Setelah pulang kerja keduanya pergi lagi, ada hal yang mau Zidan cari tau karena penasaran masih membuatnya harus terus cari tahu semuanya, sampai puas rasa penasarannya.
Zidan dan Aisyah Turun dari mobil Zulika. Keduanya datang ketempat yang seharusnya Zidan sendiri di larang keras tapi, Aisyah tidak bisa menghentikan keras kepala anak itu.
Aisyah jelas menemani Zidan karena diminta Zidan sendiri, awalnya menolak dan ceramah panjang lebar tetap memohon, ah ya sifat tidak tegaannya malah membuatnya mengiyakan dengan kalimat memhononnya membuat Aisyah luluh dengan mudah.
"Aku janji tidak akan membuatmu terluka kak, temani ya." Katanya sebelum pergi bersama.
Mata Aisyah terpejam lalu menarik nafasnya. Aisyah menutup pintu mobil sambil menghela nafasnya, ini akan jadi hal berat untuk Zidan terutama ia yang merasa kehilangan sosok tante baik, Aisyah berbalik melihat tempat ini dalam malam, begitu jelas ucap nya dalam hati.
Tempat kecelakaan bukan tempat kunjungan yang bagus, untuk trauma berat terutama trauma kehilangan.
Anak ini sangat keras kepala, lihat saja dia sudah memeriksa tempat itu lebih dulu sebelum Aisyah datang menghampirinya.
Mobilnya diberhentikan dekat warung disana.
Ketiganya jalan kaki.
Melihat sekitar dan jadi pusat perhatian orang yang melihat mereka.
Zidan berjalan duluan dan mendekat ketempat terjadinya kecelakaan ibunya, di atas rerumputan ini, dekat pembatas jalan, tidak sengaja Zidan menginjak serpihan dari body atau kaca mobil yang masih ada dan pernah kecelakaan disini, tidak tau itu milik mobil ibunya atau bukan.
Kepalan tangannya semakin kuat.
Zidan jangan menangis, perkataan dirinya saat sebelum keluar sudah ia katakan didepan cermin sebelumnya.
Kilas kejadian jelas tergambar dalam benaknya dengan perumpamaan dirinya sendiri ada disana memperhatikan kecelakaan itu, saat hujan dan saat itu tak ada siapapun karena lumayan sepi hingga mobil pik up hitam berhenti tak lama datang banyak warga lalu ambulan datang bersamaan Pakde Bisma.
Zidan membaca semua keterang dalam berita juga hasil informasi yang ia dapatkan dari Ega dan Zulika.
Lalu ibunya sudah tak bernyawa saat seorang pria tua tubuh besar menggendongnya, siapa dia? Pertanyaan itu terjawab saat ia ingat ayah kandung ibunya.
Kakeknya, Kakek Daka.
Aisyah dan Zulika mendekat.
"Menurut polisi dari salah satu kerabatku yang pernah tugas saat kejadian, mereka menyatakan ini murni kecelakaan, karena Bu sarah mengalami kantuk, tidak ada yang di curangi dalam kendaraannya." Zidan masih diam dengan penjelasan Zulika.
"Mobil nya, keadaan hancur bagian depan saja dan belakang masih utuh, beruntung hujan, dan tidak ada kebakaran pada mesinnya, saat itu hujan badai deras sekali."
Aisyah di samping Zulika juga hanya mendengarkan penjelasan Zulika, Aisyah sudah tau dari cerita ayahnya.
"Tapi, Yuma bilang ada keluarga temannya yang menangani atau memeriksa mayat Bu Sarah saat di rumah sakit, keluarga kenalan Yuma bilang, itu karena overdosis obat-obatan keras dan kantuk berlebih hingga kecelakaan terjadi. Keanehan lainnya ada berpendapat ada bekas suntikan, Bu Sarah di suntik obat tidur, saat sudah muncul tiba-tiba berita di tutup oleh...." Zulika melirik Aisyah.
"Oleh ayahku, Dia menutupnya karena Kakek Daka dan Nenek Tika tak bisa melupakan kejadian itu mereka membenci Kakek Angger dan Nenek Silvia yang tak bisa membuat ayahmu menjadi pelindung putri mereka, sekarang mereka berhubungan baik namun, tetap jaga jarak."
"Ada rasa tak nyaman di kedua keluarga, salah satu tau anak mereka membuat masalah dan menimbulkan kehilangan nyawa salah satu anggota keluarga besan, balik lagi... itu sudah kehendak Yang Kuasa. Nenek Tika tetap berhubungan baik dan yah... hanya jaga jarak saja pada keluarga kami."
Zidan menatap ke lain arah, menganggap penjelasan Aisyah ia simpan saja untuk dirinya sendiri.
