Anak-anak masuk ke kamarnya masing-masing setelah pulang makan malam bersama dan bermain di mall. Keduanya kelelahan ran mengantuk karna seharian beraktivitas. Zia dan Zio juga sangat aktif saat bermain di timezone. Alan dan Sinta sampai kewalahan menemani mereka bermain. Tenaga keduanya terkuras habis, terlebih Alan yang harus bolak-balik mengendari mobil.
Dari pantai langsung ke tempat les untuk menjemput anak-anak, lalu pulang ke rumah dan lanjut pergi lagi menghabiskan malam minggu bersama kedua anak dan adik iparnya.
Alan berhenti di ruang keluarga dan langsung merebahkan tubuhnya di sofa panjang.
"Kok malah tiduran di situ Mas," Sinta mengurungkan pergi ke kamar, dia bergabung dengan Alan di sofa lain.
"Mas capek banget Sin." Sahut Alan sambil memejamkan matanya. Bukan hanya capek, Alan juga mulai mengantuk. Padahal baru pukul 10 malam. Mungkin karna kelelahan, efeknya jadi mengantuk.
"Mau Sinta pijitin.?" Tawarnya karna kasihan Alan tampak kelelahan.
Bola mata Alan terbuka lebar seketika. "Emangnya kamu bisa pijat?"
Sinta mengangguk. "Timbang pijat doang sih bisa, tapi nggak tau pijatannya enak atau nggak."
Alan langsung bangun dan beranjak dari sofa. "Ya udah di coba dulu, kalau enak nanti lanjut. Tapi kayaknya udah pasti enak pijatan kamu. Jilatannya aja enak,," Alan mengulum senyum mesum. Sinta melotot di buatnya. Alan sangat suka bicara frontal kalau sudah berduaan.
"Pijatnya disini saja ya, jangan dikamar."
"Kamu pengen anak-anak liat kita terus ngadu sama Liana.?"
Sinta menggeleng. Dia tidak siap kalau kedekatannya dengan Alan diketahui orang-orang, terutama keluarganya.
"Makanya nurut sama Mas, udah bener di kamar kamu biar aman, Mas mau kunci kamar utama dulu." Alan bergegas ke kamarnya dengan langkah cepat.
Sinta menatap tak habis pikir pada Alan.
"Tadi lesu banget, kok tiba-tiba bisa semangat 45 begitu." Sindirnya.
Alan menoleh, dia hanya tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya.
...*****...
"Ahh,, iya sayang disitu, enak banget. Lebih kencang sedikit." Ujar Alan.
Plakk,,,!
"Mas Alan bisa diem nggak.?!" Protesnya. Sinta memukul paha Alan dengan sebal, sejak tadi Alan sangat berisik. Ucapannya bisa membuat salah paham jika ada orang yang mendengarnya.
Alan terkekeh, dia sangat suka membuat Sinta kesal dan mengomel.
Sinta turun dari ranjang ketika ponselnya berdering. Dia mengambilnya dari atas meja. Alan menatap ke arah Sinta karna ingin tau siapa yang menghubungi Sinta malam-malam begini.
"Mama,," Ujar Sinta pada Alan. "Mas Alan diem dulu ya." Sinta menerima panggilan telfon itu.
"Ya Mah.?"
"Di rumah semua kecuali Mba Liana karna sedang ke luar kota. Katanya 2 atau 3 hari lagi baru pulang."
"Ya, Zio dan Zia pasti senang neneknya datang. Jam berapa Mama berangkat.?"
"Oke, Sinta tunggu."
Panggilan berakhir, Sinta kembali ke ranjang setelah meletakkan ponselnya.
"Mama mau ke sini kapan.?" Tanya Alan.
"Besok pagi, berangkat sama Mas Galang. Mas Galang ada tugas di Jakarta, jadi Mama minta sekalian diantar kesini."
Alan hanya mengangguk-angguk. Sudah lama juga mertuanya tidak datang ke rumah. Dia dan Liana juga belum sempat berkunjung kesana karna sibuk.
"Kita nggak bisa berduaan lagi kalau Mama udah datang." Keluh Alan. "Padahal Mas pengen tidur dikamar kamu sebelum Liana pulang. Kesempatannya cuma malam ini aja." Alan mengubah posisi menjadi duduk di tepi ranjang dan menuntun Sinta agar duduk di pangkuannya.
