Semua yang di buat baru saat sudah terbiasa dengan yang lama, akan menjadi kebiasaan asing yang tidak menyenangkan.
Kesan ibu tiri membuat Zidan membayangkan bagaimana hidupnya jika ia berdiri diatas bayangan orang tua yang berpisah dan memiliki ibu tiri.
Kamar tempat Zidan bersihkan ini baru saja selesai, tinggal bagian kaca jendela yang kotor dengan lipstik.
"Ibu tiri itu jahat ya, semua adalah miliknya dan dia mengambil posisi ibuku disebelah ayahku dengan paksa, aku sayang ibu kandungku bukan ibu tiriku." Tulisan itu terlihat seperti perasaan dari seorang anak perempuan dan semua sampah di tempatnya itu adalah botol minuman keras berukuran seratus mili botol kecil, warna hijau.
"Menyedihkan." Semprotnya pembersih kaca dan di lapnya sampai bersih.
Keluar dari kamar itu. Zidan masuk ke dalam kamar lainnya, terus seperti itu sampai selesai.
Setelah jatah jadwal kerja berakhir ia pulang dan melewati lobi sama seperti sebelumnya.
Saat keluar lobi hotel saat itu seorang perempuan dengan gamis panjang dan kerudung panjang warna coklat gelap dan coklat muda senada baru keluar mobil mewah dengan pintu geser di bantu asisten perempuan juga suster yang selalu bersamanya.
Menoleh melihat punggung laki-laki yang baru saja keluar lobi.
Perasaannya berdesir saat melihat punggung laki-laki asing yang rasanya ia kenal. Seketika ia teringat kisah putrinya yang malang dan ini adalah kemalangan yang tak bisa ia cegah sebagai seorang ibu juga nenek dari cucu laki-laki semata wayangnya.
"Nenek... kenapa harus kesini nek..." Kata Aisyah yang tiba-tiba datang melihat mobil neneknya terparkir.
"Nenek mau ada acara sayang, kamu boleh lanjut kerja aja, gimana kamu kerjanya sambil temenin nenek ya keruangan ayah kamu dulu."
"Ok nek... Alhamdulillah kerjaan Aisyah lancar aja makan teratur tinggal nanti gajian Ais mau beli beras abis di kost."
"Jangan boros-boros ya... awas nanti Kakek Daka bawa kamu pulang kerumah lagi," ucap Nenek membuat mereka tertawa sejenak melupakan kesedihan yang telah terjadi dalam ingatan wanita tua ini.
Di ruangannya Bisma. Algaz masuk dengan tiba-tiba.
"Aku baru ingat, Kakak kenapa kakak gak bilang anak itu disini!"
"Siapa yang kau bilang disini? Anak siapa? Hah!" Kesal Bisma.
"Zidan!"
Mengumpat dalam hati Bisma harus berbuat sesuatu tanpa Algaz tahu. Sudah susah payah Sarah menyembunyikan Zidan tak mungkin Bisma mengatakannya dengan mudah.
Tak lama Nenek Tika masuk bersama Aisyah.
"Eh tante... Aisyah..." Suara Bisma. Algaz diam melihat keduanya baru masuk.
"Hehe Ayah ini, Aisyah nemenin nenek katanya ada urusan sebentar sama ayah dan kata ada acara... Aku kebawah lagi ya nek." ucapnya dengan ramah pada sang ayah dan tak lupa mencium tangan nenek untuk pamit. Ada Algaz disana tapi, Aisyah tidak mau menyapanya karena Om Algaz yang buat sepupunya pergi juga tante kesayangannya tante Sarah pergi dari dunia ini.
"Umma." Sapa Algaz
"Algaz.. ada perlu apa kamu terus mendatangi Bisma?" Malah di tanya balik oleh Umma Tika.
"Maaf." Suara Algaz memelan dan pergi dari sana karena suasana menurutnya jadi tak nyaman karena dirinya masih didekat Umma Tika.
Setelah kepergian Algaz, Umma kembali sedih.
