Alan berdecih pelan ketika melihat mobil istrinya terparkir di depan halaman rumah. Itu menandakan jika Liana sudah kembali. Sebab tidak mungkin Sinta yang mengeluarkan mobil itu dari garasi rumah. Adik iparnya itu masih trauma mengemudi karna kejadian setahun silam yang merenggut nyawa suaminya.
Dengan ekspresi lesu, Alan turun dari mobilnya dan masuk ke dalam rumah. Istrinya baru saja kembali setelah dinas ke luar kota, tapi Alan malah terlihat malas. Alan mungkin berfikir tidak akan bisa leluasa berduaan dengan Sinta karna Liana sudah pulang.
Suasana di dalam rumah cukup sepi. Alan berjalan ke arah dapur karna sudah paham kebiasaan Sinta yang akan memasak makan malam di sore hari. Sedangkan anak-anak pasti masih tidur di kamar mereka masing-masing.
Sinta sedikit terhenyak ketika berbalik badan dan mendapati Alan berdiri di depannya. Janda cantik itu mundur selangkah untuk menjaga jarak dengan Kakak iparnya.
"Mas, Mba Liana sudah pulang." Lirihnya memberi tau.
Alan hanya mengangguk kecil, dia seperti tidak peduli akan hal itu dan bersikap sangat santai dalam posisi yang cukup dekat dengan Sinta.
"Mas kangen kamu,," Ucapnya menatap lekat wajah cantik Sinta.
Sinta menggeleng cepat dan makin menjaga jarak. "Mas Alan jangan aneh-aneh, nanti di dengar Mba Liana bagaimana.?" Wajah Sinta sudah keliatan panik. Bola matanya bergerak kesana kemari, memastikan kalau di sana tidak ada siapapun selain mereka berdua.
Alan menghela nafas kecewa, dia kemudian pergi dari sana tanpa mengatakan apapun. Bukan karna kesal dengan sikap Sinta, namun Alan kesal pada keadaan. Dia dan Sinta tidak bisa bebas melakukan apapun di rumah itu karna ada Liana.
Sementara itu, Sinta menatap punggung Alan dengan raut wajah sedih. Dia tidak bisa membohongi perasaannya bahwa dia juga merindukan Alan, namun keadaan yang membuat mereka harus sembunyi-sembunyi karna menjalani cinta terlarang seperti ini.
...*****...
Liana sedang merias wajahnya ketika Alan masuk ke kamar mereka. Aroma parfum khas milik Liana langsung menguar di indera penciuman Alan. Liana memang tipe wanita yang memprioritaskan penampilannya. Dia selalu tampil cantik kapanpun dan dimanapun, sekalipun hanya di dalam rumah. Jika di nilai dari fisiknya, Liana nyaris tidak memiliki kekurangan. Wanita itu memiliki tinggi dan berat badan ideal, wajah cantik terawat, badan dan rambut yang selalu wangi. Itulah yang membuat Alan menyukai Liana dan memutuskan untuk menikahinya.
Tatapan keduanya saling bertemu, namun baik Alan ataupun Liana, mereka hanya diam dan kembali melanjutkan kegiatan masing-masing. Alan segera masuk ke dalam kamar mandi.
"Ck.! Kenapa dia jadi membosankan seperti itu." Gerutu Liana pelan. Perasaannya pada Alan seolah mulai pudar, tidak ada yang menarik lagi dalam diri Alan ketika Liana menatapnya. Perasaannya hambar. Entah karna pertengkaran yang sering terjadi di antara mereka, atau mungkin karna hal lain. Yang jelas, hanya Liana yang tau jawabannya.
...*****...
Alan terbangun tengah malam. Jam dinding menunjukkan pukul 2 malam. Pria itu menoleh ke samping, menatap Liana yang tidur nyenyak membelakanginya. Perlahan Alan menyingkap selimut dan turun dari ranjang sembari menyambar ponsel di atas nakas. Dia mengendap-endap keluar dari kamarnya dan menuju ruang kerja untuk mengunci pintu dari luar.
Alan kemudian pergi ke kamar Sinta. Suasana di rumah cukup gelap, karna semua lampu utama dimatikan. Tanpa ragu, Alan mengetuk pintu kamar adik iparnya. Dia juga menggunakan ponselnya untuk menelfon Sinta. Tak berselang lama, pintu kamar di buka dari dalam. Alan mendorong pelan tubuh Sinta untuk masuk ke dalam kamar dan langsung menguncinya dari dalam.
Sinta yang saat itu baru bangun tidur, dia tampak kebingungan untuk beberapa detik.
