Bab 11

Siang ini semua orang berkumpul di ruang keluarga. Keadaan rumah cukup ramai setelah Galang datang dan bergabung dengan mereka. Pria 30 tahun itu membawa makanan dan mainan untuk dua ponakannya.

"Om Galang kenapa nggak tidur disini aja.?" Tanya Zio begitu tau kalau Omnya tinggal di hotel.

"Di hotel lebih dekat sama kantor, biar Om nggak capek bolak-baliknya." Jawabnya menanggapi obrolan anak umur 10 tahun itu.

"Tapi disini kan lebih enak Om, rame ada Tante Sinta sama Nenek. Om tidur disini aja nanti malam." Zia ikut menimpali obrolan keduanya.

"Kalian nggak boleh maksa-maksa Om Galang. Jarak kantor Om Galang dari rumah kita lumayan jauh, nanti Om Galang capek dijalan." Lerai Alan memberi pengertian. Dia juga tidak akan setuju kalau sampai Galang ikut menginap di rumahnya, Bisa-bisa dia akan kehilangan seluruh waktunya bersama Sinta karna ada Galang dan Mama mertuanya sekaligus.

Sekarang saja Alan sudah kesulitan mencuri-curi waktu berduaan dengan Sinta, sebab tak jarang Mama mertuanya selalu berada di dekat Sinta.

"Tapi Zio pengen tidur bareng sama Om Galang." Zio menatap Omnya, tatapan itu seakan memberi isyarat pada Galang agar mengabulkan permintaannya.

"Oke, Om akan menginap malam ini." Galang tidak bisa menolak keinginan Zio, lagipula dia jarang bertemu dengan keponakannya. Jadi tidak ada salahnya sesekali menuruti permintaan Zio.

"Makasih Om." Zio tampak bahagia dilihat dari senyumnya yang merekah. Berbanding terbalik dengan Alan yang memasang wajah putus asa. Dia semakin tidak bisa berkutik lagi.

Sinta yang menyadari hal itu hanya bisa menahan tawa. Alan mungkin akan semakin gusar setiap harinya karna sulit mencuri-curi waktu.

...*****...

Semua orang berkumpul di ruang keluarga setelah makan malam, kecuali Zio dan Zia. Mereka sudah pergi ke kamar mereka masing-masing untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah.

"Mama sebenarnya ingin mengajak Sinta pulang. Sudah lama Sinta tinggal disini, pasti banyak merepotkan kamu dan Liana." Ujar Mama Heni pada menantunya.

Alan dengan tegas menyangkal ucapan Mama mertuanya. "Sinta nggak merepotkan sama sekali, justru Sinta banyak membantu aku dan Liana. Anak-anak juga senang Tantenya tinggal di rumah ini sama mereka. Jadi Mama jangan berfikir seperti itu. Justru aku dan Liana yang banyak merepotkan Sinta." Alan melirik Sinta, namun adik iparnya langsung mengalihkan pandangan.

Semenjak Mamanya datang, sikap Sinta memang berubah. Lebih tepatnya menjaga jarak dan berusaha hati-hati setiap kali berinteraksi dengan Alan. Karna jika tidak seperti itu, kedekatan mereka bisa tercium oleh Mama Heni.

"Mas juga berharap Sinta pulang ke rumah. Kamu kapan bisa melanjutkan hidup kalau cuma tinggal di rumah Mas Alan dan mengurus anak-anak. Kamu nggak pengen membuka hati buat pria di luar sana.?" Ujar Galang menasehati.

Sinta masih terlalu muda untuk hidup sendiri setelah kepergian sang suami. Sebagai Kakak, Galang berharap ada pria yang akan menjaga dan melindungi Sinta dengan status sebagai suami. Mungkin tidak mudah bagi Sinta membuka hatinya pada pria di luar sana. Apalagi kepergian mendiang suaminya baru setahun yang lalu.

"Benar apa kata Mas mu. Mama akan lebih tenang kalau kamu bisa membuka lembaran baru dan memulai hubungan dengan pria yang baik, yang bisa menjaga dan tulus menyayangi kamu." Mama Heni ikut bersemangat menasehati putrinya agar mau memulai hubungan dengan seseorang. Rasanya sudah cukup lama Sinta terpuruk dalam kesendirian karna tinggal selamanya oleh mendiang suaminya. Mama Heni tidak mau putrinya menutup hati, apalagi kalau sampai berfikir tak ingin menikah lagi.

