Zidan berjalan santai melewati koridor luas di lantai sepuluh tempat ruangan Gym yang luas.
Lalu melewati beberapa orang yang baru keluar.
Sepasang kekasih berolahraga di alat lari dan jalan berdampingan, sebelahan.
Cuek Zidan memilih membersihkan bagian lain sampai mengepel aula senam.
Selesai dengan mengepelnya Zidan duduk.
"Nih minum." Kata Aisyah yang tiba-tiba datang tak tau dari mana.
"Makasih." Terima saja ini rezeki.
Zidan meminumnya dan melirik sekitar.
"Mb dari mana kenapa bisa lewat sini?" Tanya yang santai.
"Oh ini dari lantai atas biasa mau cari jadwal khusus karena besok ada tamu penting, seminggu lagi lah acaranya."
Zidan menatap botol lagi dan menatap kedepan.
"Kenapa kamu kerja disini, apa ini bisa bantu kamu ketemu sama keluarga ibu kamu?"
"Gak tau mb, Belom nyoba tapi, lain kali jangan seperti ini ya Mb, bisa fitnah situ perempuan saya laki-laki."
Sangat dingin menurut Aisyah.
"Iyaa maaf, oiyaa nama kamu Zidan umur berapa kepo aku."
Zidan yang berdiri mau menjauh berbalik.
"Dua puluh tahun." Pergi begitu saja setelahnya.
"Yaah muda kira tua, namanya Zidan umur dua puluh, Aisyah udah dua puluh tiga tahun, sadar Aisyah Aisyah."
Melihat punggung laki-laki berusia dua puluh tahun itu menjauh perasaan Aisyah seketika lega.
Entah kenapa rasanya lega.
Baru selesai kerja.
Zidan langsung pulang dan terhenti saat didepan lobi.
Seorang wanita berhadapan dengannya duduk diatas kursi roda dan bibirnya sumbing.
Mengalihkan wajahnya.
"Awas." Katanya kasar sekali. Zidan menyingkir saja seperti tak terjadi apapun.
Langkah Zidan mulai menjauh dari area hotel.
Dalam ketidak tahuannya Zidan seseorang, memperhatikan Zidan.
Saat mobil itu pergi mengejar Zidan sebuah motor menghadangnya.
"Maaf maaf." Katanya memberesi barangnya yang jatuhan.
"Argh!" Geram sekali rasanya. Tidak dapat mengikuti anak itu pergi dari sini lagi, padahal Algaz susah payah mengkosongkan jadwalnya sore ini.
Langkah kaki Zidan semakin santai saat suasana jalan ramai. Sambil menunggu waktu senja berganti gelap.
Memilih duduk di depan minimart yang ada kursi untuk duduk di terasnya.
Sambil membawa makanan keluar dari dalam minimart ia duduk dan mulai menikmati mienya.
Di kejauhan pengendara motor mengambil fotonya.
"Aman bos, Pak Algaz tidak bisa mengikutinya." Kata orang yang baru saja melapor pada Bisma.
Saat keluar hotel itu, Farida ingat sekali kalo itu wajah ayahnya tapi, kenapa sangat muda mata, mata itu bukan mata ayahnya.
Di rumah sekarang Farida didepan sang ibu yang sibuk mau menjodohkannya pada pria tua.
"Kau harus mau lagi menikah untuk pergi dari rumah ini." Kata sang ibu.
"Enggak!" Tolaknya keras.
"Bicara yang jelas bibir sumbingmu membuatku muak kau tahu, harusnya kau jadi perempuan cantik tapi, kau malah kecelakaan dan membuat semuanya berantakan, jika bukan karena keluarga bodoh yang menunggu mayat hidup kembali kau pasti dapat kasih sayang nenek kakek mu!" Teriak keras panjang lebar membuat Farida kembali merasa sakit.
Tangisnya terlalu kosong sampai ibu kandungnya sendiri tak bisa melihatnya.
Suara mobil masuk halaman dan itu sudah jam biasa ayah pulang Farida akan berusaha menyambutnya lagi.
Bayangan Farida adalah di panggil Farida oleh ayahnya.
"Ayah." Sapanya.
Melirik tajam.
"Buang anak itu jangan ada di rumah berapa lama lagi kau harus mendapatkan suami untuknya, aku muak melihatnya."
Keterlaluan apa Farida tak bisa hidup bahagia dengan orang tuanya kenapa ia harus di kucilkan seperti ini.
Masuk kedalam kamarnya setelah mendengar semua hal yang memang berniat ia tersingkir dari hadapan mereka.
***
Pukul sembilan malam Zidan belum kembali ke kost dan ini masih sangat ramai.
Harus kemana ya ia untuk bisa mendapatkan banyak informasi.
Zidan mendengar banyak obrolan tentang pemilik Hotel dengan pemilik pabrik kaca.
Mereka banyak membicarakan jika keduanya kakak adik tapi, adiknya telah memperistri peremouan lain saat istrinya hamil dan baru ketahuan saat ulang tahun anak kandung istri pertamanya.
Kenekatan pemilik Pabrik kaca membawa perempuan lain yang bergelar istri kedua kehadapan istri pertama yang sakit parah dan akan mengadakan acara ulang tahun pertama anak mereka.
Malang dan menyedihkan.
Sesedih itu mereka yang bergosip sampai menitikan air mata.
Zidan melihat kesekeliling dan seketika telpon masuk dari Umma Fatin.
"Assalammualaikum."
"Waalaikumsalam Zidan."
"Gimana kerjanya lumayan ini udah seminggu, kerasa nak?"
"Iya."
"Syukur Alhamdulillah."
Umma banyak bicara menanyakan makan dengan apa teratur tidak makannya istirahatnya jangan banyak makan-makanan cepat saji dan jangan lupa ibadahnya.
Saat sibuk bicara di telpon dengan Umma Fatin tanpa sengaja Zidan melewati kumpulan sopir taksi dan angkot yang nongkrong di warung sate pinggir jalan.
"Kali ini semuanya bisa aja kebuka, dulu lo nutupin kan apa yang bakalan di lakuin anaknya Bu sarah kalo sampe lu ketahuan nyembunyiin bukti perselingkuhan suaminya." Kata pria dengan wajah tua dan kumis tebal hitam.
"Aku tidak yakin putra atau putrinya atau anaknya yang mana yang ku tahu, Bu Sarah hanya punya satu anak karena sakit parahnya dia di selingkuhi suaminya."
Bruak..
Semua mata tertuju pada Zidan yang mematahkan kursi di atas meja ke lima orang yang membicarakan nama Sarah.
Benar atau tidak ia harus mencari tau Sarah siapa yang di bicarakan oleh ke lima orang ini.
"Kecuali lima orang ini yang lain boleh keluar bungkus makanan kalian jika belom selesai makan." Tegas menyeramkan.
Rasanya kelima bapak-bapak itu tidak ada yang bisa bergerak kaki mereka semua lemas tukang sate itu juga langsung menyingkir dengan wajah bahagia.
Sebelumnya Zidan mematikan sambungan telpon dengan Umma fatin dan mendekat ke penjual. Memberikan delapan lembar uang ratusan merah.
Sekarang kelimanya masih diam.
"Maaf Bapak-bapak, saya gak sengaja, sekarang beritahu saya Sarah siapa yang kalian bicarakan, untuk apapun itu aku akan menjaga rahasia jika kalian tidak bercerita... ini tusuk sate masih bisa masuk menembus leher depan dan belakang.
Kelimanya langsung tertunduk lesu dan takut.
"Satu... dua...."
"Baik-baik... kami akan cerita jika Sarah yang kami maksud adalah Sarah pemilik butik terkenal dan dia adalah putri kesayangan Nyonya Tika dan Bapak Daka Agung Raka."
"Sarah?"
"Sa-Sarah Aziklia." Salah satunya menyebutkannya.
"Lainnya?" Zidan masih berwajah ramah tapi, suasana jadi suram karena ia mengeluarkan tekanan kuat dari kehadiarannya.
"Saya-saya pernah bekerja sebagai sopir dan saya keluar karena sudah tidak ada Bu Sarah yang biasa saya sopiri..." Jelasnya terhenti dengan mengantung Zidan rasa.
"Sopiri... Pembantu?" Pertanyaan Zidan membuat kelimanya menengguk kasar ludahnya.
Zidan berdiri saat salah satunya berdiri.
"Istri saya yang bekerja jadi asisten di rumah itu tahu semuanya bahkan kelahiran putranya, Anda boleh percaya saya atau tidak tapi, istri saya ada di rumah sakit dan sedang sakit."
Zidan tersenyum dengan lebar dan wajah ramahnya semakin membuat keempatnya tertekan dan salah satunya juga tertekan tapi, tak seberapa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments