Laki-laki mirip

Ketiganya saling diam duduk di warung soto dekat terminal bus antar kota daerah.

Zidan memesan mie rebus dan memakannya bersama kenek dan Sopir tadi.

Kenek terdiam hingga berdehem seketika membuat Zidan berhenti makan.

"Ehm.. Fahmi kenalin, ini Bang Jaka kita juga dari daerah yang sama sama kamu. Kita merantau cuman bedanya Bang Jaka udah nikah dan punya satu anak perempuan kalo aku belum."

"Untuk tempat ini kamu bukan yang pertama kali kan?"

Terdiam Zidan menatap keduanya matanya melirik kanan kiri bingung.

"Ah.. yaa maafkan aku ternyata ini yang pertama ya... Nam.."

"Panggil aja Zidan.. Lagi bingung cari kerja tempat tinggal ada tempat yang gak jauh dari gedung tinggi-tinggi itu gak sih."

Fahmi agak kaget dengan jawaban Zidan yang ia sendiri belum selesai bicara sudah disela, Fahmi mulai paham Zidan itu orang seperti apa.

"Oh.. itu, kamu lulusan apa?" Tanya Fahmi lagi yang dilirik tajam Bang jaka, pertanyaan itu terdengar biasa di telinga Zidan apa da yang salah dari ucapan Fahmi kenapa Bang Jaka melirik tajam ke Fahmi gitu.

"Smk." Singkatnya.

Bang Jaka mengangguk. Mendengar Zidan menjawab tenang tanpa rasa malu.

"Oiyaa.. itu gedung hotel Posaiden lagi nyari pegawai kebersihan kemarin tetangga ku bilang keponakannya keluar karena tidak tahan tekanannya."

Penjelasan dari Bang Jaka tiba-tiba.

"Ini kartu nama hrd nya." Kada Bang Jaka dengan santai dan serius.

Zidan menerimanya dari kartu yang di geser diatas meja dengan jari telunjuk dan tengah tangan kanan Bang Jaka.

"Makasih bang, Wah... boleh juga nih... lumayan buat permulaan." Katanya dengan semangat senang menerima sesuatu seperti hadiah.

"Apa?" Kata Fahmi bingung mau meneruskan ucapannya.

Bang Jaka menendang kaki Fahmi memintanya untuk diam dulu.

Zidan bangkit dari duduknya meninggalkan, Fahmi dan Bang Jaka, cara Zidan meninggalkan mereka, keduanya bingung sendiri sambil makan mie nya Fahmi.

"Aelah bang laper gue pan tadi situ dah makan banyak."

Bang Jaka juga sambil memakan kerupuknya sehabis selesai makan nasi lauk dan sempatnya mencicipi makanan Fahmi.

"Apaan sih lo, gue cuman penasaran aja, kok lo makan tuh mie enak juga keliatannya."

Fahmi tampak bingung. Melihat Zidan berdiri lama didepan warung.

Zidan kembali duduk sambil membuka ponselnya.

"Hais... Zidan maaf sebelumnya banget ya, Kamu orang beruntung karena ketemu orang baik, tempat itu bukanlah tempat yang bisa kamu datangi ini kota besar wilayah luas dan banyak tipuan di manapun."

Saran Fahmi yang di pikir untuk kebaikan Zidan juga.

"Oh ya... kalo gitu aku akan berhati-hati dan semuanya beres." Zidan bangkit dan tersenyum.

"Terimakasih bantuannya, Aku langsung lanjut lagi, mungkin sambil jalan bisa ketemu tempat yang bagus buat tidur malam ini."

Jaka dan Fahmi hanya diam saja memperhatikan Zidan dan Zidan memberikan keputusan mau nekat kerja di hotel posaiden atau tidak membuat keduanya cemas dan frustasi juga rasanya.

"Sudahlah yang penting sudah di kasih tau." Kata Bang Jaka setelah Zidan benar-benar pergi.

Saat keduanya mau membayar, pemilik warung malah memberikan masing-masing satu bungkus rokok dan korek.

"Lah.. Mbk?" Kata Fahmi.

"Ini dari mas ganteng tadi makanan nya udah di bayarin juga, katanya kembaliannya buat ini sama saya aja." Kata ibu-ibu pemilik warung soto mendorok kedua benda itu.

Jaka dan Fahmi menatap rokok itu dan menukarnya, yah hanya posisi berbeda saja.

Masih bingung keduanya, siapa yang barusan mereka ajak bicara.

"Kita kayaknya ketemu orang baik."

"Bukan orang dia malaikat!"

****

Semakin sepi walau tidak terlalu bisa di bilanh sepi karena hampir hanya satu atau dua motor lewat setelah Zidan berjalan diatas trotoar yang jauhnya seratus meter setiap ada kendaraan lewat.

Dimana hotel itu?

Tanya pada dirinya sendiri yang melihat kedepan lurus.

Duduk di tepi teras depan gerbang musholla yang pintu terbuka sedikit.

Membuka mapsnya dan mencari sesuatu.

Baru ketemu tempat menginap yang pas suara keras membuatnya terganggu sampai menoleh dan siapa mereka, Zidan tak kenal tapi, itu perempuan.

"Jangan ambil!" Teriaknya panik.

"Tolong... tol..."

"Jangan sampe lo teriak lagi atau Lo..."

Pukulan keras membuat penjahat itu pingsan dan satu lagi mundur ketakutan dengan wajah Zidan yang sangar.

"Sok jagoan Lo." Menyerang dengan ketakutan akhirnya jatuh dengan tangan di patahkan Zidan, mungkin sedikit keseleo.

Zidan pergi begitu saja, padahal perempuan itu belum sempat bilang terimakasih.