"Sinta baru bisa berdamai dengan keadaan, dia mungkin butuh waktu jika ingin membuka hati untuk orang lain." Ucap Alan menanggapi. Sinta bahkan belum sempat bicara, wanita sibuk bergulat dengan pikirannya. Alan merasa tidak sabar jika diam saja. Pria itu khawatir Sinta akan di paksa pulang oleh Galang dan Mama Heni, jadi Alan mencoba menjelaskan situasinya pada mereka.

"Yang dikatakan Mas Alan benar. Sinta butuh waktu untuk memulai lembaran baru. Sekarang masih terlalu dini untuk menggantikan posisi Mas Arya." Tutur Sinta setelah mendapat tatapan penuh arti dari Alan.

"Tapi sampai kapan nak.? Jangan sampai kamu terlalu nyaman dan menikmati kesendirian sampai merasa nggak butuh pendamping lagi." Mama Heni menatap khawatir.

"Sinta janji akan membuka hati secepatnya, tapi bukan dalam waktu dekat. Mama dan Mas Galang nggak perlu khawatir, Sinta pasti dengerin nasehat kalian."

Galang dan Mama Heni terlihat tenang setelah mendengar jawaban Sinta, setidaknya Sinta akan menjalani kehidupan normal seperti wanita diluar sana yang sesuai dengannya.

...*****...

Orang-orang sedang tertidur nyenyak ketika Alan dan Sinta pergi ke dapur bersama tanpa sengaja. Mereka terbangun pukul 12 malam karna kehausan. Sinta membawa botol ukuran 2 liter untuk di isi dengan air minum. Berbeda dengan Alan yang hanya membawa gelas kosong dari kamarnya.

"Sayang, kamu haus juga.?" Alan memeluk Sinta begitu saja.

"Mas Alan pengen Mama dan Mas Galang tau hubungan kita ya.?!" Tegur Sinta sambil melepaskan pelukan Kakak iparnya. Alan selalu sembarangan memeluk orang. Bagaimana kalau tiba-tiba Galang atau Mama Heni datang ke dapur dan melihat kedekatan mereka, bisa terbongkar hubungan terlarang antar ipar itu.

"Peluk sedikit aja nggak boleh. Mas tuh nggak bisa tidur nyenyak karna kepikiran omongan Galang sama Mama. Mereka pengen kamu punya pendamping lagi." Ujar Alan sambil terduduk lesu di depan meja makan.

Sinta cukup peka, dia segera mengambil gelas dan mengisinya dengan air minum sebelum diberikan pada Alan.

"Manusia itu hidup berpasang-pasangan, nggak mungkin aku selamanya hidup sendiri. Aku juga pengen punya anak dengan pasanganku kelak Mas." Tutur Sinta tenang. Dia memang belum ada pikiran menikah lagi dalam waktu dekat, tapi Sinta ingin menikah lagi suatu saat nanti dan berharap memiliki keturunan.

"Kamu nggak mau punya anak dari Mas.?" Cecar Alan.

"Mas, sejak awal hubungan kita udah salah. Bagaimana bisa kita berdua punya anak." Sinta menatap tak habis pikir pada Kakak iparnya.

"Nggak ada yang salah, Mas dan kamu sama-sama mau.!" Nada bicara Alan sedikit meninggi.

"Mas, pelankan suara kamu." Tegur Sinta sambil mengamati keadaan sekitar. Kakak dan Mamanya bisa bangun dan datang ke dapur gara-gara suara Alan.

"Dengar baik-baik ucapan Mas, jangan coba-coba membuka hati untuk pria lain, atau mereka akan tau perbuatan kita.!" Ancamnya. Alan tidak pernah main-main jika sudah mengeluarkan ancaman.

Sinta bergidik mengeri mendengar ancaman Alan. Dia seharusnya tidak bermain apin dengan kakak iparnya yang sangat mengerikan jika sudah menginginkan sesuatu.

"Kita akan hancur bersama kalau sampai mereka tau." Geram Sinta.

"Mas nggak peduli." Jawab Alan acuh. "Tapi selama kamu patuh sama Mas, semuanya akan baik-baik saja." Alan tersenyum penuh kemenangan.

Sinta tidak menjawab lagi, dia memilih pergi dari dapur setelah mengisi penuh botol minum miliknya untuk kembali ke kamar.

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

harusnya si dari awal mamanya Sinta ga membiarkan putrinya lama di rumah kakaknya sih,,,

2024-07-20

0

Ila Lee

Ila Lee

Alan ini pria gila Sinta juga bahagia punya keluarga

2024-06-12

0

Dwi Puji Lestari

Dwi Puji Lestari

dan percakapan mereka ada yg dengar...

2024-06-12

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!