Bab 10

Galang memarkirkan mobilnya di halaman rumah Alan. Pria berumur 30 tahun itu turun dari mobilnya dan mengeluarkan beberapa tas milik sang Mama. Rencananya Mama Heni akan menginap selama 2 minggu di rumah Alan, lebih tepatnya selama Galang tugas di Jakarta.

Galang merupakan manager perusahaan yang bergerak di bidang kontruksi jalan dan bangunan. Dia sering ditugaskan ke perusahaan pusat jika ada pekerjaan yang harus dia handle.

Kedatangan mereka di sambut hangat dan haru oleh Sinta yang sejak tadi sudah menunggu di ruang tamu. Sinta bergegas keluar dan menghampiri Mama dan Kakak laki-lakinya.

"Mamah, Sinta kangen banget." Sinta menghambur ke pelukan Mama Heni. Wanita berumur 24 tahun itu seperti anak kecil yang baru bertemu Ibunya setelah lama tidak bertemu.

Sinta memang masih di anggap anak kecil dimata keluarganya, sebab dia anak terakhir dari 3 bersaudara. Liana dan Galang juga masih menganggap Sinta sebagai adik kecil mereka walaupun Sinta sudah pernah menikah. Apalagi semenjak kematian suami Sinta, mereka jadi semakin over protective pada Sinta. Itu sebabnya sekarang Sinta tinggal bersama Liana. Dia tidak perlu bekerja karna siap bulan akan mendapat jatah uang bulanan dari Liana dan Galang.

"Kamu apa kabar nak.? Sepertinya kamu sangat betah tinggal dengan Mba mu sampai jarang pulang." Ucap Heni sambil tersenyum.

"Sinta baik, Mah. Sinta betah karna ada Zio sama Zia, seru ngurusin mereka."

Mama Heni mengusap punggung tangan Sinta dalam genggamannya.

"Dulu kamu sering bilang sama Mama ingin langsung punya anak setelah menikah, tapi takdir berkata lain. Untung ada Zio dan Zia, mereka menjadi obat dan penyemangat kamu. Sekarang kamu kelihatan lebih bahagia dari terakhir kali kita ketemu." Mama Heni tersenyum lega melihat keadaan putrinya semakin membaik.

"Hidupkan terus berjalan Mah, nggak baik juga terlalu lama larut dalam kesedihan." Galang ikut menimpali. Galang orang cukup bijak dan dewasa, terkadang dia mirip seperti Kakak pertama, padahal usianya 5 tahun di bawah Liana.

Sinta langsung menghampiri Kakaknya dan memeluknya dari samping. "Mas Galang juga harus move on, hidup terus berjalan." Balas Sinta meledek.

"Sok tau kamu. Siapa bilang Mas belum move on." Galang ingin mengacak rambut panjang Sinta tapi kedua tangannya sedang membawa tas dan paper bag berisi oleh-oleh.

"Mas Galang belum punya pacar lagi kan Mah.?" Tanya Sinta sembari menatap Mama Heni.

Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala sebagai jawaban. Sinta langsung mengejek Galang lagi karna merasa yakin kalau Galang belum bisa move on dari mantan kekasihnya.

"Move on itu harus bisa punya pasangan lagi, bukan jomblo sampai sekarang." Ucap Sinta.

"Move on dan jomblo nggak ada hubungannya, jomblo itu pilihan, bukan karna belum move on dari masa lalu." Jawab Galang santai.

Suara gaduh mereka mengundang perhatian penghuni rumah. Zio dan Zia tampak berlari ke luar menghampiri mereka.

"Nenek, Om Galang.!!" Seru mereka bersamaan.

"Cucu-cucu Nenek sudah sebesar ini sekarang." Mama Heni memeluk kedua cucunya. Padahal baru 3 bulan tidak bertemu, tapi kedua cucunya sape tumbuh dengan cepat.

"Nenek tiba-tiba sudah disini saja, aku nggak tau Om Galang dan Nenek akan datang." Celoteh Zia.

Tak berselang lama, Alan juga keluar dengan pakaian santainya. "Ajak Nenek dan Om Galang masuk dulu, ngobrolnya di dalam saja."

"Iya Pah,," Zio dan Zia menggandeng neneknya masuk ke dalam rumah.

Alan membatu Galang membawakan tas dan menyusul ke dalam.

Suasana rumah semakin ramai. Anak-anak sedang bercerita banyak hal pada neneknya. Sinta ada di dapur untuk menyiapkan minuman dan beberapa cemilan. Sementara itu, Galang dan Alan sedang membahas pekerjaan. Keduanya sama-sama bekerja di bidang kontruksi, hanya saja beda perusahaan.

...******...

