Bab 3

"Mas Alan. Ya di situ." Mata Sinta terpejam rapat. Kedua tangannya meremas rambut Alan dan menekan kepala Alan di bawah sana. Permainan lidah Alan membuat tubuh Sinta menegang dan bergerak tidak karuan akibat kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

Des-ahan demi desa-han lolos dari bibir sensual Sinta yang sudah lama merindukan kenikmatan seperti ini. Nikmat yang membawanya seakan terbang ke awan.

Alan makin bersemangat mengobrak-abrik titik sensitif di bawah sana menggunakan lidahnya. Reaksi Sinta cukup membuat gairah Alan semakin terbakar. Sudah lama dia tidak melihat seorang wanita tak berdaya merasakan kenikmatan akibat permainannya. Tentu hal ini membuat Alan merasa bangga pada dirinya sendiri.

"Sinta mau sampai Mas,,," Tubuh Sinta melengkung. Kini tangannya meremas seprai kuat-kuat.

"Jangan di tahan sayang,," Sahut Alan seraya menggerakkan jari di bawah sana.

Sinta melenguh panjang, bersamaan dengan keluarnya cairan kenikmatan dari intinya.

"Huhh,,, Huhh,,," Nafas Sinta memburu setelah mendapatkan pelepasan. Matanya terpejam rapat, merasakan sensasi kenikmatan yang masih tersisa.

Alan memberikan waktu pada Sinta untuk memulihkan tenaga dan menormalkan nafasnya yang memburu. Pria itu berbaring di samping Sinta sembari menatap lekat wajah Sinta yang berkeringat. Adik iparnya terlihat sangat seksi dan menggairahkan dalam keadaan seperti itu.

"Kamu puas Sin.?" Tanya Alan. Sinta mengangguk lemas. Bohong kalau dia bilang tidak puas, sedangkan Alan sudah berhasil membuatnya sampai sebanyak 5 kali sejak semalam.

"Nanti gantian kamu puasin Mas ya. Semalam masih kurang goyangan kamu, bikin Mas pengen terus." Bisik Alan. Dia merapatkan tubuhnya pada Sinta, tangannya mulai bergerilya mencari sesuatu yang bisa dimainkan untuk membangkitkan gairah.

"Jadi goyangan Sinta kurang atau bikin nagih.?" Tanya Sinta yang sudah membuka matanya. Dia diam saja ketika tangan Alan bermain pada da danya.

Alan tersenyum, dia meraih tengkuk Sinta dan melu-mat bibirnya sekilas.

"Justru bikin candu. Boleh kan kalau nanti Mas sering minta jatah.?" Tanya Alan penuh harap.

Tanpa pikir panjang, Sinta mengangguk membolehkan. Dia tidak bisa munafik, daripada tersiksa karna merindukan belaian. Walaupun dia sadar bahwa perbuatannya salah.

Permainan penuh gairah itu berakhir ketika tubuh Sinta ambruk di atas dada bidang Alan. Keduanya baru saja mendapat pelepasan bersama-sama. Ada kepuasan dan tatapan saling mengagumi dalam sorot mata keduanya ketika beradu pandang.

"Kamu sangat liar di ranjang, Mas suka." Puji Alan senang. Sudah kesekian kalinya Alan memuji Adik iparnya dengan kalimat yang sama. Mungkin karna selama ini Alan mengenal sosok Sinta yang keliatan kalem, wajahnya juga bukan tipe-tipe wanita yang gampang ber ga-irah. Jadi Alan cukup terkejut ketika merasakan langsung bagaimana Adik iparnya ketika bercinta.

"Mas Alan jangan bikin aku malu,," Sinta memalingkan wajah. Sekarang jadi ketahuan aslinya saat di ranjang.

"Malu kenapa.? Mas malah muji kelebihan kamu, harusnya kamu senang." Sahut Alan. Dia mendekap erat tubuh polos Sinta dan berguling ke samping. Posisi keduanya jadi berbaring sebelahan.

Sinta hanya tersenyum tipis.

"Aku mandi dulu, nanti keburu anak-anak bangun." Ujar Sinta seraya turun dari ranjang.

"Mas ikut. Kita mandi bareng ya,?" Pinta Alan penuh semangat. Sinta mengiyakan, keduanya kemudian masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar Sinta dan mandi tanpa ada ritual lain. Mungkin sudah lelah, jadi tidak mengulangi percintaan lagi.

...******...

"Tante,,,"

"Tanteku cantik,,,"

Suara renyah Zio dan Zia menggema do ruang makan. Dua bocah itu sudah mandi dan rapi. Keduanya kompak berlari ke arah Sinta yang sedang menata makanan di atas meja.

"Ya ampun, ponakan tante udah ganteng dan cantik." Sinta mengusap pucuk kepala Zio dan mencium pipi Zia. Zio sudah tidak mau di cium lagi, selalu protes dan mengatakan kalau dia sudah besar.

"Ayo duduk, kita sarapan dulu." Ajak Sinta. Dua bocah itu langsung patuh.

"Papa belum bangun Tan.?" Tanya Zio. Sinta terdiam seketika, dia jadi teringat kesalahan terbesarnya bersama Papanya Zio. Sinta merasa telah menjadi Tante yang buruk untuk kedua keponakannya.

"Tante.? Kok malah bengong.?" Zia menggoyang tangan Sinta sambil mendongak menatapnya.

"Eh itu, tadi Papa kalian lagi terima telfon di belakang." Jawab Sinta.

Tak berselang lama, Alan muncul dari arah taman belakang. Dia ikut bergabung di meja makan, memilih kursi di samping Sinta dan berhadapan dengan kedua anaknya. Alan tampak melempar senyum tipis pada Sinta, begitu juga sebaliknya.

"Zio sama Zia mau liburan nggak.?" Tawar Alan.

Dua bocah yang duduk di hadapannya itu langsung bersemangat menjawab mau.

"Mau ke pantai atau puncak.?" Tanya Alan penuh kelembutan. Tidak heran kalau anak-anak lebih dekat dengan Papanya di banding dengan Liana. Belum lagi dengan kesibukan Liana yang menyita banyak waktu, membuat dua anak itu sangat jarang berkumpul dengan Mamanya.

"Puncak saja Pah. Zia mau ke kebun binatang, boleh.?" Ucap Zia sambil menunjukkan wajah manisnya dan mata bulatnya yang bening.

"Kalau Zio gimana.?" Alan beralih dulu pada putranya. Dia memang sosok Papa yang adil dan pengertian. Jadi selalu menanyakan pendapat atau keinginan pada kedua anaknya.

"Zio ikut maunya adik saja. Ke kebun binatang juga seru." Jawab Zio bijak. Alan tersenyum bangga dan mengulurkan tangan untuk mengusap pucuk kepala putranya.

"Baik, kita ke Zoo setelah sarapan. Jangan lupa bawa baju ganti, kita menginap di villa."

Anak-anak langsung bersorak senang begitu tau akan menginap di villa mereka. Entah sudah berapa lama mereka tidak pergi ke puncak dan menginap.

"Kamu harus ikut,," Lirih Alan pada Sinta. Dia sampai menggenggam tangan Sinta yang ada di bawah meja makan.

Sinta mengangguk setuju.

"Tapi aku ijin dulu sama Mba Liana." Ujarnya.

"Iya, terserah kamu saja yang penting ikut." Alan melempar tatapan dan senyum teduh. Sinta jadi terperangah, hampir hanyut dalam pesona Kakak iparnya. Dia buru-buru mengalihkan pandangan karna takut jatuh cinta.

...*******...

Sinta menghubungi Liana hampir 5 kali dan panggilan telfonnya baru di jawab.

"Iya Dek, ada apa.?" Seru Liana di seberang sana.

"Itu Mba, anak-anak minta liburan ke puncak sama Mas Alan. Katanya mau nginep juga di villa. Aku boleh ikut.?" Tanya Sinta dengan detak jantung yang berpacu cepat. Sinta merasa takut karna sadar dia sudah bersalah pada Kakaknya.

"Ya ampun, kirain ada apa Dek. Kalau kamu nggak ikut, nanti siapa yang bantuin Mas Alan jagain anak-anak." Jawab Liana sambil terkekeh kecil.

"Ikut aja, sekalian kamu refresh aaww,,," Teriakan Liana membuat Sinta panik.

"Mba.? Mba Liana kenapa.?" serunya.

"Nggak, mba nggak kenapa-napa Dek. Tadi cuma ke sandung kaki meja. Udah dulu ya, Mba mau mandi. Titip anak-anak, bye,,"

Tut,, tut,,,

Liana memutuskan sambungan telfonnya. Sinta jadi kebingungan karna Liana terkesan buru-buru mematikan telfon.

Terpopuler

Comments

Ass Yfa

Ass Yfa

mereka saling berkhianat kayaknya....huh ..rumqh tangga macam apa yg mereka jalani...ck

2025-01-14

0

naifa Al Adlin

naifa Al Adlin

sudahlah,, sama klo gitu

2024-10-02

0

Endang Priya

Endang Priya

mungkin kah Liana jg ada main dgn laki" lain.

2024-08-13

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!