapi tenaganya kalah kuat dari Alan.
"Malam ini saja, please. Boleh ya Mas tidur di kamar kamu.?" Pinta Alan memohon.
"Jangan naif Sinta, Mas tau kamu juga butuh kehangatan. Sudah 1 tahun, apa kamu yakin nggak kangen rasanya.?" Bujuk Alan. Entah pergi kemana akal sehatnya, sampai memiliki nyali untuk bicara seperti itu dengan adik iparnya sendiri.
"Apa Mas Alan juga sering tidur sama wanita di luar sana.? Ingat Mas, kamu punya Mba Liana." Sinta menatap tak percaya.
Alan menggeleng cepat.
"Aku nggak pernah berhubungan dengan siapapun sejak menikah sama Kakak kamu. Mengajak kamu tidur bareng bukan berarti aku melakukan hal yang sama di luar sana."
"Dengar Sinta, kita berfikir sebagai orang yang sama-sama dewasa dan sedang butuh kehangatan. Kamu mau kan.? Yang di bawah meronta-ronta sejak sore. Kamu bisa merasakannya kan.?" Tanya Alan.
Blusss
Pipi Sinta langsung merona. Kenapa juga Alan membahas hal itu. Padahal Sinta sedang menyingkirkan pikiran kotor yang bersarang di kepalanya akibat merasakan sesuatu yang keras dan besar mengganjal pantatnya.
Tidak bisa di pungkiri, dia sebenarnya sangat merindukan sentuhan dan belaian sejak beberapa bulan terakhir. Awalnya dia tidak memikirkan soal kebutuhan biologisnya dan berfikir tidak membutuhkan itu, tapi ternyata Sinta salah. Seseorang yang sudah pernah menikah dan sering terpenuhi kebutuhan biologisnya, ternyata masih sangat membutuhkan belaian.
"Mas,,!" Suara Sinta tercekat. Tubuhnya meremang saat merasakan tangan Alan menyusuri punggungnya di balik baju. Sinta bahkan tidak tau sejak kapan tangan Alan menyusup dibalik bajunya.
Sinta seharusnya memberontak, menolak tindakan Alan yang jelas keliru. Namun nalurinya sebagai janda yang sudah 1 tahun tidak di sentuh, membuat Sinta bimbang dan akhirnya pasrah mengikuti nalurinya.
Malam itu keduanya melakukan hubungan terlarang di dasari oleh nafsu dan hasrat yang sudah lama terpendam.
Sinta membiarkan Kakak iparnya memberikan kehangatan yang mungkin tak akan pernah dia lupakan. Sebab permainan Kakak Iparnya sangat memabukkan.
...*******...
Pagi itu di kamar Sinta, sepasang kaki menyembul di balik selimut. Saling menindih satu sama lain dengan perbedaan warna kulit yang sedikit kontras.
Sinta terbangun lebih dulu. Dia sudah terbiasa bangun pukul 5 pagi tanpa harus memasang alarm. Sudah otomatis bangun sendiri karna selam bertahun-tahun selalu nurutin bangun pagi-pagi sekali.
Saat menoleh ke samping, raut wajah Sinta mendadak sendu dan tampak sangat menyesal. Dia telah mengkhianati Kakak kandungnya sendiri dengan menghabiskan malam bersama suami Kakaknya. Padahal Liana selama ini sangat baik padanya. Memberikan tumpangan tempat tinggal meski harus merangkap sebagai baby sitter dan asisten rumah tangga.
"Maafin aku, Mba." Lirih Sinta tercekat. Dia lantas menyingkirkan tangan dan kaki Alan yang sejak semalam memeluknya sambil tidur.
Sinta bermaksud turun dari ranjang dan pergi ke kamar mandi, tapi pergelangan tangannya malah di cekal oleh Alan. Pria itu rupanya terbangun karna pergerakan Sinta.
"Mau kemana.? Hari ini aku sama anak-anak libur, bikin sarapannya nanti saja agak siang." Kata Alan dan menarik Sinta hingga berbaring lagi di sampingnya.
"Mas, apa yang kita lakukan adalah kesalahan besar. Kita sudah mengkhianati Mba Liana." Mata Sinta berkaca menatap Alan. Sebagai seorang adik yang di beri tumpangan dan selalu dihibur dikala sedih, Sinta merasa sangat tidak tau diri pada Kakaknya.
"Sstttt,, jangan menangis." Alan menyeka air mata Sinta yang tiba-tiba luruh.
"Mas rasa sudah saatnya kamu tau apa yang sebenarnya terjadi. Rumah tangga Mas dan Mba kamu sudah lama renggang. Bahkan lebih dari sebulan kami nggak melakukan hubungan suami istri." Penuturan Alan membuat Sinta terkejut. Sebab selama ini dia melihat rumah tangga kakaknya baik-baik saja. Hanya saja Liana jadi sering pergi ke luar kota akhir-akhir ini.
"Sinta, Mas benar-benar kesepian. Kamu pun butuh kehangatan seperti ini." Alam menarik Sinta dalam dekapannya dan mendaratkan kecupan di bibirnya.
"Mas harap percintaan ini bukan pertama dan terakhir." Pintanya memohon. Alan kemudian kembali mendaratkan kecupan, kali ini lebih intens dan dalam. Sampai akhirnya mereka berdua kembali mengulang perbuatan terlarangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Dyah Rachmawati
ini yg namanya ipar adalah maut 🤭
2024-09-10
0
Endang Priya
andaikan melakukannya BKN dgn adik ipar. walaupun sangat salah. masih bisa di maklumi. karna faktanya hasrat lelaki lbh membara.
2024-08-13
0
Sugiharti Rusli
tetap aja perbuatan mereka salah, kadang karena sedang renggang melakukan pembenaran sih ya suaminya Liana
2024-07-20
0