Umma dari Sarah, hanya bisa sedih dan meminta tolong pada Bisma mencari keberadaan cucu semata wayangnya.
"Bagaimana Bisma?" Tanya Umma di selah-selah kesedihannya.
"Umma tenang, Bisma juga terus usaha..."
"Dua puluh tahun berlalu kecelakaan Sarah buat Umma sedih, Bisma."
Bisma paham dan apa yang di rasakan Umma membuat dada Bisma dan keluarga juga pedih dan nyeri saat itu juga, saat nama Sarah di ucapkan oleh Umma Tika.
Hari itu adalah hari yang tidak bisa Bisma cegah.
Bagaimanapun Bisma juga punya trauma pada kecelakaannya. Ia kehilangan separuh hidupnya dan hanya dengan harapannya, Aisyah. Bisma masih hidup sampai sekarang, karena harapannya.
Kejadian itu kembali berputar jelas di kepala Bisma.
Malam itu saat gps mobil milik Sarah terhubung dengan sinyal yang baik Bisma langsung melacaknya dan sesuatu yang buruk membuat Bisma terdiam sesak dalam mobilnya.
Kondisi hujan dan kecelakaan didepan sana menewaskan pengendara mobil seorang wanita yang menabrak pembatas jalan.
Dievakuasi oleh warga tapi, Bisma cepat menghentikan sebelum siapapun menyentuh tubuh wanita itu yang sudah ia jamin dalam keyakinannya itu Sarah bukan orang lain.
"Berhenti cukup, saya keluarganya jangan ada yang sentuh beliau secara langsung, dia wanita."
Seolah ada sihir ucapan itu di patuhi semuanya. Hujan deras dan kendaraan tetap lewat dengan pengaturan lalulintas.
Bima berdiri dari jarak tiga langkah dan melihat kaca depan hancur. Jelas itu cincin dan gelang dari benang yang di buat oleh tangan putrinya, Aisyah itu di pakai hanya untuk Sarah.
"Tak lama pak, tunggu ya." Kata Bisma.
Segera ia menghubungi Daka.
Setengah jam kemudian Daka, ayah dari Sarah datang dan hanya bisa menangis dan terus berusaha kuat mengambil tubuh putrinya yang penuh luka membawa masuk kedalam ambulan.
Nyawa Sarah sudah tidak bisa di tolong karena kondisi kecelakaan separah itu, warga yang sempat memeriksanya pun tak berani dekat sampai petugas datang tak lama Bisma datang juga.
Petugas mengatakan pada Bisma jika nyawanya sudah tak bisa di tolong.
Saat Ayahnya Sarah memindahkan tubuh putrinya sebuah amplop jatuh dari kantung gamisnya.
Banyak orang disana tapi tak ada yang memperhatikan itu. Bisma merasa itu penting dan mengambilnya.
Saat di rumah ia mengeringkan dan membacanya.
"Entah aku akan sampai di rumah atau tidak Bang Bisma, Abang satu-satunya yang ada di keluarga suamiku yang bisa ku percaya setelah ini... Aku sakit parah aku merasa akan pergi sekarang, Aku sedih harus membuat suamiku terluka walau situasi memang tak mempersalahkan, aku ingin jika surat ini sampai ke tangan Abang, tolong sampaikan maafku buat Mas Algaz... Dan satuhal lagi Zidan aku sembunyikan, Abang jangan tengok atau jenguk di a di sana biarkan dia datang sendiri karena Zidan putraku dan dia Akan di tuntun menuju takdirnya oleh Allah sendiri, Aku mempercayakan Zidan di panti asuhan jauh dari kota dua hari perjalanan pelosok dan disana adalah tempat aku dulu bertemu Fatin dan ibunya. Hanya Abang Bisma yang paham tempat itu.... Aku mohon jangan beritahu siapapun, Dendam ini aku takut Zidan merasakannya."
Dalam diam hingga suara gemuruh mulai terdengar mengelegar semakin menyeramkan.
Dalam ruang kerjanya Bisma berdiri menatap surat itu.
"Sarah..." Suara lemahnya. Ia merasa tak kuat dan sedih.