Tatapan matanya bingung segera setelah sadar ia pergi dan mengejar laki-laki yang membantunya.

Suara kelakson motor menghentikan langkah kaki Zidan.

"Bang!"

"Mau di tumpangin gak, mau kemana sini pake motor saya, Terimakasih udah bantu."

Zidan melihat jam tangan di pergelangan tangan kirinya.

"Ke alamat ini." Memperlihatkan layar ponselnya.

Perempuan itu mengangguk dan bersiap karena tubuh Zidan besar.

"Saya yang bawa." Kata Zidan meminta ia saja yang menyetir.

"Lah, ya udah silakan." Perempua itu percaya saja.

Dalam diam motor yang Zidan kendarai akhirnya berhenti didepan alamat yang di tuju.

"Ibu kos udah tidur, sebentar mungkin anaknya belum." Kata dari perempuan itu membuat Zidan terdiam.

Tangannya bergerak mengulir layar ponsel dan menelpon.

"Oh, Hallo Mb Gina ini ada temenku baru dateng merantau dia cari kost di sini kamar di lantai dua sepeleh kiri ku itu masih kosong kan ya?"

"Eh iya, Kenapa ya Aisya, apa udah dateng orangnya?"

"Hehe.. iyaa mbk, maaf ya ganggu bisa minta tolong mbk soalnya dah capek juga kayaknya temen ku ini."

Seketika itu wajah perempuan yang di tolong Zidan terlihat puas lalu menyimpan ponsel yang panggilannya selesai kedalam tas coklat cangklongnya.

"Rumah ibu kost disana, ayo." Ajaknya pada Zidan yang hanya diam saja.

"Permisi..." Menoleh dan melihat Zidan mengantungkan kunci di jari telunjuknya.

"Oh iya terimakasih."

"Boleh taruh di sana gak motornya didorong aja terus tutup gerbangnya Aku kesana duluan."

Mengangguk saja Zidan.

Setelah selesai menutup gerbang dan membawa motor keparkiran Zidan menyusus perempuan tadi.

Ke empatnya duduk di teras rumah pemilik kost.

"Jadi siapa temen kamu Aisyah?" Tanya Bapak Selo yang baru saja duduk bersama.

"Ini namanya..." Aisyah memberi kode.

"Saya Zidan, Saya dari daerah sebrang mau ngekost disini sekitar dua tahun dan saya bayar di muka uangnya selama dua tahun."

Singkat padat dan ini mengejutkan.

"Dua tahu?" Datar ekspresi Pak Selo menutupi rasa kagetnya.

"Saya mau ada urusan kerja disini dan juga saya mau ketemu sama keluarga ibu saya yang katanya tinggal di ibu kota."

Ketiganya paham.

"Owalah gitu, ya sudah jika ini kemauan Zidan untuk tidak terlaku basa basi, Saya ambilkan kunci dulu." Pak Selo pergi keluar.

Gina dan Aisyah saling pandang.

Keduanya mengkode yang Zidan juga tak mau menghiraukan.

Pak Selo datang membawa kunci dan Zidan berdiri.

Mengikuti Pak Selo Zidan Gina dan Aisyah ikut mengekor.

Didepan kamar Zidan ini keempatnya berdiri.

"Saya langsung saja ya, ini malam dan sepertinya kamu sudah cape, Gina ayo." Kata Pak selo mengajak anak perempuannya.

Aisya juga ikut pergi setelah Pak selo sudah melangkah duluan.

"Aisya ya, terimakasih." Kata Zidan menoleh dan Aisyah yang sudah berjalan berbalik badannya.

Suaranya rendah dan terdengar sopan.

"Iyaa sama-sama bang." Lalu pergi lagi meninggalkan Zidan.

Masuk Zidan kedalam dan melepas sepatu juga menaruh tasnya ia juga menelpon Umma Fatin, ah tidak jangan ini sudah malam.

Dari pada mengabari Umma fatin sekarang Zidan harus istirahat dulu.

Baru saja ia duduk setelah merapikan kasur. Zidan menoleh ke ponsel yang habis daya baterainya.

Saat di lihat ternyata email masuk.

Sebelum berangkat mencari kost ia sempat mengirip lamaran kerja lewat email dan posisi yang ia lamar dan ini cepat juga di setujuinya.

Besok ia akan datang untuk wawancara.

Di tempat lainnya wajah yang hampir kehilangan semangat hidupnya kini terdiam dengan tatapan kosong didepan Bisma.

"Apa lagi yang mau kau cari?"

"Sarah." Suara lemah itu datang dari pria yang patah semangatnya.

"Semua terlambat dan kau harus memikirkan nasib mu dan nasip anak cacat mu bukannya kau mencintai istri keduamu yang bahkan kami semua tak mau tau siapa namanya."

Menatap keluar jendela ruang kerjanya malam ini tepat saat itu Bisma menerima telpon dari bawahannya. Ia berada di dalam ruangan Algaz. Algaz yang melihat saudaranya itu berdiri pergi sambil mengangkat telpon, cuek saja.

"Terima saja dan pekerjakan dia dengan biasa tanpa perbedaan."

Tidak ada rasa curiga telinganya mendengar pembicaraan Bisama di telpon dengan seseorang.

Zidan juga menatap keluar jendela.

Dari lantai dua dataran tinggi kost ini berdiri gedung hotel Posaiden terlihat jelas.

"Aku dan putraku sangat mirip tak mungkin kita tidak akan bertemu." Ucapan dari Algaz tanpa tahu malu itu membuat Bisma emosi dan hanya menahannya di kepalan tangan.

Ia memilih keluar ruangan pergi dari sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!