Minta maaf

Zidan datang kerumah besar milik Kakek nenek kandung dari ibunya, sempat sebelumnya mengurus semua barang di kostannya untuk pindah.

Sekarang berdiri di depannya teras rumah yang besar ini mirip istana tapi, jika Zidan pernah dengar, Mansion lebih mirip.

Zidan melangkah masuk kedalam rumah di kawal Zaki dan Bisma. Mereka bertiga bersamaan mengucap salam dan di jawab kakek Daka yang ada di ruang tengah tepat samping ruang tamu.

Sedang membaca sesuatu yang terlihat di gulir dengan jari telunjuknya.

Mendengar salam seseorang yang datang, Kakek memberikan Tabletnya pada seorang laki-laki tegap sedikit beruban lalu menjauh.

Luas juga ruang tengah tamu dan sofa besar ini, bukan sembarang orang kaya. Zidan mengamati seluruh rumah selain dua orang yang ia lihat sudah ada didalam.

"Kakek." Kecanggungan yang terasa sangat jelas.

Sapaan Zidan membuatnya tetap datar dengan wajah berumurnya.

Zidan diam berdiri. Kakek Daka melihat cucunya sangat kaku perlahan mendekat dan memeluknya.

Sedikit air mata keluar.

"Kamu baik? Apa makanmu teratur, kamu bahagia bersama teman panti asuhanmu?"

Zidan bingung harus menjawab apa. Kakek Daka menuntunnya untuk duduk.

Sepertinya pertanyaan semuanya tidak butuh jawaban kalo melihat Zidan sehat saja.

Saat itu seorang perempuan paruh baya mengantarkan minuman dan menunduk saja sambil memberikan setiap cangkir berisi air berwarna merah sedikit kuning coklat tapi emas lebih mirip, teh bunga.

"Dimana nenek?" Tanya Zidan, padahal Daka juga merindukan Cucunya ini. Ada sedikit rasa cemburu di Kakek Daka.

"Kakek Disini, Nenek sedang istirahat, bagaimana kamu bisa tahu kalo kamu mau di buang dan cara kamu selamat?"

Zidan mengeluarkan borgol dari sakunya.

"Boleh minta izin mau ketemu Ibu Karina mau bilang alatnya aku kembalikan." Perkataan Zidan membuat bingung tiga orang dewasa didekatnya.

"Sebenernya aku hanya membuat kecelakaan mereka Kek, aku membuat mereka tak bisa mengejarku dan aku berlarian sampai di pertigaan aku putuskan segera ambil jalan lain dan menemui mushola ini."

Kakek diam mendengar dengan baik cerita Zidan.

"Mereka bilang yang kuingat jika tidak salah kalo aku harus dalam keadaan baik karena ayah menyuruh mereka membawaku padanya."

"Itu bohong!" Sela kakek.

"Tidak mungkin aku percaya dengan mereka membawaku untuk tidak terluka, siapapun bisa curiga ketika mereka di bawa ketempat asing dan di katakan tidak akan terluka, hanya orang bodoh yang percaya." Kata Zidan.

Bisma berdehem.

"Apa anda tidak bisa memperlihatkan sedikit rasa kasihan pada saya?" Katanya menyadarkan kakek Daka kalo ada Bisma di sini.

"Aku hanya membenci adikmu bukan kau!" Kata kakek dengan malas menatap lain arah dan kembali dengan posisi tenangnya.

Selama mereka berbicara setelah itu suara pintu kamar di buka, Aisyah dan Farida keluar dengan pakaian santai dan Farida terlihat menggunakan sesuatu di wajahnya.

Melirik takut ke ruang tengah seketika itu Farida lihat Zidan.

"Kakak!" Melepas masker topengnya dan diletakkannya asal diatas pangkuannya.

"Iya, gimana kamu gak papa?" Farida tersenyum malu juga sedih tiba-tiba terdengar bergetar.

"Kakak..." Menangis menutup matanya. Zida menghampiri dengan helaan nafasnya.

"Pake lagi maskernya, gak ada yang terjadi Kakak itu dah biasa gini, kamu sama Kak Aisyah lagi aja, mau ngapain tadi?" Tersenyum mengusap kepala Farida.

"Tapi, ya udah... Kakak maafin Ayah sama Ibu Farida, Farida minta maaf atas kesalahan mereka Farida yang salah disini, kalo beneran waktu itu niat ngegugurin kandungan berhasil Farida gak akan buat keluarga kakak atau kakeknya Kak Zidan berantakan dan pisah."

"Farida salah disini karena kehadiran Farida.." Zidan langsung berjongkok dengan suasana menekan Farida. Deheman itu seperti terdengar orang mengatakan kata cukup bicaranya.

Zidan tersenyum.