Melihat penjelasannya hanya didengarkan Zidan, Aisyah hanya menghela nafasnya.
"Salah! Aww!"
Zidan mengerutkan dahi menatap Zulika bergantian Aisyah.
Suara teriakan itu membuat mereka saling tatap.
Zidan mencarinya lebih dulu dan disana beberapa orang sedang berdebat salah satunya terlihat menatap Zidan lalu kaget, Zidan langsung mengejarnya tak perduli Aisyah dan Zulika disana kaget melihatnya pergi begitu saja.
"Ke mobil Zul." Ajak Aisyah. Zulika langsung ikut berlari.
Di pinggir jalan sepi Zidan mengejar orang itu, saat didepan sebuah motor berhenti mengkagetkannya sampai orang yang berlarian menghindari Zidan tiba-tiba ada lampu kendaran, orang-orang itu menabrak dirinya pada motor didepannya yang mungkin berjalan atau berhenti.
"Tuan." Sapa orang itu melihat Zidan semakin mendekat, Zidan terdiam dengan wajah datarnya. Dua orang yang turun dari motor menarik paksa dua orang tadi yang langsung menodongkan pisau, belum ada perkelahian mereka sudah kalah.
Zidan menatapnya dan melihat dua orang yang menabrak motor dengan badannya sendiri saat berlari menghindarinya sekarang, keduanya di tahan dengan orang-orang yang pasti Pakde Bisma suruh pastinya.
****
Di ruangan yang gelap dan hanya ada cahaya lampu putih, ini ruang terbuka ini rumah Bisma. Garasi kosong terbuka.
Zidan berdiri di hadapannya duduk didepan nya dengan meja diantara mereka.
"Kenapa kalian mengikutiku?"
Kata Zidan dengan menekan mereka dari tatapan angkuhnya.
"Kau anak aneh, kami ini hanya pencopet, kami kira kalian polisi makanya kami berlari."
Gebrakan di meja membuat keduanya terdiam.
"Aku tidak bodoh, sehingga kalian mudah menipu, tidak ada pencopet yang memakai pakaian mahal ini, lain kali jika kalian mau beralasan mencopet jangan gunakan pakaian dan parfume mahal gunakan hal mendukung seperti gelandangan jarang mandi, cih dasar!"
Keduanya meneguk kasar ludah dan ini lebih buruk nantinya, apa yang harusnya mereka lakukan, saling lempar pandang.
Zidan melihat keduanya, ia tersenyum geli.
"Kalian tidak mati mungkin sedikit terluka saja, katakan siapa yang menyuruh kalian?"
"Kami... Kami disuruh."
Keduanya menatap kaget seseorang di belakang Zidan.
"Kalian mau aman dan melindungi orang kalian lakukan permintaan putraku." Perkataan Bisma membuat dua orang itu tak percaya dan Zidan sempat kaget langsung mendatarkan cepat ekspresinya.
"Kami tidak tau jika ini putramu, jika Algaz... Akhh!" Temannya menginjak keras kakinya.
"Katakan dengan jelas." Zidan memainkan pisau belati berukuran besar. Masih mengkilap dengan gagang hitamnya.
Keduanya meneguk kasar ludahnya.
"Tidak Sulit, hanya nyawa dan informasi."
Zidan tersenyum dan itu membuat Zaki yang ada di belakangnya tak melihat langsung ekspresinya tertekan juga.
"Ah kalian tak akan bisa bohong dia handal menatap dan berwajah menakutkan dengan senyumannya."
Keduanya bersiap bicara setelah diam dan saling tatap.
*****
Kamar ini kosong, ia yakin kalo ia di minta menunggu. Wanita paruh baya istri kedua Algaza ini masuk dan duduk diatas kasur, di bagian pinggirnya.
"Sudah datang, ibu tiri?" Zidan menutup pintu dan mendekatinya.
Kuncinya ia buang ke lain arah.
Zidan mengambil kursi dan duduk berjarak darinya.
"Ah lupa Jendela, lebih baik horden di bukan kan, Ibu...tiri."
Dirinya terganggu dengan panggilan itu.
"Apa maumu, apa kau mau mati hah!" Kata perempuan itu dengan marah.
"Galak sekali, anda gak baca pesan saya, saya loh bu yang kirim pesan."
Karina, terdiam.
Ia tahu jika ini resiko bertemu diam-diam apapun yang ia lakukan ia tau resikonya ia berpengalaman tapi, kali ini ia sama sekali tak menyangka jika anak tirinya akan membuatnya datang ketempat ini.
"Kau menggodaku!" Bentaknya.
Zidan tertawa terbahak-bahak lalu duduk sambil mengusap sedikit air matanya, wajahnya kembali datar dan dingin tak seramah tadi, keramahan palsu.
"Jika aku bisa membuat ibu tiriku puas?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments