Bab 8

Baru 2 jam berada di pantai, Sinta tiba-tiba mengeluh sakit kepala dan meminta istirahat. Alan akhirnya memesan hotel terdekat agar Sinta bisa istirahat dengan nyaman. Hotel yang berhadapan langsung dengan pantai. Bahkan dari jendela kamar hotel, mereka bisa melihat pemandangan tepi pantai dari atas.

"Sebentar lagi jam makan siang, Mas pesankan makan siang sama obat buat kamu ya." Ucap Alan. Keduanya baru saja masuk ke kamar hotel.

Sinta mengangguk tanpa protes. Dia mengeluh sakit kepala, jadi harus menuruti perkataan Alan agar tidak dicurigai. Sebab yang sebenarnya tidak seperti itu. Sinta baik-baik saja dan dia merasa sangat sehat. Dia tadi sedang menikmati bermain air di tepi pantai bersama Alan, tiba-tiba melihat sosok yang sangat mirip dengan Liana. Sosok itu sedang bersama laki-laki dan tampak mesra.

Akhirnya Sinta langsung pura-pura sakit kepala dan meminta pulang untuk istirahat. Tapi karna mereka baru 2 jam di pantai, perjalanan juga tidak sebentar, Alan memberikan penawaran untuk istirahat di hotel sampai nanti sore.

'Sebenarnya aku yang salah lihat atau dia benar-benar Mba Liana.?' Sinta membatin sambil mendudukkan diri di tepi ranjang. Dia ragu karna penglihatannya bisa saja keliru, mengingat jaraknya lumayan jauh. Tapi dress yang dipakai wanita itu sangat mirip dengan dress milik Liana. Sinta sangat hapal baju-baju milik Kakaknya karna selama ini dia yang mencucinya.

"Sayang, kamu melamun.?" Alan membuyarkan lamunan Sinta dengan menyentuh lembut pipinya. "Apa sangat pusing.? Bagaimana kalau periksa ke dokter.?" Tawar Alan.

"Nggak perlu Mas, dibawa tidur sebentar juga ilang pusingnya." Tolaknya.

"Ya sudah, sekarang ganti baju dulu, celana pendek kamu basah. Kemejanya juga." Alan memegang lengan kemeja Sinta yang digulung.

"Hemm, aku ke kamar mandi dulu." Sinta mengambil baju gantinya di tangan Alan. Mereka memang membawa baju ganti dari rumah untuk berjaga-jaga. Ketika dua orang pria dan wanita dewasa pergi berduaan, sesuatu bisa saja terjadi tanpa bisa dihindari. Jadi mereka sengaja membawa baju sekalipun tidak berencana melakukan sesuatu.

"Ngapain ke kamar mandi, ganti disini saja. Sini biar Mas bantu." Alan menarik pelan tangan Sinta dan mendudukkannya lagi di tepi ranjang.

Sinta menatap Alan dengan tatapan protes.

"Kenapa.? Jangan bilang kamu malu." Goda Alan. "Kita sudah sering te lan jang bersama." Lanjutnya.

Sinta mencubit perut Alan. Pipinya menjadi merah karna malu. "Mas Alan kalau ngomong suka sembarangan."

"Bukan sembarangan, tapi fakta. Udah kamu diem aja, biar Mas yang gantiin baju jamu."

Sinta tidak berkutik lagi saat tangan Alan mulai membuka satu persatu kancing kemejanya. Sinta benar-benar pasrah.

"Sayang, pegang dikit boleh nggak.?" Tanya Alan dengan suara berat. Sinta tidak merasa heran, dia sudah memprediksi reaksi Alan aku seperti itu saat melepaskan kemejanya.

"Nggak boleh. Kepala ku lagi sakit, Mas Alan sempat-sempatnya mau pegang-pegang." Jawabnya cepat.

"Kamu nggak kasian sama Mas.? Nanti kepala Mas ikut pusing juga kalau nggak pegang ini." Alan mengarahkan bola matanya pada dua gundukan besar di depan wajah.

"Kalau kepala kita sama-sama pusing, nanti siapa yang bawa mobil.? 4 jam lagi kita harus pulang." Bujuk Alan.

"Ck,, bisa banget cari alasan.!" Sinta melirik sebal dengan bibir mengerucut. Alan hanya terkekeh dan masih berusaha bernegosiasi.

"Boleh ya.? Janji cuma pegang dikit."

Sinta menggeleng. "Sinta nggak yakin, pasti nanti ujung-ujungnya naik ranjang.!" Tegasnya kemudian berdiri sambil menyambar baju gantinya. Sebelum di tahan lagi oleh Alan, Sinta buru-buru lari ke kamar mandi dan menguncinya.

"Sayang.!! Kamu beneran tega sama Mas.?!" Rengek Alan frustasi.

"Biarin.!!" Balas Sinta. Wanita itu tertawa geli di dalam kamar mandi. Dia sebenarnya ingin menguji perasaan Alan. Sinta tidak mau dirinya hanya dijadikan pemuas naf su oleh Kakak iparnya. Sinta ingin melihat apakah perasaan Alan masih sama jika dia berkali-kali menolak disentuh.

Alan merebahkan tubuhnya dengan kedua kaki menapak lantai. Pria pemilik wajah tampan itu senyum-senyum sendiri. Dia merasa seperti orang gila kalau sudah berduaan dengan Sinta.

...*****...

Alan dan Sinta sedang menikmati makan siang di kamar hotel. Tiba-tiba ponsel Alan berdering dan menampilkan nama My wife di layar ponselnya. Keduanya lantas saling pandang, namun dengan pikiran yang berbeda. Sinta merasa jika Liana mengetahui keberadaan mobil Alan, sebab dia sempat melihat Liana di tempat yang sama. Mungkin Liana menelfon Alan untuk memastikan.

"Jangan dimatikan Mas.!" Cegah Sinta saat melihat telunjuk Alan ingin menggeser tombol merah. "Angkat saja, Mba Liana bisa curiga kalau Mas Alan nggak angkat telfon. Kalau Mba Liana tanya Mas ada dimana, jujur saja." Bujuknya.

"Jujur kalau aku sama kamu lagi di pantai.?" Tanya Alan main-main.

"Iihh.! Bilang saja urusan pekerjaan." Sinta menjawab sambil cemberut.

"Iya sayang, Mas ikut apa kata kamu saja."

"Jangan lupa di loudspeaker, aku juga mau dengar."

Alan mengangguk dan memberikan isyarat pada Sinta agar diam.

"Halo sayang, kamu sedang apa.? Apa aku mengganggu.?"

Sinta langsung membatin, kali ini dia yakin kalau Liana benar-benar melihat mobil Alan. Sinta pasti ingin memastikan keberadaan Alan.

"Aku sedang meeting dengan tim. Ada apa.?"

"Di kantor.?"

"Hotel dekat pantai. Kenapa.? Kamu buruh sesuatu.?"

"Ah tidak, aku hanya bertanya saja. Aku juga ingin memberitahu kamu, sepertinya aku baru bisa pulang 2 hari lagi. Banyak pekerjaan yang masih harus diselesaikan."

"Hemm, aku mengerti. Aku tutup telfonnya." Alan segera memutuskan sambungan telfonnya dan meletakkan ponsel itu di tempat semula.

"Aku pikir Mba Liana pulang hari ini." Sinta pura-pura menghela nafas lega. Tapi sebenarnya dalam hati Sinta bertanya-tanya. Jika benar Liana ada di pantai, artinya Liana berbohong soal pekerjaannya di luar kota. Sinta juga mencurigai hubungan Liana dengan pria tadi karna mereka sangat mersa.

"Kita punya banyak waktu berduaan di rumah." Ucap Alan sambil menaikan sebelah alisnya untuk menggoda Sinta.

"Dasar mesum.!"

"Bukan mesum, tapi kebutuhan. Memangnya kamu nggak butuh ke nik matan.?"

"Tapi tidak maniak seperti Mas Alan."

"Salah siapa kamu bikin Mas kecanduan. Sudahlah, bikin kepala bawah sakit saja.!" Akan menggerutu sendiri karna kesal. Dia sudah diperingatkan Sinta agar tidak macam-macam. Jadi sudah dipastikan tidak akan ada adegan ranjang selama mereka beristirahat di hotel.

Sinta terkekeh. "Mas Alan lucu kalau lagi uring-uringan."

"Nggak usah ngeledek, nanti Mas paksa baru tau rasa enaknya." Balas Alan dengan senyum licik.

"Awas aja kalau ada adegan paksa memaksa, Sinta nggak bakal mau pergi sama Mas Alan lagi." Ancaman Sinta tidak main-main.

"Dari tadi kamu galak banget sama Mas, mau datang bulan ya.?"

Sinta diam sebentar sebelum mengangguk. "Sepertinya iya. 2 atau 3 hari lagi."

"Terus nasib si junior bagaimana.? Nanti malam boleh ya.?" Alan mengajak bernegosiasi.

"Nggak tau, liat situasi dan mood."

"Sayang,,," Alan memasang wajah memelas. Sinta memilih menikmati makan siangnya lagi dan mengabaikan Alan yang masih berusaha membujuknya.

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

uda ga beres rumahtangga mereka, cuma ga mau ada yang ambil sikap duluan

2024-07-20

0

Ila Lee

Ila Lee

lebih baik bercerai sahaja Liana dan ala pilih jalan masing2 itu lebih baik anak 2 pasti faham

2024-06-09

0

🍾⃝ͩѵᷞɪͧɴᷠᴀͣ ɴᴀѵɪɴᴀ

🍾⃝ͩѵᷞɪͧɴᷠᴀͣ ɴᴀѵɪɴᴀ

makin kesini dan makin kesitu ehh...
kalau hubungan mereka sudah tak sehat lalu untuk apa dilanjutkan???
semi anak???? bulshit banget kalau itu.., faktanya anak-anak gak akan bahagia kalu keadaan dalam rumahnya tak bahagia😌😌😌
ntah lahhh kalau cerita ini 😂

2024-06-09

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!