Galang sudah berangkat pukul 11 siang karna ada meeting dengan atasannya. Sekarang kondisi rumah sangat sepi. Anak-anak sedang tidur siang di kamarnya masing-masing. Mama Heni juga ikut istirahat di kamar Zia. Cucu perempuannya itu minta di temani tidur.

Di ruang keluarga ada Alan yang sibuk dengan laptopnya. Sesekali menyeruput kopi buatan Sinta. Sudah 1 jam Alan berkutat dengan laptopnya. Dia menutup laptop meski pekerjaannya belum selesai. Alan lebih tertarik mencari keberadaan Sinta yang belum kembali setelah pamit mencuci piring.

Pria itu mengambil cangkir kopinya untuk di bawa ke dapur. Aroma wangi makanan tercium begitu memasuki area dapur. Alan mengulum senyum ketika melihat Sinta masih ada di dapur. Alan kira adik iparnya itu ikut tidur siang juga, ternyata sedang berkutat di dapur membuat makanan.

"Kamu bikin apa sayang.?" Alan memeluk Sinta dari belakang. Sinta hampir berteriak, tapi langsung menutup rapat mulutnya karna ingat ada Mamanya.

"Mas Alan kebiasaan, untung aku nggak langsung teriak." Keluh Sinta pelan. Alan tampak terkekeh santai dan meletakkan cangkir kopi di wastafel.

"Mama sama anak-anak lagi pada tidur, kamu nggak mau tidur juga.? Mas siap nemenin kamu." Godanya sambil mencium pipi Sinta tanpa permisi. Bola mata Sinta langsung membulat, dia memukul pelan lengan Kakak iparnya.

"Awas aja kalau sampai Mama liat, aku nggak mau tanggungjawab." Ujar Sinta panik. Alan terlalu berani, padahal ada anak-anak dan Mama Hani yang sewaktu-waktu bisa muncul di dapur.

"Iya iya Mas minta maaf. Kamu asik sendiri bikin kue, Mas bosen sendirian." Alan duduk di depan meja makan, dia memperhatikan setiap gerak gerik Sinta. Adik iparnya itu semakin hari semakin terlihat menarik saja.

"Bukannya Mas Alan lagi bikin design gedung.? Aku nggak mau ganggu, makanya aku pilih bikin kue disini." Jawab Sinta seraya membuka oven. Kue buatannya sudah matang, wanginya semakin memenuhi dapur begitu loyangnya keluar dari oven.

"Bosen liat laptop terus, pengennya liat kamu."

"Gombal.!" Sahut Sinta cepat.

Alan terkekeh. "Memangnya kamu nggak pengen liat Mas.? Kamu kan paling suka kalau liat Mas telanjang dada."

"Mas Alan.!!" Tegur Sinta kesal. Alan benar-benar ingin cari masalah. Kalau sampai Mama Heni bangun dan mendengar obrolan mereka, terbongkar sudah hubungan terlarangnya bersama Alan.

"Iya sayang,.??" Jawab Alan lembut, dia malah sengaja menggoda Sinta agar semakin kesal.

"Mendingan Mas Alan kerja lagi deh, sana jangan deket-deket aku dulu selama Mama tinggal disini." Sinta menarik tangan Alan agar beranjak dari dapur.

"Kamu kenapa sih nggak peka, Mas tuh kangen banget sama kamu." Alan malah memeluk Sinta. Tubuh Sinta seperti tenggelam dalam dekapan Alan.

"Lepasin Mas, nanti Mama liat." Pinta Sinta memohon.

"Mas bakal lepasin kalau kamu mau tidur sama Mas sekarang, mumpung mereka baru tidur." Alan memberikan penawaran yang tentu saja sangat sulit disetujui oleh Sinta.

"Mas Alan jangan nekat deh, itu sama aja cari masalah namanya." Omel Sinta.

"Cari enak sayang, bukan cari masalah." Bantah Alan. "Kalau Mas niat cari masalah, Mas bakal lakuin itu disini. Gimana.? Mau disini atau dikamar kamu.?" Bisik Alan. Sinta menghela nafas berat dan berujung menuruti permintaan Alan.

"Tapi Mas Alan beresin dulu dapurnya, peralatan tadi belum aku cuci."

"Siap.! Nanti Mas bersihin dan cuci semuanya, tapi setelah makan kamu." Alan langsung mengangkat tubuh Sinta dan membawanya ke kamar.

Dua pasangan yang sedang dimabuk asmara itu mulai mengarungi kenikmatan di atas ranjang.

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

semakin susah aja lepas si Sinta, dan Alan uda ga waras sih tindakannya

2024-07-20

0

Dwi Puji Lestari

Dwi Puji Lestari

ign2 yg mergoki mrk mamanya sinta sdri...

2024-06-11

0

Ummi Yatusholiha

Ummi Yatusholiha

hadeeeuuuhh mas Alan, minta jatah trus kerjanya

2024-06-11

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!