"Kakak gak akan biarin siapapun buat kamu merasa salah atau kamu di salahkan, kakak disini buat Farida hidup lebih baik, Jangan salahin diri kamu sendiri, minta maaf boleh atas seseorang yang kamu sayang tapi, kamu tetap kamu jangan terus ada di bawah kendali mereka saat koneksi mereka ke kamu aja jauh, Sekarang ini wilayah kakak, kakak pemiliknya disini bukan ayah atau ibu kamu, jadi diri sendiri dan lebih berani ya." Bangkit mengusap kepala Farida dengan lembut.

"Lanjut aja kak." Kata Zidan datar. Aisyah cuek saja tak anggap Zidan bicara.

Kembali duduk dan menatap mereka yang dengan meminum teh bunganya.

Zidan ikut menyicipinya.

"Untuk Bude Ari dan Suaminya Pak Yanto, kakek sudah mengurusnya, Ada sedikit titipan dari putranya, kakek rasa kamu sudah ketemu dengannya." Memberikan foto yang diambil dari rekaman cctv.

"Ini orang yang sama yang aku liat di depan ruangan Bude Ari."

Bisma kasar meletakkan cangkirnya.

"Ini bukan hal sepele Zidan kamu tidak jadi korban itu lebih baik, Namanya Xal dia orang bayaran yang baru di bebaskan Algaz dan dia di minta menghabisi semua orang yang pernah bertemu kamu dan mengatakan banyak hal tentang masa lalu mu dan Sarah."

Zidan tidak tahan dengan situasi ini, berhenti bermain dengan nyawa.

Bangkit Zidan dari kursi dan pergi keluar halaman.

Bisma mengikutinya dan berdiri di belakangnya.

"Sebenernya Zidan bukan mau nyari tahu tentang semua ini, semakin jauh Zidan mau cari tau dan bales mereka banyak nyawa yang pergi sebelum Zidan bertindak, sebenarnya yang salah siapa yang mau bales dendam siapa."

Bisma menghela nafasnya.

"Ini rumit karena ayah kamu bukan orang seperti itu dulunya, Pakde gak tahu kalo ayah kamu punya rasa iri hati yang dalam dan gelap, Pakde juga tidak kenal ayahmu yang sekarang, hanya ibumu yang bisa menbuatnya tenang tapi, Ayahmu terlanjur jatuh saat akan jujur, tangan Pakde pernah membuat wajahnya hancur tapi, Pakde merasa sedang memukul boneka bukan manusia, kosong tatapan ayahmu, Pakde bingung."

Keduanya sama-sama menghela nafasnya.

Berjalan masuk lagi dan tidak terasa hari berlalu, banyak hal yang di butuhkan dan persiapkan selama dua minggu.

Satu kantor terkejut dengan kedatangan Putra Bu Sarah.

Bagaimana bisa mereka melihat putranya Bu sarah selama Dua puluh tahun tak ada kabar beritanya tiba-tiba datang.

Pintu depan, tidak ada yang memasuki Lobi sangat sepi.

Para wartawan menunggunya.

Tapi, di perusahan milik Algaz sekarang Zidan duduk di kursi kerja sang ayah ruangan pemilik perusahaan yang besar dan mewah ini.

"Kita bicarakan setelah pertemuan, iyaa tentu... kita akan..." Terhenti suaranya bicara pada orang di telpon dan itu membuat Algaz tak bisa berkata apapun selain langsung mematikan telpon dan menutup pintu rapat.

"Zidan.. nak kamu datang, ayah gak sangka kamu kemari, apa-apa yang kamu mau nak kamu butuh uang atau hal apapun Ayah akan berikan, semuanya." Kata Algaz dengan semangat.

Kantung matanya yang hitam wajah yang seperti sudah sangat tua harusnya tidak setua itu karena Zidan baru berumur dua puluh tahun.

Bangkit dari bersandar dan duduk tegak.

"Aku kemari hanya untuk minta maaf kalo mereka kecelakaan dan mobil mahal itu, hancur." Memberikan borgol yang ia ambil dari dalam saku jaket leviz nya.

Algaz terdiam kaget dengan sikap putra yang sudah ia harapkan kehadirannya.

"Kenapa kaget, ayah?" Zidan tersenyum dan membuat pemandangan wajah ayahnya lucu menurutnya.

Kembali kaget Algaz dan bingung harus mengatakan apa.

"Aku bisa meminta maaf dan memohon ampun karena tugas memaafkan itu ayah yang lakukan, aku yakin tidak ada orang tua yang tidak tega tidak memaafkan anaknya tapi, kalo ayah yang mau mendapatkan maaf dari Zidan putra ayah sendiri, Zidan tidak bisa karena tidak akan Zidan berikan kalo Umma sendiri gak bilang suruh maafin ayah."

Melangkah pergi Zidan dari ruangan Algaz.

Duduk di lantai, lemas kakinya untuk berdiri setelah bahu kanannya di tepuk Zidan dengan pelan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!