"Mas Alan kenapa masuk ke kamar Sinta.? Mas nggak lupa kan ada Mba Liana di rumah." Protes Sinta panik.
"Sstttt,,," Alan meletakkan jari telunjuknya di bibir Sinta agar diam. "Jangan bersuara kalau nggak mau ketahuan." Lirih Alan. Dia menuntun Sinta ke arah ranjang dan mendudukkannya di tepi ranjang.
"Sinta takut Mas, lebih baik Mas Alan kembali ke kamar."
Alan menolak dengan gelengan kepala. "Mas kangen sama kamu, memangnya kamu nggak kangen sama Mas.?" Alan menggenggam tangan Sinta dan mencium punggung tangannya.
"Pintu ruang kerja udah Mas kunci." Ujarnya sembari mengeluarkan kunci dari saku celana pendeknya. Alan kemudian meletakkan kunci itu di atas meja dekat ranjang.
"Mas sama Mba kamu masih diem-dieman, dia nggak akan curiga Mas ada di kamar kamu. Tenang aja, nggak usah panik. Selama kamu nggak berisik, semua aman." Bujuk Alan meyakinkannya.
Sinta hanya diam, dia dilema dan bercampur rasa takut. Namun saat tangan Alan mulai memberikan sentuhan, Sinta semakin tidak bisa berkutik.
Disaat penghuni rumah yang lain sedang terlelap, Alan dan Sinta asik merengkuh kenikmatan. Menyatukan tu buh polos keduanya.
Ketika akal sehat sudah tidak berjalan normal, apapun bisa terjadi meski hal yang seharusnya tidak mungkin dilakukan. Sinta dan Alan terlanjur menikmati hubungan terlarang mereka. Naf su dan perasaan telah menguasai akal sehatnya.
...*****...
Suasana di meja makan pagi ini sedikit canggung. Hanya Zia dan Zio yang bersuara. Sinta yang biasanya cerewet, kini diam seribu bahasa dan hanya bergelut dengan pikirannya sendiri. Dia merasa bersalah dan takut ketika melirik Liana.
"Nanti anak-anak biar aku yang antar," Ujar Liana.
"Terserah kamu saja." Alan menanggapi dengan nada datar.
"Mama, kapan kita bisa liburan sama-sama.? Zia kangen liburan sama Mama." Zia sedikit merengek.
"Mama masih banyak kerjaan Zi. Nanti kalau kerjaan Mama sudah selesai, Mama janji akan aja Zia dan Zio liburan."
Kedua bocah itu mengangguk senang. Mereka cukup merindukan sosok Mamanya yang selama ini selalu sibuk bekerja.
...*****...
Alan menarik tangan Sinta dan membawanya ke sofa ruang tamu. Liana dan anak-anak baru saja berangkat. Sinta sedikit terkejut karna tiba-tiba di gandeng Alan saat baru menutup pintu depan.
"Mas Alan bisa nggak sih jangan ngagetin aku mulu." Sinta mengerucutkan bibirnya.
Alan terkekeh sambil mencubit pipi Sinta, dia justru gemas melihat Sinta seperti itu.
"Kamu nggak pengen kerja.? Biar bisa keluar dari rumah Mas." Ujar Alan.
"Mas Alan ngusir Sinta.?"
"Bukan ngusir, Mas pengen kamu tinggal terpisah biar kita bisa leluasa ketemu. Mas nggak bisa main sembunyi-sembunyi di rumah ini. Masalahnya ada anak-anak."
Sinta terdiam, perasaannya mulai berkecamuk. Sepertinya hubungan terlarang dia dengan Alan akan terus berlanjut dan semakin jauh.
"Memangnya sampai kapan kita akan berhubungan seperti ini.?" Tanya Sinta.
"Sampai Liana mengajukan gugatan cerai dan Mas bisa nikahin kamu." Jawab Alan yakin.
"Mas,, aku nggak mau liat kalian cerai. Bagaimana dengan anak-anak.?"
"Aku rasa anak-anak nggak akan keberatan kalau kamu jadi Mama sambungnya."
Sinta menggeleng, dia tetap tidak setuju. Apa yang akan dikatakan keluarga mereka jika nanti mereka menikah.
"Kamu nggak berhak menolak ku Sinta. Kita sudah sejauh ini, jadi harus ikuti semua perkataanku." Tegas Alan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Endang Priya
ya Alan buka omongan duluan aja ke Liana.
2024-08-13
1
Sugiharti Rusli
waduh si Alan mulai posesif dan merasa si Shinta uda hak milik dia aja
2024-07-20
0
Ila Lee
makin gila ini dua makhluk berzina terus
2024-06-09
0