"Mau bagaimana lagi, nggak mungkin kita nolak kedatangan Mama. Aku juga kangen sama Mama." Sinta tampak santai saja, dia tidak mempermasalahkan waktu bersama Alan yang hilang karna kedatangan Mamanya. Lagipula masih banyak waktu untuk berduaan dengan Alan selama masih tinggal satu atap.
"Tapi malam ini Mas boleh makan kamu kan.?" Alan memasang wajah memohon dengan sorot mata yang mulai berkabut gairah.
Sinta terdiam, dia memang janda kesepian yang butuh kehangatan. Walaupun sudah beberapa kali melakukannya dengan Alan, tapi tak jarang akal sehat Sinta masih bekerja. Dia kadang tidak langsung menyetujui ajakan Alan.
"Sayang.? Boleh ya.?" Bujuk Alan lembut. Satu tangannya sudah masuk kedalam baju Sinta tanpa permisi, mengusap permukaan perut dan menjalar ke atas.
"Mas Alan nggak jadiin aku pemuas nafsu aja kan.?" Pertanyaan yang tadinya hanya ada dipikirkan Sinta, kini di ungkapkan langsung di depan Alan. Pria itu reflek menghentikan gerakan tangannya.
"Memangnya kamu liat Mas seburuk itu.?" Alan tampak menunjukkan kekecewaannya karna di tuduh hanya menjadikan Sinta sebagai pemuas nafsu. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.
"Mas Alan selalu ngajak berhubungan setiap kali kita berduaan, kalau bukan dijadikan pemuas, lalu apa namanya.?" Sinta masih bicara dengan nada santai, tapi menuntut penjelasan.
"Mas minta maaf kalau sikap Mas bikin kamu merasa jadi pemuas nafsu. Sinta, tapi kamu harus tau kalau Mas juga butuh itu. Mas laki-laki normal. Sering mengajak kamu berhubungan bukan berarti cuma menjadikan kamu pemuas." Jelas Alan pelan. Dia mengontrol nada bicaranya agar tidak membuat Sinta semakin tersinggung dengan sikapnya.
"Mas sayang sama kamu. Mas pikir dengan mengajak kamu berhubungan, Mas bisa membuat kamu merasakan perasaan Mas ke kamu. Coba kamu ingat-ingat, apa kamu merasa dijadikan pemuas saat kita berhubungan.? Kita sama-sama mau melakukannya, bahkan didasari oleh perasaan masing-masing." Alan menjelaskan dengan tenang dan lembut, tatapan matanya juga sangat teduh.
Alan sepertinya jujur, sorot matanya tidak menunjukkan tanda-tanda kebohongan. Dia mengungkapkan apa yang dia rasakan untuk menyangkal pikiran buruk Sinta padanya.
Sinta menghela nafas pelan. "Aku hanya takut Mas Alan memanfaatkan situasi, menganggap ku pemuas dan wanita yang buruk."
"Ssttt,,," Alan meletakkan telunjuknya di bibir Sinta. "Jangan bicara seperti itu, dari awal Mas yang memulai. Mas yang merayu dan membujuk kamu, kamu nggak buruk, Mas sangat mengenal kamu seperti apa." Alan membawa Sinta dalam dekapannya karna Sinta hanya diam saja.
"Berhenti berfikir seperti itu. Maafin Mas kalau bikin kamu kecewa."
Masih dalam pelukan Alan, Sinta tetap diam dengan segala pikiran yang berkecamuk di hatinya. Seharusnya dia tidak menuduh Alan, sebab apa yang terjadi diantara dia dan Alan karna sama-sama mau. Jika Alan terus memintanya berhubungan, maka itu bukan salah Alan sepenuhnya.
...*****...
Pagi-pagi sekali Alan sudah bangun dan keluar dari kamar Sinta sebelum anak-anak bangun dan memergokinya berada dikamar Sinta.
Sementara itu, Sinta masih tidur nyenyak karna tadi malam berakhir dengan sesi bicara dari hati ke hati hingga pukul 1 malam.
Apa yang belum pernah Sinta ceritakan pada orang lain tentang kesedihannya hidup menjanda, tadi malam di ceritakan semuanya pada Alan. Bahkan dia sempat menangis di pelukan Kakak iparnya itu.
Nanti jika Sinta bangun, dia mungkin akan merasa jauh lebih baik dan tenang lantaran semua yang mengganjal di hati sudah dia ungkapkan pada Alan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
makanya sebetulnya ada larangan agar kalo uda berumahtangga tuh sebaiknya jangan ada keluarga lain selain keluarga inti yah,,,
2024-07-20
0
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
2024-06-09
0
Eka Burjo
pretttt
2024-06-09
0