Kenapa wanita ini selalu berpura-pura sehat dan gembira padahal sangat sakit dan bahkan tak pernah mengeluh dalam hal apapun. Algaz bodoh!
Kembali keruangan nya, didepannya Umma Tika selesai meminum teh dan membaca laporan dari hasil penjualan yang di lakukan mall Posaiden.
"Kalo gitu sudah dulu acara hampir mulai."
"Oiyaa Tante, hati-hati dan... Apa tante masih percaya kalo Zidan masih hidup?"
Umma Tika tersenyum walau ia masih sedikit sedih.
"Sedikit sedih tapi, mempercayai itu semua adalah keyakinan kalo gak yakin ya udah gak papa... Tante sangat berterimakasih... karena kamu tante jadi merasa punya anak laki-laki..." Tersenyum dan berhem.
Masuk dua asistennya dan menemaninya keluar.
Melangkah pergi meninggalkan Bisma sendiri di ruangan ini.
Bisma kembali ke kursinya melihat ponselnya berdering dengan nama Fatin, pesan masuk.
"Assalammualaikum, pak Bisma maaf saya menganggu Bapak. Saya Fatin Teman Sarah, jika Bapak tidak menyimpan nomor ponsel saya. Kemarin Tepat saat Zidan berulang tahun yang kedua puluh saya memberikan semua barang yang Sarah tinggalkan, anak itu sudah berangkat dari kemarin dan mengatakan akan bekerja di hotel Posaiden, pagi tadi dia baru saja mengabari dan apa yang di bilang jika pemiliknya Pak Bisma, saya hanya mau memastikan jika Zidan memang bekerja disana."
Bisma tersenyum.
"Ini menarik." Bisma segera menghubungi sekertarisnya untuk mengosongkan jadwalnya setelah jam enam.
Di sini dekat dengan restiran pinggir jalan Bisma menyewa satu resto dan meminta bos pemilik memulangkan semua karyawna mematikan cctv. Didepan dua anak buahnya berjaga.
Bisma menggunakan panggilan vidiocall dengan laptop.
"Apa ini sudah aman pak?" Tanya Fatin saat tersambung.
"Sudah."
"Fatin tolong jelaskan secara detailnya bagaimana Sarah bisa meletakan putranya disana sedangkan disini ia bisa melakukan apapun."
Fatin terdiam dan mulai menjelaskan.
"Saya tidak paham betul bagaimana jalan pikiran Sarah waktu itu pak, dia datang menggendong Zidan dan dia menutup semua akses yang ada untuk Zidan terhubung ke keluarganya dan saya merasa Bapak pasti mecoba mencarinyakan."
Bisma sedikit terdiam.
"Saya merasa firasatnya memang benar, Zidan punya pemikiran sendiri yang saya sendiri juga tidak tau apa yang anak itu mau sejak usianya menginjak tiga tahun ia terlihat berbeda dari anak normal lainnya, pintar dan sudah mengerti walau hanya memperhatikan."
"Saya di titipi Sarah tas hitam dan di beri izin untuk melihat isinya oleh Sarah. Ada buku harian sampul hitam dan surat foto juga mainan bayi berumur setahun dan ada juga uang dengan kartu atm tanpa tgl kadaluarsa."
"Saya tak membaca surat itu karena saya pikir biar Zidan saja yang baca."
"Apa yang terjadi dengan Sarah pak, kenapa selama dua puluh tahun kabarnya sama sekali tak saya dengar?"
Bisma menarik nafas.
"Sarah meninggal sekembali dari sana dan Sarah menitipkan pesan lewat suratnya ia sudah punya firasat buruk, Kecelakaan menabrak pembatas jalan dan terjadi saat hujan lebat waktu itu."
Terkejut sampai menyebut. Fatin langsung sedih tak kuat menahannya dan meminta menyudahi panggilannya. Sebelumnya Fatin meminta untuk Bisma menjaga Zidan karena jangkauan Fatin sudah jauh.
Kini hanya keheningan di resto dan hanya Bisma seorang didalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments